Ayam Yang Bekal

Oleh : Kang warsa

Ketika membahas manusia dan kebudayaan yang dihasilkannya, kita sebagai manusia selalu bangga terhadap capaian umat manusia di berbagai bidang kehidupan. Kita bersepakat, manusia memang mahluk pilihan, lebih unggul dari binatang dan mahluk lain sekalipun dengan malaikat. Bagi dunia satwa, perasaan kita seperti ini dapat saja ditafsirkan sebuah keangkuhan. Entahlah, saya tidak mengerti bahasa binatang. Namun kira-kira demikian yang terjadi jika binatang memiliki peran dan posisi sebagai manusia.

Bacaan Lainnya

Merasa lebih unggul dari mahluk-mahluk lain melahirkan pandangan mutlak yang sering dibahasakan dari generasi ke generasi. Kelebihan manusia jika dibandingkan dengan –misalnya binatang- terletak pada akal dan pikiran. Manusia dianugerahi akal dan pikiran sementara binatang hanya memiliki insting.

Faktanya, hanya umat manusia yang dapat menciptakan komputer, hidup dinamis bahkan terus berkembang, dapat beradaptasi dengan lingkungan. Jumlah spesies manusia merupakan mayoritas penghuni Bumi. Manusialah rajanya di planet ini!

Konon dalam satu kisah keagamaan ada satu pentas antara Tuhan, Malaikat, Jin, Iblis, dan manusia yang terjadi saat awal penciptaan manusia. Mahluk baru itu dipromosikan oleh Tuhan sebagai kholifah di muka Bumi. Mahluk mulia dan terbaik dari segi fisik dan jiwa . Senior manusia, yaitu Iblis, memandangnya sebagai bentuk ketidakadilan Tuhan.

Iblis memberontak, tidak mengakui keunggulan manusia atas dirinya. Ia diusir, kemudian melakukan semacam konspirasi dengan mahluk-mahluk lain yang telah lebih dulu menempati Bumi. Bukan untuk menolak kehadiran manusia di Bumi tetapi berusaha merayu manusia agar sama-sama menempati Bumi.

Sebab, saat manusia berada di kahyangan, Si Bungsu ini seolah diperlakukan lebih oleh Tuhan, maka jika manusia ditempatkan oleh Tuhan ke Bumi, kedudukannya akan setara dengan mahluk-mahluk lain, bahkan secara kekuatan fisik akan lebih lemah dari mahluk-mahluk yang telah lebih dulu menempati Bumi.

Dalam Bibel disebutkan, Iblis menjelma menjadi seekor ular. Ia secara telaten membujuk rayu agar manusia mendekati pohon larangan dan memetik buahnya. Hawa merajuk (bersungut-sungut seperti perempuan jaman sekarang ingin dibelikan baju oleh suami, hehe) agar Adam memetik buah itu. Akhirnya , manusia ditempatkan oleh Tuhan di Bumi.

Apakah kisah di atas merupakan cerita lugas atau metafor tergantung dari sudut pandang mana kita menafsirkannya. Kisah tersebut –jika ditafsirkan melalui pendekatan metafor- merupakan refleksi awal kehidupan manusia di era revolusi agrikultur. Gambaran taman, tumbuhan, air mengalir, satwa, pohon larangan, merupakan entitas agrikultur. Saya tidak akan memaksakan pandangan ini, jika anda menafsirkan kisah tersebut merupakan kisah nyata itu hak anda.

Perkembangan dan kemajuan umat manusia mengalami peningkatan sejak revolusi pertanian. Sejarah kemajuan umat manusia ini telah menimbukan perasaan hingga pikiran, manusia memang merupakan mahluk cerdas, memiliki akal dan pikiran.

Sementara itu berbagai binatang tidak dibekali akal dan pikiran. Kemelekatan akal dan pikiran dengan manusia tidak dapat dipisahkan. Pemisahan akal pikiran dari manusia dapat menjatuhkan kedudukan manusia dan melemparnya kembali jatuh ke jurang masa lalu. Itulah pandangan kita saat ini.

Apakah benar binatang –seperti ayam- tidak memiliki akal dan pikiran? Pertanyaan ini jika kita tanyakan kepada anak-anak saja akan langsung dijawab, tidak.. ayam tidak berpikir. Tidak pernah ayam berfilsafat, tidak pernah ayam menulis, dan tidak pernah ada ayam memperbudak manusia.

Ayam hanya memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya saja. Ayam tidak memerlukan hiburan, tempat karaoke, tempat wisata, tidak pernah ada segerombolan ayam berpesta pora merayakan kemenangan pemilihan umum. Tidak ada stratifikasi sosial di dalam kehidupan ayam. Pranata-pranata sosial tidak diperlukan oleh ayam. Koordinasi antara ayam Sukabumi dengan ayam Singapura tidak pernah terjadi. Manusia dapat mengonsumsi ayam, tetapi tidak sebaliknya.

Lantas, jika ayam tidak memiliki akal dan pikiran apa yang memerintah ayam harus berlari saat diusir oleh manusia? Jika ayam tidak memiliki akal pikiran kenapa dia akan berhenti berlari setelah jarak antara manusia si pengusik dengan dirinya telah dirasakan cukup aman?

Seekor ayam tidak akan terus berlari menjauhi manusia sampai ke ujung dunia, dia akan berhenti berlari saat keadaan cukup aman. Dengan apa seekor ayam dapat memutuskan kondisi aman atau dalam ancaman? Bukankah manusia selalu memutuskan setiap perkara dengan akal dan pikirannya? Kondisi aman, terancam, tertekan, dan leluasa diputuskan oleh manusia melalui akal dan pikirannya.

Hormon-hormon disemburkan di dalam otak saat syarat-syaraf dalam diri manusia bertindak sebagai transmisi informasi merespon rangsangan peristiwa yang terjadi di luar diri manusia. Otak menerjemahkan semburan hormon, apakah kondisi ada dalam ancaman atau aman-aman saja. Otak langsung meberikan perintah untuk diam jika keadaan aman, dan memerintah untuk berlari atau bersembunyi jika ada ancaman.

Jadi, dengan memandang mekanisme yang terjadi dalam diri manusia, sebenarnya tidak ada kehendak bebas. Manusia bergerak dan ayam bertindak didasarkan atas rangsangan terhadap peristiwa, organ-organ di dalam diri manusia dan ayam lah yang memutuskan tindakan apa yang harus dilakukan.

Pada dasarnya ayam pun memiliki akal dan pikiran meskipun kita tetap akan berkata: iya tapi tetap saja akal dan pikiran manusia lah yang lebih hebat. Apa untung dan ruginya kita mengakui ayam memiliki akal dan pikiran?

Seorang penganut utilitarianisme bertanya seperti itu. Paling tidak, manusia harus memperlakukan mahluk lainnya secara baik. Apa yang akan anda rasakan jika ditempatkan di satu ruangan yang disesaki oleh manusia lainnya, berhimpitan selama 24 jam? Anda tidak akan menemukan dan merasakan kemerdekaan.

Gen manusia sebagai mahluk merdeka sejak awal mula menempati muka Bumi tetap mengalir dalam diri anda sampai kapanpun. Jika kemerdekaan itu dihentikan dengan cara menempatkan anda pada ruangan yang penuh sesak, gen-gen dalam diri anda akan menyampaikan informasi kemerdekaan bawaan hak asasi sejak lahir kepada otak.

Otak akan memberikan perintah agar anda bergerak bebas, tetapi karena tubuh sedang berada dalam himpitan orang lain, tubuh anda tidak mampu mengerjakan perintah otak, anda akan mengalami depresi hebat. Saat depresi itulah otak memberikan perintah agar anda meraung-raung, menangis, mengeluh, atau pasrah terhadap keadaan. Hal yang sama tentu saja dialami oleh binatang domestikasi seperti ayam, kambing, sapi, dan binatang lainnya.(*)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *