Guru “Digugu dan Ditiru”

Oleh : Hema Hujaemah
Kepala SMPN 11 Kota Sukabumi

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, menyatakan bahwa Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan.

Bacaan Lainnya

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2007 Tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru, menyatakan bahwa Guru pada SMP/MTs, atau bentuk lain yang sederajat, harus memiliki kualifikasi akademik pendidikan minimum diploma empat (D-IV) atau sarjana (S1) program studi yang sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan/diampu, dan diperoleh dari program studi yang terakreditasi.

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2018 Tentang Pemenuhan Beban Kerja Guru, Kepala Sekolah, dan Pengawas Sekolah, menyatakan bahwa Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2018 Tentang Penguatan Pendidikan Karakter Pada Satuan Pendidikan Formal menyatakan bahwa Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) adalah gerakan pendidikan di bawah tanggungjawab satuan pendidikan untuk memperkuat karakter peserta didik melalui harmonisasi olah hati, olah rasa, olah pikir, dan olah raga dengan pelibatan dan kerjasama antara satuan pendidikan, keluarga, dan masyarakat sebagai bagian dari Gerakan Nasional Revolusi Mental (GNRM).

Berdasarkan ke empat regulasi di atas, dapat simpulkan bahwa guru merupakan bagian dari pendidik yang berkualifikasi akademik minimal D-IV/ S1. Mempunyai tugas utama yang tidak bisa digantikan oleh profesi lain.

Mengemban tugas mulia, menjalankan misi kemanusiaan, dan keberadaban dengan menggali, menyadarkan, mengajak, serta menggerakkan jiwa peserta didik pada kebenaran dan kebaikan melalui PPK. Sebagian besar guru sudah mendapatkan sertifikat guru profesional, dan mendapatkan tunjangan profesi.

Secara harfiah Guru adalah seorang pengajar suatu ilmu. Dalam Bahasa Indonesia guru lebih kepada sebutan bagi pendidik profesional sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2018.

Bahkan guru banyak diakronimkan menjadi seseorang yang bisa digugu dan ditiru (Bahasa sunda). Artinya guru dianggap sebagai seseorang yang berilmu, setiap ucapan, tingkah laku dapat dijadikan contoh dan tauladan khususnya bagi peserta didik.

Oleh karena itu, guru tidak hanya mengetahui dan menikmati, namun wajib tasyakur dengan cara berusaha dan terus belajar untuk menjadi sosok yang bisa digugu dan ditiru oleh peserta didik. Salah satunya dengan meningkatkan kompetensi diri, terbuka, adaptif, dan memaknai segala perubahan yang terjadi. Guru tidak sekedar datang untuk mentransfer pengetahuan yang bisa peserta didik dapatkan dari berbagai sumber yang lebih tahu dari dirinya. Hal yang mendasar dan utama adalah mentransfer nilai-nilai karakter baik dan akhlak mulia.
Di dalam profesi guru, melekat tanggungjawab dan konsekuensi profesi, yang harus dilaksanakan oleh setiap individu guru. Sehingga menjadi tuntutan sekaligus tantangan untuk membangun identitas karakter dan martabat peserta didik.

Tugas mulia yang tidak mudah untuk direalisasikan, butuh ilmu pengetahuan, komitmen, keinginan dan keikhlasan yang tinggi dari individunya. Transfer tidak bisa dilakukan jika saldo pengetahuan dan karakter kosong atau tidak mencukupi. Guru wajib menabung pengetahuan dan karakter baik. Agar transfer dapat dilakukan sehingga sampai kepada penerima dengan sukses.

Selama masih banyak guru yang merasa dirinya “lebih baik” bercirikan: budaya literasi rendah, motivasi belajar kurang, alergi dengan perubahan, berpikir pendek, mudah menyerah, banyak menyalahkan pihak lain, sering mengeluh, banyak menuntut, pekerjaan tidak tuntas, yang dituliskan tidak sesuai dengan yang dilakukan.

Sepertinya sulit untuk mentransfer pengetahuan dan nilai karakter kepada peserta didik. Sehingga apa yang dilakukan dan disampaikan seadanya. Perilaku, pola pikir, kebiasaan, metode dan teknik dalam perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran dari awal menjadi guru sampai tahun 2019 masih seperti yang dulu.

Salah satu contoh kecil, yang sering dianggap sepele, namun sebenarnya penting dan menjadi salah satu indikator karakter seseorang, tentang disiplin waktu. Jika ada guru bertahun-tahun dominan datang terlambat tanpa ada alasan yang jelas, baik, dan benar, bagaimana penilaian peserta didik terhadap dirinya.

Walaupun tidak terucap langsung melalui lisannya, namun dalam hati mereka akan mengatakan bahwa guru tersebut belum bisa digugu dan ditiru dalam hal itu. Ditambah hal lain yang sering diulang dan menjadi pembenaran.

Sumpah jabatan, amanat Undang-Undang, regulasi, kode etik, dan tata tertib guru sepertinya terlupakan. Perasaan dirinya sudah baik melekat kuat, sehingga merasa tidak perlu belajar dan menambah ilmu, hal baru dianggap beban dan mengganggu, sehingga banyak mengeluh, apa yang dilakukan merasa sudah benar, sehingga selalu mengulang. Sedangkan dalam agama saja menutut ilmu itu adalah wajib sampai akhir hayat, bahkan ada pepatah kejarlah sampai ujung dunia, hari ini harus lebih baik dari hari kemarin.

Jadilah guru yang merasa “kurang”. Kurang ilmu, sehingga terus belajar dan berusaha. Kurang baik, sehingga terus belajar untuk lebih baik dari waktu ke waktu. Kurang bermanfaat, sehingga tidak banyak menuntut, sekecil apapun belajar memberikan manfaat bagi siapapun.

Kurang pandai bersyukur, sehingga tidak banyak mengeluh, putus asa, dan menyalahkan pihak lain. Namun jadilah individu yang selalu memanfaatkan setiap kesempatan yang Tuhan berikan untuk menanam kebaikan.

Terlepas dari segala kekurangan dan kehilafan sebagai manusia biasa. Semoga Tuhan tidak mengambil kita dalam keadaan lalai. Namun benar-benar dalam keadaan menjadi individu yang bisa digugu dan ditiru. Aamiin.(*)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *