Polri Kantongi Akun Resmi Penyebar Pertama

Karopenmas Divhumas Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo. (Dok JawaPos.com)

JAKARTA, RADARSUKABUMI.com – Viralnya jual beli Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan Kartu Keluarga (KK) di media sosial berbuntut panjang. Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil (Ditjen Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri telah membuat laporan polisi untuk mengungkap perkara ini.

Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Mabes Polri, Brigjen Pol Dedi Prasetyo mengatakan, Direktorat Siber Bareskrim Polri akan mendalami hal ini. Dari laporan yang dibuat masih dianggap kurang karena bukti yang diajukan kurang kuat. “Hasil diskusi kemarin diperlukan penguatan bukti-bukti yang akan dilaporkan kepada Dirsiber,” ujar Dedi di kantor Divisi Humas Mabes Polri, Jakarta Selatan, Rabu (31/7).

Bacaan Lainnya

Dedi menjelaskan, dalam kasus ini ada dua pidana berbeda. Pertama terkait isi konten, dan kedua terkait penyebaran berita bohong atau hoax. “Kalau isi kontennya terkait menyangkut masalah pencemaran nama baik. Kalau pidana lainnya menyangkut berita hoax,” ucapnya. Dengan delik tersebut, pelaku terancam dijerat dengan Undang-Undang ITE, atau Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang penyebaran berita bohong.

Lebih lanjut, mantan Wakapolda Kalimantan Tengah itu menyampaikan, informasi yang diperoleh pihaknya dari Ditjen Dukcapil bahwa konten yang tersiar di media sosial 80 persen adalah hoax. Sedangkan 20 persen lainnya harus diklarifikasi, dikonfirmasi dan diverifikasi ulang.

Sementara itu saat disinggung apakah akun @hendraalm milik Hendra Hendrawan yang dilaporkan, Dedi enggan menyebutkan nama. Dia hanya memastikan semua akun yang berhubungan dengan jual beli NIK ini didalami oleh penyidik. Dan saat ini sudah dikantongi identitas akun pertama yang membuat dan menyebarkannya. “Semua akun. Tapi tim Dirsiber sudah menemukan akun resmi yang pertama kali menyebarkan dan memviralkan,” tegasnya.

Dalam pengusutan kasus ini, polisi menggolongkan pelaku dalam 3 kategori. Yakni kreator, buzzer dan forwarder. Seluruh fakta hukum akan didalami dari 3 pihak ini. Untuk kreator dan buzzer bisa dikenakan pidana, sedangkan forwarder biasanya hanya diperingatkan agar lebih berhati-hati dalam meneruskan ssbuah konten di media sosial.

Sebelumnya, beredar di media sosial informasi dari warganet mengenai jual-beli data pada KK dan NIK. Informasi ini diunggah pemilik akun Twitter @hendralm pada (26/7). Dia mengunggah foto yang berisi jual-beli data pribadi yang dilakukan sejumlah akun di media sosial.

Ilustrasi: data kependudukan e-KTP. (Mugni Supardi/Radar Sulteng)
“Ternyata ada ya yang memperjualbelikan data NIK + KK. Dan parahnya lagi ada yang punya sampai jutaan data. Gila gila gila,” demikian unggahan pemilik akun itu.

Dalam unggahan foto tersebut, tampak bukti-bukti percakapan jual-beli data pribadi KK dan NIK di grup Facebook bernama Dream Market Official. NIK dan KK itu diduga digunakan untuk mendaftar ke berbagai aplikasi.

Kementerian Dalam Negeri membantah pihaknya melaporkan pemilik akun @hendralm, yakni Hendra Hendrawan ke Direktorat Tindak Pidana Cyber Bareskrim Polri. Menurut pihak Kemendagri, yang dilaporkan adalah peristiwa viral terkait isu jual beli data kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) dan kartu keluarga (KK). “Kami melaporkan peristiwanya ke Bareskrim Polri. Kita tidak melaporkan orang, melaporkan peristiwa di media sosial itu,” kata Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) Kemendagri Zudan Arif Fakhrulloh kepada JawaPos.com, Rabu (31/7).

Zudan pum memastikan data kependudukan yang tersimpan di e-KTP dan KK masih tersimpan aman oleh Ditjen Dukcapil Kemendagri. Sehingga dia mengimbau masyarakat untuk tidak perlu khawatir terkait isu yang viral di media sosial.

 

(Aji/jpg)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *