Memutus Mata Rantai Tawuran

Oleh : Hema Hujaemah
Kepala SMPN 11 Kota Sukabumi

Tawuran merupakan perilaku menyimpang berupa perkelahian yang melibatkan banyak orang, bisa terjadi antar kelompok, sekolah, desa, maupun etnis. Melihat beberapa informasi di media sosial, paling mengkhawatirkan adalah tawuran antar pelajar, baik SMP, SMA/SMK. Tawuran terjadi karena adanya konflik perorangan yang akhirnya mengajak siswa lain untuk membantunya.

Bacaan Lainnya

Bagi siswa yang tidak mau ikut, dikatakan tidak setiakawan, tidak mempunyai solidaritas dan tidak mempunyai keberanian atau penakut. Sehingga beberapa siswa yang kurang mempunyai dasar prinsip yang kuat, melibatkan diri dalam aktivitas tersebut.

Tawuran antar pelajar sangat merugikan, selain mengancam keselamatan jiwa, banyak fasilitas umum yang rusak, terganggunya aktivitas warga, dan mengancam kerukunan hidup antar sekolah. Nasib mental dan karakter peserta didik sebagai masa depan bangsa menjadi ikut terancam.

Oleh karena itu perlu adanya langkah nyata untuk mencegah dan memutus mata rantai tawuran. Berikut beberapa faktor penyebab terjadinya tawuran pelajar: Faktor keluarga, siswa yang terlibat tawuran dominan berasal dari keluarga yang “broken”. Keharmonisan, perhatian, dan kasih sayang orang tua tidak ia dapatkan, sehingga untuk mendapatkan semuanya dia terlibat kegiatan di luar norma.

Faktor pergaulan, sekelompok siswa yang salah dalam pergaulan akan sering melanggar norma dan peraturan di sekolah. Mereka akan membentuk kelompok dengan sendirinya, mempunyai solidaritas yang kuat. Masalah pribadi, adalah masalah kelompok, sehingga memicu terjadinya perkelahian antar kelompok pelajar.

Faktor mental dan gengsi, gengsi salah yang tertanam dalam jiwa siswa bisa dijadikan unjuk kemampuan adu kekuatan, siapa yang berhasil menaklukkan lawan akan disegani oleh siswa lainnya. Sehingga mental inilah yang memicu premanisme yang harus dihilangkan.

Faktor lingkungan, kondisi masyarakat dengan status sosial kelas menengah ke bawah rentan akan kekerasan dan kejahatan lingkungan yang dirasakan oleh siswa di tempat tinggalnya. Ini berpengaruh terhadap pola pikir anak, bahwa dalam menyelesaikan sesuatu bisa dilakukan dengan cara kekerasan dan adu otot, bukan dengan cara kekeluargaan.

Faktor sekolah, kurang efektifnya penerapan pendidikan moral dan perilaku dalam pembentukan karakter siswa di sekolah. Peraturan yang tegas dan mendidik belum optimal, kurangnya perhatian guru terhadap siswa spesial, dan image sekolah “tukang tawuran”.

Permasalahan di atas bukan semata tanggungjawab pihak tertentu. Namun semuanya menjadi bagian tanggungjawab bersama. Ketika penanganan masalah tawuran masih terkesan parsial, atau hanya dibahas dalam forum-forum tertentu, hasil yang diperoleh belum optimal.

Kejadian tawuran akan terus terulang dengan intensitas yang lebih memprihatinkan. Oleh karena itu, perlu sinergi dan komitmen kuat antar seluruh pihak secara konsisten. Perhatian sepihak tidak serta merta menunjukkan perubahan yang signifikan.

Agar mata rantai tawuran betul-betul bisa dicegah dan tidak berulang, berikut langkah-langkah yang mungkin bisa dilakukan oleh berbagai pihak: baik keluarga, sekolah, aparat keamanan, dinas terkait, masyarakat maupun pemerintah daerah.

Pertama, bagi keluarga, anak adalah amanah dari Sang Pencipta. Tidak ada anak yang salah dengan sendirinya, namun itu adalah produk didikan orang dewasa yang keliru. Utamanya didikan orang tua sendiri sebagai guru pertama dalam hidupnya. Oleh karena itu, didiklah setiap anak dengan hal-hal yang baik. Peran orang tua dalam mendidik anak menjadi penyebab dasar perilaku dan pola pikir anak. Keharmonisan dalam keluarga sangat penting pengaruhnya terhadap psikologis anak.

Kedua, bagi pihak sekolah, meningkatkan kompetensi seluruh warga sekolah, agar betul-betul menjadi tauladan bagi siswa. Meningkatkan kegiatan pembelajaran yang berkualitas. Meningkatkan perhatian pendidik terhadap siswa yang membutuhkan perhatian khusus. Pendidikan karakter menjadi komitmen bersama dalam menanamkan nilai-nilai karakter positif terhadap siswa. Komunikasi antara pihak sekolah dengan orangtua yang lebih intensif. Menegakkan peraturan dan kedisiplinan siswa di sekolah.

Ketiga, bagi aparat keamanan, lebih intensif melakukan operasi terhadap lingkungan masyarakat, terutama pada waktu dan lokasi tertentu yang dipandang rawan terjadinya tawuran. Menjalin komunikasi yang baik dengan pihak sekolah dan masyarakat. Meningkatkan sosialisasi terhadap masyarakat oleh bagian kamtib tentang bahaya dan upaya pencegahan tawuran.

Terakhir, bagi dinas terkait dan pemerintah daerah yang menjadi ujung tombak pembuat kebijakan. Langkah awal yang perlu dilakukan oleh pemerintah daerah dan dinas terkait adalah, kerjasama melakukan pendataan langsung sekolah-sekolah yang siswanya terindikasi sering tawuran. Dinas terkait dan pemerintah daerah, harus mempunyai data sekolah sekaligus nama-nama siswa aktif yang sering melanggar peraturan bahkan pernah terlibat tawuran sebelumnya.

Selanjutnya, mengumpulkan data penyebab terjadinya tawuran, salah satunya melalui home visit pihak sekolah, pihak keamanan, dinas terkait, atau pejabat pemerintah daerah. Metode dan teknik home visit, diatur sedemikian rupa secara berencana, bertahap dan berkesinambungan.

Home visit dilakukan untuk memperoleh data real di lapangan, agar semua pihak dapat melihat, dan mengamati langsung keadaan keluarga siswa tersebut. Jika data yang diperlukan lengkap, lakukan analisis secara komprehensif dari berbagai aspek.

Hasil analisis ditindaklanjuti dengan langkah nyata sebagai solusinya. Jika siswa kekurangan kasih sayang, berikan dalam bentuk perhatian lebih. Jika kekurangan ekonomi, berikan santunan yang layak kepadanya. Jika kekurangan pendidikan umum dan ilmu agama, masukkan siswa tersebut ke sekolah yang mempunyai kurikulum keagamaan, dan digratiskan. Jika kekurangan fasilitas untuk pengembangan diri, berikan dan fasilitasi, agar segala potensinya tersalurkan untuk hal-hal yang positif.

Masyarakat merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari masalah tawuran. Sebagai warga negara yang peduli pendidikan dan masa depan bangsa, sebaiknya proaktif untuk kerjasama dengan pihak-pihak di atas dalam mencegah terjadinya tawuran. Masyarakat turut memantau dan memperhatikan perilaku siswa yang kurang wajar, dan segera melaporkan kepada pihak-pihak yang berkepentingan.

Tawuran tidak selesai jika hanya wacana. Media sosial mempunyai andil besar dalam peristiwa tawuran. Oleh karena itu, pemerintah daerah dan dinas terkait perlu kerjasama dengan pihak Telkom untuk memfilter akun-akun yang rawan dimanfaatkan oleh oknum siswa dalam melaksanakan aksinya.

Tayangan medsos yang kurang mendidik akan rentan diterima oleh siswa yang berkebutuhan khusus. Mulai saling ejek, janjian lokasi tawuran, tak lepas dari peran medsos.

Mental generasi bangsa akan hancur secara pelan-pelan, kalau tidak segera di cegah. Kebiasaan menyelesaikan sesuatu dengan ejekan, kekerasan, dan adu otot akan menjadi budaya yang berbahaya. Nilai-nilai kekeluargaan semakin memudar, karena diwarnai kebencian.

Kerugian jiwa, materi dan kerusakan layanan publik merugikan semua pihak. Kerjasama, kepedulian dan komitmen bersama yang dilaksanakan secara konsisten, dapat mengurangi frekuensi tawuran di masa yang akan datang. Mari tingkatkan khidmat kita untuk masa depan bangsa dan negara yang lebih baik.(*)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *