Anak Sekolah Demo, Siapa Yang Salah?

Dudung Nurullah Koswara
Dudung Nurullah Koswara

Oleh : Dudung Nurullah Koswara
(Ketua PB PGRI)

Hari Jum’at di markas Polres Sukabumi Kota Saya di berkesempatan menyampaikan prakata sebelum Kapolres. Sejumlah guru, kepala sekolah dan aparat kepolisian menyimak apa yang Saya sampaikan. Dari sejumlah kata dan narasi singkat terkait kenakalan remaja pelajar Saya sampaikan bahkwa, “Pada hakekatnya tidak ada anak yang salah, yang salah adalah orang dewasa. Orang yang bisa disalahkan adalah kita para orang dewasa”.

Bacaan Lainnya

Kata-kata ini membuat sejumlah guru dan beberapa orang agak terheran. Dalam benak mereka mungkin berkata, “Kok anak bandel luar biasa tak bisa disalahakan?”. Ya, memang demikian! Dalam ajaran agama dipahami bahwa seorang anak mau dijadikan Yahudi, Nasrani bahkan apa pun tergantung orangtua. Bukankah seorang anak beragama A karena keturunan dari agama A orangtuanya? Jadi faktor orangtua, guru dan masyarakatlah yang bertanggung jawab pada masalah anak.

Namanya juga anak. Bahkan di Inggris seorang Ibu masuk pernjara karena anak balitanya kecebur kolam dan meninggal. Bahkan bukankah seorang anak bayi hasil hubungan gelap Ia bukan anak haram? Ia tetap suci, yang haram adalah kedua orang dewasa yang melakukan hubungan gelap. Anak tak bisa disalahakan! Termasuk para pelajar yang nakal tidak bisa disalahkan 100 persen. Anak adalah buah dari pohon kehidupan orang dewasa disekelilingnya. Plus teman sebayanya.

Bahkan bukankah dalam ajaran agama yang diminta pertanggung jawaban hanyalah yang akil baligh? Apakah anak berdosa atas kesalahannya? Sekali lagi orang dewasa disekitarnyalah yang “berdosa”. Termasuk orang dewasa yang ada di dunia maya yang telah menebarkan hoaxs dan provokasi. Terutama bagi para guru sebagai pendidik harus sangat memahami filosofi mendidik di atas.

Bila para guru kompetensi pedagogiknya bermasalah dan tidak memuliakan anak maka setiap kesalahan anak akan dianggapnya sebuah kejahatan atau kekurang ajaran. Padahal sebenarnya bukan sebuah kejahatan melainkan kebodohan karena proses belajar yang belum tuntas. Tidak ada anak yang jahat apalagi anak balita. Tidak ada balita berniat jahat. Anak adalah peniru orang dewasa. Anak adalah cermin dari kehidupan disekitarnya.

Ayo para guru, orangtua, polisi dan masyarakat ubah pola mendidik. Lakukan pendekatan apresiasi, sentuhan kasih sayang dan motivasi mereka. Jangan dieksekusi dan dianggap sebagai penjahat. Penjahat adalah orang dewasa yang niat, modus dan khianat. Korupsi, menipu dan sejumlah kecurangan orang dewasa, itulah kejahatan. Bahkan menganiaya anak karena kesalahannya adalah sebuah kejahatan!

Alangkah baiknya seorang anak diperlakukan sebagaimana anak. Jangan diperlakukan sebagaimana kita orang dewasa. Keluarnya UUPA adalah buah dari perlindungan negara kepada setiap anak di negeri ini. Anak adalah makhluk tak kuasa. Ia sangat bodoh dan tergantung teman sebayanya, tergantung orang dewasa yang membawanya.

Mari kita bersama-sama memperlakukan setiap anak dengan baik. Beri sanksi yang pantas pada anak bukan rasa kebencian dan dendam. Anak adalah calon penghuni masa depan. Tugas kita membimbingnya. Bukan menghinakannya. Mereka butuh “pertolongan” secara mental dan fasilitas.

SRA, sekolah ramah anak, orangtua ramah anak, negara ramah anak harus dikuatkan. Anak adalah makhluk tak kuasa yang belum dewasa. Kasihan mereka lahir menderita harus jadi “anak yang jahat”. Mari kita bantu mereka. Kecuali orang dewasa yang khianat, korup dan sangat jahat! Mari kita bantu masuk penjara!

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *