Waspada Politisasi Birokrasi dan Kampanye Hitam

Koordinator Divisi Hukum, Data dan Informasi Bawaslu Jawa Barat, Yusuf Kurnia saat menjadi pembicara dalam seminar di Kampus STISIP Widyapuri Mandiri Sukabumi, Senin (25/11).

SUKABUMI – Selain pelanggaran politik uang (Money politik), Bawaslu Jawa Barat mencium dugaan politisasi birokrasi dan kampanye hitam di Pilkada. Koordinator Divisi Hukum, Data dan Informasi Bawaslu Jawa Barat, Yusuf Kurnia saat berada di Sukabumi menyampaikan bahwa berdasarkan evaluasi bawaslu dari pemilu sebelumnya, baik Pilpres atau Pileg.

Bawaslu pada pilkada 2020 mendatang akan lebih memetakan potensi-potensi kerawanan pelanggaran.

Bacaan Lainnya

“Kedepan ada beberapa hal yang akan menjadikan fokus kami (bawaslu Jabar red) untuk memetakan kerawanan pemilu. Ada tiga masalah yang sudah kami petakan, pertama politik uang, politisasi birokrasi dan kampanye hitam, “jelas Yusuf usai menjadi pembicara dalam seminar di Kampus STISIP Widyapuri Mandiri Sukabumi, Senin (25/11).

Untuk masalah politik uang, melihat dari pemilu 2019 ada banyak oknum yang menempuh jalan instan membeli suara pemilih. Kedua, soal menyangkut politisasi birokrasi dan kepala desa, menurutnya birokrasi pemerintahan dan kepala desa ini aktor yang terlarang untuk berkampanye.

Salah satu yang rentan potensinya adalah di petahana. Tapi juga tidak menutup kemungkinan, ketika misalnya birokrasi terbelah, mendukung incumbent dan non incumbent.

“Nah, Di situ kan ada pengaruh, resources, fasilitas negara, anggaran negara yang berpotensi digunakan untuk pemenangan kandidat. Itu yang yang kami akan cegah,” terangnya.

Untuk yang ketiga adalah soal kampanye hitam. Seringkali peserta Pilkada menjatuhkan lawan politik dengan memproduksi manipulasi isu yang menyudutkan calon lainnya.

Artinya dari pemetaan tadi, tiga kerawanan itu, yang jadi fokus Bawaslu. Termasuk ketika petahana maju, itu potensi untuk memobilisasi birokrasi dan kepala desa akan jadi instrumen pemenangan kandidat.

Untuk itu, dirinya kedepan bakal mengajak seluruh simpul masyarakat berkolaborasi dan segera melapor apabila temuan kepala desa yang memobilisasi warga untuk mendukung calon tertentu, serta apabila ada birokrasi yang menyalahgunakan anggaran negara untuk kampanye salah satu kandidat.

“Peran publik dalam konteks pengawasan parisipatif ini menjadi sangat penting. Kita akan MoU dengan Sekda beserta pejabat lainnya untuk menandatangani Pakta Integritas supaya Aparatur Sipil Negara (ASN) mampu menjaga netralitas. Termasuk kita akan kumpulkan juga para kepala desa, untuk membuat fakta integritas, “tukasnya. (hnd)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *