Pemkot Matangkan Solusi Warga Terdampak Penggusuran

CIKOLE — Pemerintah Kota Sukabumi terus memikirkan nasib warganya yang terdampak penggusuran pembangunan double track kereta api Sukabumi- Bogor disepanjangan wilayah Kota Sukabumi. Saat ini, permasalah tersebut sedang dicarikan solusinya dengan mematangkan dan merumuskan kebijakan yang akan diambil untuk warganya.

“Iya betul ini bahan sudah masuk ke Pak Wali, bahkan sudah dibahas bersama Muspida,” ujar Sekda Kota Sukabumi, Dida Sembada, kemarin (16/10).

Bacaan Lainnya

Dalam mengambil kebijakan itu Pemerintah Kota Sukabumi harus selaras dengan Pemerintah Kabupaten Sukabumi. Apalagi dampak pembangunan double track ini bukan di Kota Sukabumi saja melainkan di Kabupaten Sukabumi juga. Menruut dia, jangan sampai ada perbedaan dalam menangani nasib masyarakat yang terdampak.

“Kalau kabupaten A kota B itu kan kurang bagus. Kami sedang berkoordinasi dengan pihak Kabupaten Sukabumi,” ujarnya.

Lalu kedua kata Dida, pihaknya akan berkoordinasi dan memanggil tim direktorat Perhubungan atau PT KAI. Untuk mengetahui lebih jelas apa dan kapan yang akan diberikan oleh Direktorat perhubungan. “Data ini (dari direktorat perhubungan) belum lengkap diterima oleh kami sebagai pemerintah kota,” akunya.

Untuk itu, jika sudah ada kejelasan nantinya pimpina daerah akan menyatakan secara langsung kebijakan yang akan dilakukan. Sehingga saat ini masih dalam pembahasan ditingkat Muspida. Dida mengaku keterlambatan ini bukan berarti pemerintah kota tidak responsif, namum pemerintah harus mendapatkan data secara menyeluruh.

Seperti berapa banyak warga kota yang terdampak pembanguan tersebut. “Kita harus menginventarisir dulu warga yang terdampak dan yang tahu itu kan PT KAI. Itu pun baru periode ini, pernah ada pihak direktorat perhubungan bersosialiasasi, perwakilan pemerintah diwakil oleh lurah dan camat,”ujarnya.

Sementara itu, untuk lahan yang diajukan oleh masyarakat setempat di wilayah kampung Brunei kata Dida, hal itu merupakan kawasan sawah yang benar milik pemerintah. Hanya saja, lahan tersebut merupakan lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B). “Itu sudah ditetapkan LP2B, sesuai UU kan pemerintah harus menyiapkan 30 persen. itu sudah ditetapkan yang tidak bisa dipakai pemukiman,” pungkasnya. (bal)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *