Prediksi, 6 Bencana Besar Ancam Ibu Kota, Diantaranya Gunung Gede dan Sesar Cimandiri

Ilustrasi

JAKARTA – Di awal Januari 2019, Peneliti LIPI Danny Hilman Natawidjaja mengingatkan adanya ancaman bencana besar yang bakal terjadi Indonesia.

Bukan tanpa sebab, sejumlah penelitian mengungkapkan ancaman-ancaman bencana termasuk yang bakal mengguncang Ibu Kota Negara, DKI Jakarta.

Bacaan Lainnya

“Kalau ingin lebih aman, teliti dan pahami sebaik-baiknya sumber-sumber bencana disekitar kita, sehingga dapat menjauhi/mencermati zona rawan bencana dan/atau mempersiapkan diri dengan tepat dan sigap,” ungkapnya seperti dikutip Pojoksatu, Selasa (27/8/2019) dari akun Facebooknya.

Presiden Jokowi telah mengumumkan pemindahan Ibu Kota Negara dari DKI Jakarta ke Provinsi Kalimantan Timur.

Dua wilayah yang dipilih sebagai lokasi ibu kota yakni sebagian Kabupaten Penajam Paser Utara dan sebagian Kabupaten Kutai Kertanegara.

Dalam keterangannya, Senin (26/8/2019), Jokowi mengungkapkan hal-hal yang menjadi pertimbangan pemindahan ibu kota tersebut. Salah satunya menghilangkan kesenjangan antara Pulau Jawa dan luar Jawa.

Mengurangi beban Kota Jakarta dan menghilangkan Jawasentris menjadi acuan kuat ibu kota mesti dipindahkan.

Tapi berdasarkan kajian Bappenas, ada satu hal yang lebih mengkhawatirkan sehingga ibu kota begitu mendesak untuk dipindahkan.

Dalam acara Youth Talks, Selasa (20/8/2019), Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro mengungkapkan adanya potensi ancaman bencana di Jakarta.

Disebutkan wilayah Jakarta terancam oleh aktivitas Gunung Api Anak Krakatau dan Gunung Gede, potensi gempa-tsunami Megathrust Selatan Jawa Barat dan Selat Sunda, gempa darat Sesar Baribis, Sesar Lembang, dan Sesar Cimandiri.

Seberapa besar sebenarnya potensi ancaman 6 bencana tersebut bagi Jakarta? Mari kita telaah ancaman-ancaman seperti yang disebutkan Bappenas tersebut.

1. Ancaman Gunung Anak Krakatau

Pada 2011 Gubernur DKI Fauzi Bowo menyiapkan proyek perencanaan (master plan) pembangunan tanggul laut raksasa Jakarta.

Rencana itu dibuat sebagai antisipasi terjadinya gelomban tsunami yang bakal menghantam Jakarta lantaran penurunan permukaan tanah dan peningkatan permukaan air laut di wilayah Jakarta.

Menurut Foke seperti dilansir Tempo.co, jika tsunami terjadi di ujung selatan Pulau Sumatera di dekat Selat Sunda, dalam waktu empat jam gelombang tsunami akan bisa sampai ke Teluk Jakarta.

Namun asumsi itu dibantah peneliti Pusat Survei Geologi di Badan Geologi Bandung, Engkon Kertapati.

Engkon mengatakan satu-satunya potensi tsunami berasal dari Selat Sunda jika Gunung Anak Krakatau meletus dahsyat.

Dalam sejarahnya letusan Gunung Krakatau pada 1883, saat itu air laut hanya masuk menggenangi Jakarta.

“Bukan terhantam tsunami, tapi tergenang.” ujarnya.

Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho sempat mengatakan, Jakarta dan pantai utara Pulau Jawa aman dari ancaman tsunami akibat erupsi Gunung Anak Krakatau.

2. Ancaman Gunung Gede

Mantan Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) Surono atau Mbah Rono pernah mengatakan Gunung Gede bisa mengancam wilayah DKI Jakarta.

Itu dikatakannya pada 2007 lalu dan masih terngiang hingga sekarang lantaran Gunung Gede sebagai gunung api aktif memiliki periode meletus yang unik.

Gunung Gede terakhir meletus pada 1957 dengan letusan cukup dahsyat. Menurut Surono, periode letusan paling pendek Gunung Gede adalah satu tahun.

Sementara siklus sedang terdiri dari 13 tahun, 15 tahun, 21 tahun, dan 40 tahun. Sedangkan periode panjangnya 70 tahun.

Nah, dilihat dari periodenya, Gunung Gede sudah melewati periode pendek dan periode tengah.

“Apalagi gunung ini dekat dengan DKI Jakarta. Kalau pun meletus, dikhawatirkan akan mengakibatkan banyak korban,” ujarnya.

3. Ancaman Megathrust Selat Sunda

Para pakar banyak mengungkapkan potensi ancaman gempa besar Megathrust Selat Sunda yang berdampak pada ibu kota negara DKI Jakarta.

Namun peneliti Pusat Studi Gempa Nasional mengatakan Jakarta tidak akan terdampak besar. Hanya saja hal itu bukan berarti mesti diremehkan mengingat guncangannya yang dahsyat.

Beberapa wilayah yang akan terdampak besar megathrust Selat Sunda adalah wilayah yang berada di Selatan Jawa seperti Pangandaran, Cianjur, Sukabumi, hingga Selatan Banten.

“Goncangan megathrust Selat Sunda bisa sampai terasa ke Jakarta, kalau tsunaminya kecil,” kata Nuraini Jumat (23/8/2019) lalu dilansir Suara.com.

Nuraini mengungkap ketinggian tsunammi dahsyat hingga 20 meter yang akan menerjang wilayah Selatan Jawa seperti Pangandaran, Cianjur, Sukabumi, dan Banten Selatan.

“Kalau Jakarta lebih kecil lagi mungkin 1 meter enggak sampai,” ungkapnya

4. Ancaman gempa darat Sesar Baribis

Gempa besar akibat sesar aktif yang melintang sekitar 25 kilometer di selatan Jakarta sempat membuat gaduh.

Kegaduhan bermula dari pemaparan ahli geodesi Australia Achraff Koulali, yang dipublikasikan oleh Earth and Planetary Science Letters pada 2016.

Ia menemukan sesar aktif melintang sekitar 25 kilometer di selatan Jakarta.

Berdasarkan temuan Koulali, sesar ini melintang dari Purwakarta, Cibatu (Bekasi), Tangerang, dan Rangkasibitung.

Jika ditarik lurus dari Cibatu ke Tangerang, ungkapnya, secara kasar sesar ini melewati beberapa kecamatan di Jakarta seperti Cipayung, Ciracas, Pasar Rebo, dan Jagakarsa.

Hasil temuan Koulali ini berlawanan dengan apa yang terungkap selama ini soal Sesar Baribis yang membentang dari wilayah Cilacap di Jawa Tengah hingga kawasan Subang, Jawa Barat saja.

Dilansir Tirto.id, Pakar geologi dari Pusat Geoteknologi LIPI, Dr. Danny Hilman Natawidjaja, justru mengatakan temuan Koulali ini valid.

Prediksi Danny, gempa dari sesar ini bisa mencapai skala magnitudo 7.

“Jika betul terjadi, sudah hancurlah Jakarta. Berhenti kali Republik Indonesia ini.”

Dikatakan Danny sudah mengajukan riset aktivitas sesar ini sejak dua tahun lalu. Sayangnya proposalnya belum direspon positif.

5. Sesar Lembang

Sesar Lembang pernah mengguncang kawasan Bandung pada abad ke-15 dengan skala 6,5 sampai 7 magnitudo. Sampai saat ini sesar yang membentang sejauh 29 kilometer dari kecamatan Ngamprah, Cisarua, Parongpong, hingga Lembang atau titiknya dari Batu Loceng sampai Padalarang (Ciburuy) masih aktif.

Sejumlah peneliti melakukan penelitian terkait sesar aktif Lembang ini. Hasilnya dari hasil analisis pergerakan Sesar itu 3 sampai 5,5 milimeter per tahun. Pergerakannya termasuk lambat.

6. Sesar Cimandiri

Peneliti dari Pusat Survei Geologi (PSG) Badan Geologi, Asdani Soehaimi, menuturkan sesar Cimandiri mengalami pertemuan dengan sesar Lembang di Padalarang. Meski ada titik pertemuan, sejauh ini belum diketahui apakah patahan gempa bumi yang keduanya aktif itu menyambung.

Sesar Cimandiri inilah yang membuat Sukabumi sering dilanda gempa. Aktivitas sesar atau patahan gempa Cimandiri (Cimandiri Fault) panjangnya diperkirakan melintasi Padalarang, Kabupaten Bandung Barat, sampai Subang.

Dalam sejarahnya, sesar Cimandiri disebut menjadi penyebab gempa bumi Pelabuhanratu 1900, gempa bumi Citarik dan Cibadak 1973, gempa bumi Gandasolih-Sukaraja yang menimbulkan banyak rumah rusak.

Sesar Cimandiri lebih aktif daripada sesar Lembang karena posisinya yang lebih dekat dengan tumbukan lempeng tektonik di zona subduksi selatan Jawa.
(sta/pojoksatu)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *