Petahana Terbelah, Penantang Peroleh Berkah

M Tahsin Roy

Jelang perhelatan Pilkada Sukabumi 2020 mendatang, hiruk pikuk politik mulai dikumandangkan, diskusi mengenai para kandidat bakal calon tidak hanya pada sebatas elit-elit politik lokal saja, melainkan merambah di berbagai forum tak formal, seperti di kaki lima, tengah laman dan forum-forum lain yang melibatkan warga dalam jumlah kecil.

Obrolan ramai dan panas pun terjadi di media sosial (medsos) terutama facebook. Para aktivis politik, wartawan dan peminat terus berinteraksi dalam forum politik. Gendrang perang narasi pun mulai ditabuh dalam menyambut momentum Sukabumi hamil tua.

Pada serial opini kali ini saya akan coba mengulas dan menakar peta politik Pilkada Sukabumi, meski situasi politiknya masih sangat cair dan dinamis. Selebihnya akan lebih jelas setelah Paslon resmi ditetapkan KPU.

Bahwa, disharmonisasi politik Marwan-Adjo (Mardjo) terlihat makin kentara. Hal itu ditandai dengan banyaknya alat-alat sosialisasi yang disebar oleh para relawan mereka. Mulai dari kaos, stiker hingga baliho yang dipasang.

Jika rivalitas pecah kongsi ini benar terjadi, nampaknya akan terjadi duel yang benar benar menyemarakkan pesta demokrasi kita. Masing-masing diantara keduanya punya kekuatan dan basis pendukung yang militan.

Pun demikian, dengan suhu politik Pilkada perlahan akan tiba pada titik kulminasinya. Sejumlah elit mulai membangun komunikasi secara sembunyi-sembunyi. Otak-atik komposisi akan terus dilakukan, beberapa nama pun akhirnya mulai digadang-gadang.

Tentu ini menjadi semacam berkah politik tersendiri, keretakan petahana akan dimanfaatkan sebaik mungkin oleh para penantangnya, Logika politiknya adalah bahwa ketika petahana tidak bersatu, maka satu diantaranya akan sangat mudah ditumbangkan.

Sebaliknya, jika petahana kembali bersatu pendapat lainnya tidak akan ada kandidat yang berani maju dalam Pilkada Sukabumi 2020. Para penantang akan berhitung dan berpikir ulang untuk melawan incumbent. Artinya, konstelasinya berubah bahkan dimungkinkan akan melawan kotak kosong.

Dan seterusnya, jika dimungkinkan head to head, yakni Petahana VS Petahana. Maka satu diantaranya akan ada yang ditumbangkan, tergantung sebarapa bagus ramuan politik serta acceptibility mereka masing-masing.

Lalu adakah peluang poros ketiga?

Lagi-lagi konstelasi politik yang akan terjadi sangat cair. Keputusan soal poros ketiga diprediksi baru akan muncul setelah Marwan atau Adjo mengumumkan calon pendamping mereka masing-masing. Artinya ini masih simulasi, testing the water.

Meski begitu, resiko politik yang akan diambil sangat berat, bahwa majunya figur muda sebagai calon poros ketiga sebagai investasi politik juga sangat kontraproduktif dalam karier politik jangka panjang.

Katakanlah misalnya, Anjak Priatna Sukma, maju mewakili pemilih muda sekaligus membentuk poros ketiga diusung oleh partai PKS dan sekutunya lalu kalah, itu sangat tidak menguntungkan. Akan lebih baik saya kira Anjak menyusun kekuatan sekaligus persiapan untuk bisa langsung bertarung hebat di Pilkada tahun 2025.

Ataukah justru poros ketiga ditujukan hanya untuk menjaga kehormatan dalam mengkelindani teoricoat tail effect Pasca Pilpres, lantas siap kah Anjak dengan segala resikonya? Jika jawabannya tidak, maka wacana Poros ketiga hanyalah kembang-kembang politik sesaat. Bukan sebuah alternatif.

Diuntungkan

Saya coba masuk pada wilayah keuuntungan, bahwa hipotesanya menunjukkan partai politik seperti Gerindra dan PDIP akan diuntungkan dalam Pilkada tahun depan karena kedua partai tersebut mampu memperoleh berkah elektoral pasca pemilu 2019 lalu.

Kita tahu Gerindra mendapatkan efek ekor jas atau coattail effect. Hal ini terbukti dengan prolehan kursi terbanyak di DPRD Kab Sukabumi. Disisi lain partai ini sangat kuat asosiasinya, dimungkinkan akan menyalip elektabilitas partai besar seperti partai Golkar misalnya.

Pun demikian dengan PDIP. Partai yang konsisten secara ideologi, jauh dari benturan faksi-faksi serta mekanisme internal partai yang masih berjalan dengan baik. Artinya, dua partai pengusung utama pasangan capres-cawapres pada Pemilu 2019 lalu akan jadi partai yang bersolek dan siap dilamar.

Berkah yang sama berlaku juga untuk partai lainnya, seperti PKS, PKB, PAN dan Demokrat. Akankah KLBK (Koalisi Lama Bersemi Kembali). Ataukah Komposisi baru yang memungkinkan pertarungan dua kubu sepadan secara elektoral. Kita lihat saja nanti.

Terakhir dari saya bahwa ilmu politik itu sangat rumit, mengalahkan matematika dan kimia. Hitung-hitungannya tak pasti, rumusnya kimianya berubah-ubah. Selebihnya objektif saja dalam menilai peristiwa politik. Terimakasih.

(*/rs)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *