Ketua MPR: Ingat kita Ditakdirkan untuk Berbhineka

Ketua MPR Bambang Soesatyo

JAKARTA – Semua kelompok masyarakat yang hidup di bumi nusantara wajib takdir kebhinekaan Indonesia. Karena itu, bagi mereka yang menolak harus segera dirangkul oleh pemerintah. Karena itu butuh sebuah rumusan pendekatan kepada kelompok atau komunitas-komunitas yang masih menolak pancasila dan kebhinekaan di negeri ini. Sudah saatnya pemerintah dan MPR menjalin kerja sama dengan semua lembaga atau institusi keagamaan demi terwujudnya Indonesia yang beragam dan damai.

“Rongrongan terhadap kebhinekaan sudah demikian nyata, butuh upaya lebih kuat lagi untuk melawannya. Ingat kita ditakdirkan berbhineka,” ujar Bambang Soesatyo.

Bacaan Lainnya

Dijelaskan politikus Golkar yang biasa disapa Bamsoet ini, saat ini ada sejumlah komunitas terang-terangan menyatakan tidak lagi mencintai fakta keberagaman yang menjadi takdir bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). “Dalam tahun-tahun terakhir ini, kelompok atau komunitas intoleran itu terlihat dimana-mana. Di sekolah, kampus perguruan tinggi, di banyak tempat kerja, dan di banyak institusi negara atau institusi pemerintah,” ujar Bamsoet.

Pada saat yang sama, kata Bamsoet, ada kekuatan lain yang menunggangi kelompok-kelompok itu agar menjadi salah satu instrumen teror yang nyata. “Inilah realitas masalah atau persoalan yang dihadapi Indonesia saat ini,” tuturnya.

Negara memang sudah menyikapi kecenderungan ini dengan membentuk Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP). Di luar BPIP, banyak tokoh masyarakat dan pemuka agama, termasuk pejabat pemerintah, tak henti-hentinya menyerukan perlunya menjaga kerukunan dan budaya toleran. “Sudah banyak kegiatan dialog lintas agama dan budaya sudah digelar,” jelasnya.

Namun, Publik merasakan bahwa ragam program dan pendekatan untuk mereduksi perilaku intoleran itu belum membuahkan hasil sebagaimana diharapkan. Masih ada kecenderungan saling hina antar-kelompok atau antar-golongan bahkan makin tinggi intensitasnya.

Karena itu, menurut Bamsoet, perlu dicari dan dijajagi rumusan program dan model pendekatan lain. Utamakan program dan pendekatan baru yang bertujuan menghilangkan saling curiga.

“Selama ini, dirasakan ada kebuntuan karena keengganan berdialog. Belum lagi sikap saling curiga antara negara dengan komunitas-komunitas itu. Untuk tujuan ini, pemerintah dan parlemen perlu mengambil inisiatif,” urainya.

Agar lebih komprehensif memahami akar permasalahan, Bamsoet mendorong pemerintah dan parlemen mendengarkan pandangan dan masukan dari lembaga-lembaga agama.

“Menjadi ideal jika rumusan program dan model pendekatan baru itu dilandasi kemauan baik saling merangkul dalam konteks sesama anak bangsa, untuk kemudian berdialog. Jika ada kontinuitas dialog, perilaku intoleran menjadi tidak relevan lagi,” pungkasnya. (ARM/jpg)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *