Mak Kiyah, Tinggal Sebatang Kara di Rumahnya Nyaris Roboh

RADARSUKABUMI.com – Bagi Mak Kiyah, menjalani masa tua tidaklah mudah. Bagaimana tidak, sudah puluhan tahun itu hidup seorang diri. Rumah bambu itu bukan saja sudah miring.

Tapi juga cukup sempit dan bocor di sana-sini. Sementara, tubuhnya yang renta membuatnya tak bisa lagi mencari nafkah, sekedar untuk mendapat sesuap nasi. Kini, ia hanya bisa pasrah.

Bacaan Lainnya

Rambutnya sudah tak hitam lagi. Putih beruban tampak mengurai di kepala. Giginya yang tak lengkap, masih bisa tersenyum lepas saat mencoba untuk diajak berinteraksi.

Di usianya yang senja, Mak Kiyah, hidup sebatang kara di sebuah gubuk reyot yang sudah miring. Kayu-kayu serta bilik yang sudah usang mulai keropos menutupi keseharian Mak Kiyah.

Wanita renta yang kini sudah mencapi seabad itu tinggal di gubuk berukuran sekitar 4×5 meter. Isi rumah alakadarnya menjadi saksi hidup Mak Kiyah yang terus bertahan di Kampung Baru Kupa 005/003, Desa Sukatani Kecamatan Pacet, Cianjur ini dengan bertahun-tahun hidup sebatang kara.

Suami Mak Kiyah telah lama terlebih dulu menghadap Ilahi. Sejak itu Mak Kiyah tinggal seorang diri. Anak semata wayangnya meninggal puluhan tahun lalu akibat sakit.

Bukan tidak mempunyai saudara, Mak Kiyah sejatinya memiliki beberapa saudara dari almarhum suaminya yang tinggal tidak jauh dari kediamanya. Namun karena kondisi ekonominya yang sama-sama masih kekurangan, sehingga saudaranya tersebut tak mampu untuk membantu merenovasi rumah Mak Kiah.

“Bukan maksud untuk terus mempertahankan Mak Kiyah hidup di rumah yang akan rubuh itu, tapi memang keinginan Mak Kiyah yang setiap hari bertahan di sana,” ungkap Udan (31), anak dari adik kandung Mak Kiyah, ditemui di kediaman Mak Kiyah, Jum’at (25/10).

Lebih dari 50 tahun Mak Kiyah bertahan tinggal di rumah yang memiliki segudang kenangan dirinya. Sekeliling rumah hanya kebun dan tanah bukan milik dia. Kasur kapuk yang telah lapuk dimakan usia pun menjadi alas bagi Mak Kiyah untuk tidur setiap waktu.

Ia sendiri sudah tidak mampu lagi bekerja. Kebutuhan sehari-hari berpangku tangan dari rasa iba para tetangga dan handai taulan yang memiliki materi lebih.

“Tidak bisa lagi menghasilkan materi. Kalau dulu uwa Kiyah pernah bekerja di salah satu perusahaan jamur, tak jauh dari tempat tinggal. Kalau sekarang paling ada yang memberi 100 ribu per bulan dari pabrik jamur itu,” kata Udan.

Saat menceritakan tentang jatah rastra atau bantuan beras hingga kesehatan pun, belum lagi diperoleh Mak Kiyah. Namun ia masih memiliki kartu asuransi bekerja yang telah lama.

“Kalau rumah memang seperti ini keadaannya. Bolong-bolong dimakan rayap. Kalau beras belum dapat. Tapi dulu pernah, hanya kini memang belum ada lagi,” ungkapnya.

Di penghujung usianya, tidak banyak harapan yang disampaikan wanita renta itu. Dia hanya ingin merasakan tidur di kasur empuk, dengan rumah yang tidak bocor saat hujan, bebas debu dan tidak sumpek.

Semoga Mak Kiyah selalu diberikan kesehatan, mendapatkan rezeki yang berlimpah dari sang Maha Kuasa.

(RC/dan/pojokjabar/izo/rs)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *