Ketika Ribuan Mahasiswa Menyuarakan Penolakan RUU KUHP dan UU KPK

Mahasiswa yang tergabung dalam berbagai kampus saat melakukan aksi menolak UU KPK yang telah disahkan oleh DPR.

RADARSUKABUMI.com – Keprihatinan yang sama terhadap isu RUU KUHP dan UU KPK memudahkan para mahasiswa berkonsolidasi, baik di dalam maupun antarkampus. Mereka urunan biaya dan tenaga buat mengurus izin, membuat poster dan spanduk, menyiapkan materi orasi, serta makan dan minum.

SAHRUL Y., M. HILMI S., Jakarta-SEPTINDA A.P., Surabaya

Bacaan Lainnya

MULAI tengah hari, mereka bertahan sampai jauh malam. Tak henti mengangkat poster, meneriakkan yel-yel, dan mendengarkan orasi. Semua dengan tema sama: Tolak UU KPK, RUU KUHP, serta RUU lain yang berpotensi menyengsarakan rakyat.

”Kami semua sepakat melepaskan embel-embel aliansi, serikat, atau lainnya. Semuanya satu, mahasiswa Indonesia,” kata Salman Ibnu Fuad, Sekjen Serikat Mahasiswa Universitas Paramadina, Jakarta, yang turut dalam aksi di depan gedung DPR, Jakarta, pada Kamis (19/9).

Ribuan mahasiswa itu berasal dari 14 kampus di Jakarta dan sekitarnya, juga Bandung. Di antaranya, Universitas Indonesia (UI), Universitas Paramadina, Universitas Trisakti, Universitas Kristen Indonesia, Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka, dan Institut Teknologi Bandung.

Kehadiran mereka di depan gedung DPR sekilas mengingatkan banyak orang pada perjuangan ”angkatan 98”. Sebutan itu merujuk kepada para mahasiswa yang turun ke jalan di masa reformasi, termasuk menggeruduk gedung DPR.

Mereka menjadi salah satu alat penekan yang ampuh terhadap rezim Soeharto. Presiden yang sudah lebih dari tiga dasawarsa berkuasa itu akhirnya turun.

Tentu secara jumlah, aksi damai mahasiswa anti-UU KPK, RUU KUHP, dan berbagai RUU kontroversial itu masih kalah jauh. Tapi, semangat mereka tak kalah militan. Kegigihan tersebut akhirnya mendorong Sekjen DPR Indra Iskandar untuk menerima perwakilan mahasiswa. Dari pertemuan tersebut, ada empat butir kesepakatan.

Pertama, aspirasi dari masyarakat Indonesia yang direpresentasikan mahasiswa akan disampaikan kepada pimpinan DPR dan seluruh anggota DPR. Berikutnya, Sekjen DPR akan mengundang mahasiswa yang turut dalam pertemuan 19 September tersebut untuk hadir dan berbicara di setiap perancangan UU lain yang belum disahkan. Undangan juga ditujukan kepada akademisi serta masyarakat sipil

Poin selanjutnya, Sekjen DPR berjanji menyampaikan keinginan mahasiswa untuk membuat pertemuan dalam hal penolakan UU KPK dan KUHP dengan DPR. Dipastikan tanggal pertemuan sebelum 24 September.

Yang terakhir, Sekjen DPR akan menyampaikan pesan mahasiswa kepada anggota dewan agar tidak mengesahkan RUU Pertanahan, RUU Ketenagakerjaan, RUU Minerba, dan rancangan KUHP dalam kurun waktu empat hari ke depan. Terhitung sejak pertemuan Kamis lalu.

Para mahasiswa di gedung DPR itu bergerak atas kemauan dan biaya sendiri. Tidak ada sokongan dana dari mana pun. Semua urunan dan dikerjakan bersama.

Mulai mengurus izin demo, mengatur massa, membuat spanduk, materi orasi, sampai kebutuhan makan dan minum. Sebelum turun ke jalan, ribuan mahasiswa tersebut berkonsolidasi. Baik di kampus masing-masing maupun antarkampus.

Mereka diskusi bersama-sama untuk menyuarakan keresahan yang ditangkap dari suara masyarakat. ”Menolak RUU KUHP dan UU KPK,” ujar Salman.

Semangat perlawanan yang ditunjukkan para mahasiswa di Jakarta dan Bandung itu juga diperlihatkan kawan-kawan mereka di berbagai daerah. Di Surabaya, kemarin (20/9), misalnya, ratusan mahasiswa Universitas Airlangga (Unair) berunjuk rasa menyuarakan penolakan revisi UU KPK.

Berlokasi di belakang taman FISIP (Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik) Unair, demo itu juga melibatkan sejumlah dosen. Mereka berorasi diiringi aksi teatrikal dengan simbol kematian institusi KPK.

Airlangga Pribadi, salah seorang dosen yang ikut aksi, mengatakan bahwa gerakan save KPK adalah bagian dari keprihatinan di kalangan akademisi dan mahasiswa terhadap penghancuran dan pelemahan institusi KPK. Padahal, KPK telah bekerja menjadi salah satu institusi yang berhasil menyelamatkan banyak sumber daya negara dari aksi pencolengan yang dilakukan berbagai pihak.

”Kami berharap KPK tetap menjadi institusi yang diperkuat dengan regulasi untuk bekerja memberantas praktik korupsi,” kata Airlangga.

Sehari sebelumnya (19/9), aksi serupa dilakukan Badan Eksekutif Mahasiswa Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS). Aksi tersebut dilakukan di bundaran taman ITS. Sebanyak 39 organisasi internal perguruan tinggi tersebut ikut turun ke jalan.

Presiden BEM ITS Muhammad Lutfi Hardian menyatakan, seluruh anggota BEM dan organisasi internal kampus sudah berdiskusi dan menolak revisi UU KPK. Ternyata, Selasa (17/9) revisi UU KPK disahkan DPR. Itu membuat para mahasiswa ITS semakin resah dan gerah.

”Kami berusaha mengekspresikan bentuk kekecewaan. Kami melihat ada kecacatan prosedur yang dilalui dalam pembahasan revisi UU KPK,” katanya.

Di internal mahasiswa Universitas Paramadina, suara penolakan UU KPK itu juga sudah bergaung sebelum deklarasi mendukung KPK yang disampaikan di depan gedung DPR. Karena itu, ketika ada rencana demo di Senayan, mereka langsung merapatkan barisan. ”Kalau perlu ada reformasi jilid dua, kami sudah siap,” tegasnya.

Penolakan disuarakan mahasiswa lantaran mereka menilai DPR sudah sewenang-wenang. Membuat aturan tanpa partisipasi masyarakat. Malah ada aturan yang berpotensi menjadi sumber kesengsaraan rakyat. RUU KUHP dan UU KPK adalah dua di antaranya.

Salman mengingatkan, perjanjian yang sudah ditandatangani Sekjen DPR dan perwakilan mahasiswa harus ditepati. ”Kami akan lihat sampai tanggal 24 (September),” imbuhnya.

Apabila poin-poin yang sudah disepakati dengan Sekjen DPR tidak dipenuhi, para mahasiswa tidak segan kembali turun ke jalan. Bahkan dengan jumlah massa yang lebih besar. Apabila dua hari lalu mereka ”menyegel” DPR, lanjut Salman, bukan tidak mungkin mereka akan menduduki DPR. ”Akan lebih banyak yang demo,” ujar dia.

Ketua BEM Universitas Indonesia Manik Marganamahendra menceritakan, konsolidasi mudah dilakukan karena penolakan UU KPK dan RUU KUHP sudah menjadi keprihatinan bersama. ”Sebelum aksi, BEM UI konsolidasi akbar dulu,” katanya.

Bahkan, mereka sempat menginap di kantor KPK di Kuningan, Jakarta, untuk memberikan dukungan kepada lembaga antirasuah itu. Atas aksi tersebut, mereka mendapatkan respons positif dari sejumlah mahasiswa lain dan masyarakat sipil. ”Dukungan juga datang dari para dosen,” katanya. (*/c10/ttg)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *