Semua Karena Guru

Oleh : Dudung Nurullah Koswara
(Ketua PB PGRI)

Bila ada oknum Kejaksaan korup itu terkait profesi guru. Bila sejumlah kepala daerah kena OTT itu pun terkait guru. Bila ada polisi masih cari uang pungli di jalan dan di kantor itu pun karena guru. Bila politisi masih cari nafkah di legislatif itu pun terkait guru. Bahkan bila ada guru sulit berubah itu pun karena guru.

Bacaan Lainnya

Guru secara tidak langsung terkait dengan semua perilaku penghuni bangsa ini. Kesemunya pernah diajar dan dididik oleh para guru. Guru ada dibalik semua dinamika sosial di negeri ini. Mengapa lahir sejumlah oknum Kejaksaan yang korup, polisi, politisi, kepala daerah? Tiada lain karena gurunya belum seutuhnya diperhatikan oleh negara.

Realitas guru akan melahirkan realitas sosial politik. Guru yang baik akan melahirkan murid yang baik. Murid yang baik akan melahirkan masyarakat yang baik. Masyarakat yang baik akan melahirkan negara bangsa yang baik. Negara bangsa yang baik akan menjadi pemenang peradaban dan lahirnya kesejahteraan bersama.

Mengapa Jepang bangkit saat terpuruk karena PD II? Karena negara memperhatikan dan serius menempatkan guru pada tempat terbaiknya. Kaisar Jepang tahu persis posisi guru dalam menciptakan negara dan bangsa yang maju. Bila guru hanya dipandang pelengkap dan belum dimuliakan maka publik pun sulit memiliki kemuliaan kolektif.

Bila para guru, kepala sekolah dan pengawas pendidikan dianggap ASN biasa maka dampaknya akan biasa-biasa saja. Apalagi bila para guru, kepala sekolah dan pengawas menjadi “penyemir” atasan. Bermental ABS dan manut-manut melulu. Guru itu harus merdeka. Ia harus dilayani oleh atasan strukturalnya.

Ada penghormatan yang salah tapi dianggap benar. Contoh, guru begitu manut pada para kepsek. Kepsek begitu manut pada birokrat pendidikan. Birokrat pendidikan manut pada atasannya yang memberi SK. Manut-manut seperti ini adalah manut sisa-sisa zaman Belanda. Hal yang benar adalah guru “manut” pada siswa. Kepsek manut pada guru. Birokat pendidikan manut pada kepsek.

Dimulai dari sistem “manutisme” yang salah maka dunia pendidikan jadi rusak. Gara-gara manutisme ini mudah diselewengkan oknum. Kita lihat apa yang terjadi di Cianjur. Kepala sekolah menjadi korban pengepulan sejumlah uang. Siklus manutisme ini bahaya harus segera dihentikan. Guru harus merdeka. Kepala sekolah harus merdeka. Bahkan Kadisdik pun harus merdeka.

Hanya dari ASN merdeka bangsa ini akan jauh lebih merdeka. Bila para ASN masih manutisme dan menjadi “jajahan” atasan maka sampai kapan pun Indonesia akan tetap seperti ini. Jokowi mengatakan, Tinggalkan pola-pola lama, pangkas birokrasi yang mempersulit lakukan lompatan Ciptakan SDM unggul yang berhati Indonesia, berideologi Pancasila.

Selama dunia guru masih belum merdeka selama itu pula bangsa ini akan tetap jalan ditempat. Semua karena guru. Semua bisa diperbaiki mulai dari guru-gurunya. Selama siswa terbaik enggan menjadi guru, bahaya. Selama masih ada guru yang tinggal di toilet bahaya. Selama ratusan ribu guru di upah dibawah UMR bahaya. Selama guru berlum terhormat maka bangsa ini sulit menjadi terhormat.

Menurut Gubernur Sumut, Edy Rahmayadi gaji guru di Jepang 16 kali lipat gaji guru di Indonesia. Ia mengatakan “Kita mahalkan dulu dia, yang tidak cocok jadi guru, tidak usah jadi guru.” Guru harus dibayar mahal dan profesional. Selama gaji guru rendah, mental manutisme, kurang terlindungi dan menjadi asesoris daerah maka selama itu pula guru masih jadi robot pendidikan.

Semua karena guru. Semoga ke depan tidak ada lagi guru dengan gajih rendah. Bila gaji guru hari ini ditingkatkan 16 kali lipat maka 10 tahun kedepan Indonesia akan mendapatkan guru-guru super. Mengapa? Karena generasi terbaik akan memilih menjadi guru. Dari generasi super, guru super maka bangsa Indonesia akan menjadi bangsa super. Semua karena guru.

Guru-guru kita hari ini masih bermasalah. Masalah finansial. Masalah kompetensi. Masalah manutisme. Masalah politisasi. Masalah kekurangan guru dll. Plus masalah guru tak mampu mengurus organisasi profesinya. Mayoritas organisasi profesi guru diurus bukan oleh guru. Mengapa? Karena guru tak mampu bersaing dengan non guru. Bahkan guru muda milenial bisa kalah sama pensiunan birokrat.

Beruntung masih ada pensiunan, birokrat dan sejumlah profesi non guru yang mau mengurus organisasi guru. Bila tidak, bisa jadi organisasi guru dipimpin oleh hansip atau satpam. Lebih lucu kalau petugas pemakaman ngurus organisasi guru. Lucu kan? Kemana para guru? Kurang kemauan? Impoten? Atau tidak punya rasa guru? Mungkin bila kelak calon-calon guru lahir dari siswa terbaik maka organisasi guru di negeri ini mayoritas atau semuanya diurus oleh guru. Semua karena guru.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *