Pentingkah Relokasi Sekolah?

Oleh : Hema Hujaemah
Kepala SMPN 11 Kota Sukabumi

Khabar tentang relokasi ibu kota negara ke luar Pulau Jawa sudah sekian lama terdengar. Menurut Menteri PPN/Bapennas Bambang Brodjoneggoro alasan pemindahan ibu kota ke luar Pulau Jawa adalah: Pulau Jawa sudah terlalu berat menanggung beban penduduk yang luar biasa, dari 267 juta penduduk, 57% berada di Pulau Jawa, sedangkan sisanya tersebar di seluruh pulau.

Bacaan Lainnya

Jakarta sebagai ibu kota memiliki beberapa permasalahan diantaranya: rawan banjir, permukaan tanah menurun, meningkatnya permukaan air laut, kualitas air menurun bahkan tercemar, kemacetan meningkat.

Tata kelola air baku untuk kebutuhan masyarakat belum optimal, pengolahan limbah rumah tangga di Jakarta hanya 2% dari seluruh limbah penduduk. Berdasarkan alasan di atas, Pulau Jawa dan Jakarta sudah tidak layak lagi menjadi pulau tempat ibu kota negara.

Penunjukkan lokasi pengganti Jakarta tahun ini lebih mengerucut dan jelas. Menurut Presiden Joko Widodo, ibu kota negara yang baru pengganti Jakarta akan dipindahkan ke salah satu dari tiga provinsi di Kalimantan. Yakni Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, atau Kalimantan Selatan.

Keputusan ibu kota negara akan dipindahkan ke salah satu Provinsi di Kalimantan, akan segera diambil Presiden Jokowi setelah mendengarkan detail hasil kajian yang dilakukan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bapennas) serta Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Kajian diutamakan terkait dengan kebencanaan, seperti potensi banjir, dan gempa bumi, daya dukung lingkungan, ketersediaan air, dan lahan untuk infrastruktur.

Hal lain yang juga dipertimbangkan adalah hasil kajian keekonomian, demografi, sosial-politik, serta pertahanan dan keamanan. Kompas, 08 Agustus 2019, halaman 2, “Jokowi: Ibu Kota di Kalimantan”.

Menyimak, memperhatikan, dan mengamati berita di atas, ternyata ada keidentikan dengan permasalahan di sekolah tempat saya bertugas. Sehingga butuh langkah cepat, tepat sebagai solusi.

Bedanya hanya pada lingkup dan konten masalah, namun tujuannya sama yaitu demi memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat.

Berikut data internal menyangkut sarana dan prasarana diantaranya: Sekolah hanya mempunyai luas tanah dan bangunan 2.728m2, sudah tidak bisa dieksplor kemana-mana kecuali ke atas (ditingkatkan). Satu lapangan upacara sekaligus tempat olahraga yang tidak begitu luas, sehingga repot ketika ada dua kegiatan yang menggunakan lapangan secara bersamaan.

Tidak mempunyai tempat parkir, tempat ibadah belum mempunyai toilet dan tidak sesuai kapasitas peserta didik. Ruang perpustakaan dan laboratorium IPA belum sesuai standar, tidak mempunyai ruang kesenian, dan gudang. Masalah tersebut menjadi salah satu penyebab sulitnya mengembangkan kualitas kompetensi peserta didik dan kualitas pembelajaran di satuan pendidikan.

Data eksternal diantaranya: Posisi sekolah tepat berada 15m di samping rel kereta api jurusan Sukabumi-Bogor. Ini menjadi penyebab polusi suara setiap kereta lewat, yang paling mengkhawatirkan adalah keselamatan peserta didik.

Apalagi akhir-akhir ini frekuensi kereta lewat mengalami peningkatan. Jika suatu saat rel double track sudah berhasil dibangun dan difungsikan, tentu adanya peningkatan polusi suara, yang mengganggu kondusifitas kegiatan pembelajaran. Begitupun dengan keselamatan peserta didik semakin terabaikan.

Masalah lain, tepat dipinggir rel kereta seberang sekolah, berjajar tempat hunian dan usaha individu, yang mengganggu estetika depan sekolah. Ditambah dengan para pedagang yang tetap berjualan sampai sore, meninggalkan sampah berserakan, sehingga lengkap kesan kumuhnya.

Sedangkan tempat belajar mengajar identik dengan proses pendidikan, harus terhindar dari semua itu. Aspek kenyamanan, keamanan, keindahan, harus diperhatikan dan menjadi prioritas.

Selain hal di atas, dilihat dari jumlah sekolah, kecamatan Warudoyong termasuk salah satu kecamatan yang mempunyai SMPN terbanyak, yaitu: SMPN 7, SMPN 10, SMPN 11, dan SMPN 16. Ini akan berpengaruh terhadap sistem PPDB yang berbasis zonasi.

Akibatnya kekurangan siswa di sekolah tertentu selalu terulang dari tahun ke tahun terutama PPDB tahun 2019, yang cukup signifikan. Dampaknya ada rombel yang tidak terisi, dan yang terisipun memiliki jumlah siswa kurang dari 32. Sementara di sekolah tertentu mempunyai keadaan berbanding terbalik dengan kondisi di atas.

Ini suatu tanda belum adanya pemikiran yang serius dan solusi terbaik dari pihak terkait penentu kebijakan. Selain sistem PPDB yang terus dibenahi dan dilaksanakan secara konsisten oleh semua pihak, perlu adanya kebijakan lain yang lebih cerdas. Berikut ini alternatif solusi yang bisa dijadikan referensi bagi penentu dan pembuat kebijakan.

Diawali dengan melakukan survai dan pendataan ke sekolah-sekolah yang berada di kecamatan Warudoyong khususnya SMPN 11 dan SMPN 7. Amati, catat, pikirkan, analisis dan segera lakukan langkah nyata untuk mengatasi permasalahan di satuan pendidikan yang berangkutan.

Pertama: Merger SMPN 11 dengan SMPN 7, proses pembelajaran difokuskan di SMPN 7. Selain mempunyai lahan yang cukup untuk pengembangan sarana pendidikan lain, prasarana dan fasilitas belajarpun sudah cukup lengkap. Faktor keamanan, kenyamanan, dan keindahan di SMPN 7 sudah baik. Hanya satu saja yang kurang, yaitu aksesabilitas menuju SMPN 7 belum direalisasikan. Cukup sudah puluhan tahun tanpa angkutan kota, sudah saatnya Pemerintah Daerah lebih peduli terhadap dunia pendidikan. Buka trayek angkutan umum ke SMPN 7, tidak perlu setiap waktu melewati sekolah, cukup dua waktu saja, yaitu ketika menjelang masuk KBM dan ketika pulang KBM.

Kedua, relokasi SMPN 11 ke tempat di luar wilayah Warudoyong, seperti layaknya rencana pemindahan ibu kota Jakarta ke Kalimantan. Jika melihat peta distribusi sekolah negeri di tiap kecamatan, dan kebutuhan akan ketersediaan sekolah, akan cocok dipindahkan ke daerah kecamatan Lembur Situ, atau kecamatan Baros. Mengingat di kecamatan tersebut baru terdapat satu SMPN. Untuk wilayah Lembur Situ, baik di tempatkan sekitar Cikundul, sedangkan untuk wilayah kecamatan Baros bisa ditempatkan sekitar Jl. Baros sebelum terminal Jubleg.

Mengingat kedua sekolah yang berada di kecamatan tersebut dengan PPDB sistem zonasi, belum bisa menampung calon peserta didik yang berdomisili di ujung kota atau perbatasan antara kota dengan kabupaten. Semoga dengan ditambahnya satu sekolah di antara kedua wilayah tersebut, hak peserta didik untuk mendapatkan pendidikan berkualitas milik pemerintah secara bertahap akan terpenuhi.

Para penentu kebijakan hendaknya mulai responsif terhadap beberapa permasalahan berbasis data real di lapangan, kaji dan analisis sisi baik dan benarnya. Ambil tindakan nyata, salah satunya berani untuk mengambil kebijakan dan dilaksanakan bersama-sama.

Perlahan dilakukan, suatu saat akan terbukti.

Tantangan dan hambatan akan menyertai, namun berkat komitmen bersama, semua akan terlewati. Prioritaskan pelayanan terhadap peserta didik, karena peserta didik adalah asset masa depan bangsa. Semua anak usia sekolah berhak mendapatkan pendidikan yang bermutu.

Jika tidak disiapkan segala bentuk fasilitas, SDM dan SDA yang mumpuni, sepertinya pendidikan yang berkualitas hanya angan belaka. Sebaik apapun ide akan sesuatu, jika hanya sebatas dibahas dan ditulis tanpa tindakan, sama saja dengan mimpi.(*)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *