Kisah Guru Honorer K2 yang Digaji Rp300 Ribu per Bulan

dok.JPNN.com ILUSTRASI: Sebelum masuk kelas, para siswa SD disambut guru-gurunya.

RADARSUKABUMI.com – Titip Kue ke Warung-warung, Yana Tidak Tega Abaikan Nasib Murid
Kehidupan Yana Suryana barangkali bisa menjadi semacam potret nasib ratusan ribu guru honorer K2 yang ada saat ini. Tenaga mereka dibutuhkan, masalah gaji diabaikan.

Yana Suryana merupakan guru honorer K2 di SDN Tanjungharapan, Cianjur, Jawa Barat (Jabar). Sudah belasan tahun mengabdi, belum juga diangkat menjadi PNS. Padahal beban pekerjaannya setara guru PNS. Sebelum pukul 07.15 Wib, Yana sudah harus ada di sekolah. Maklum saja, di SDN Tanjungharapan, hanya ada dua guru PNS ditambah honorer K2 tiga orang. Dan lima orang lagi honorer non-kategori. Sementara, di sekolah tersebut terdapat delapan rombongan belajar (rombel).”Ya tidak cukup memang jumlah gurunya kalau dilihat dari jumlah rombelnya. Guru PNS saja cuma dua. Jadi mana bisa dibilang guru itu banyak. Yang banyak itu guru honorer,” kata Yana, Minggu (11/8).

Yana yang juga pengurus Aliansi K2 Indonesia (AK2I) Kabupaten Cianjur menceritakan derita guru honorer K2. Pukul 07.15, mereka harus buru-buru ke sekolah. Rutin, dispilin karena daftar hadir menggunakan sistem elektronik. Kalau terlambat semenit saja, mereka dianggap absen. Padahal sebagian honorer K2 sebelum ke sekolah harus cari tambahan lain. Seperti menitipkan dagangan kue ke warung-warung.

Pekerjaan sambilan ini harus dilakoni agar bisa memenuhi biaya hidup keluarga. Dengan gaji Rp200 ribu sampai Rp350 ribu per bulan, sangat tidak mencukupi kebutuhan keluarga.”Banyak kawan kami yang jualan online juga. Yang pinter bikin kue, nitip jajanan ke warung-warung. Pulang sekolah jam 14.30, baru diambil lagi tempat kuenya. Syukur-syukur kalau dagangannya habis. Kalau enggak habis ya disedekahkan ke anak-anak,” tutur Yana.

Yang membuat dia sedih bila berpapasan dengan pekerja bangunan. Meski buruh bangunan ini tidak tampil rapi, tapi penghasilan mereka lebih baik dibanding guru honorer. Berbeda dengan guru yang tampil rapi, menenteng tas, mengenakan sepatu, tapi gaji per bulannya hanya separuh pendapatan buruh bangunan.”Saya sering bertemu dengan teman yang bekerja sebagai buruh bangunan. Sambil berjalan ada obrolan ringan, saling menanyakan status sampai dengan penghasilan. Kalau sudah begitu saya pasti malu banget. Karena ternyata pekerja bangunan yang hanya berijazah SD dibayar Rp125 ribu per hari,” paparnya.

Sempat terpikirkan oleh Yana untuk beralih profesi dan meninggalkan statusnya sebagai pendidik. Namun, hati Yana tidak tega bila mengabaikan nasib anak didiknya yang butuh sosok guru.”Kami menangis sambil mengelus dada kalau lihat teman-teman buruh bangunan yang berijazah SD hidupnya lebih mapan daripada kami. Ingin rasanya alih profesi tapi beban seorang pendidik terhadap siswa didiknya yang kami tidak bisa meninggalkan profesi guru ini,” keluhnya.

Kini, Yana hanya berharap pemerintah memerhatikan nasib honorer K2. Betapa banyak pengorbanan yang sudah diberikan guru honorer K2 kepada bangsa ini. Semoga seluruh guru honorer K2 diangkat statusnya menjadi PNS maupun PPPK (pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja).

 

(*)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *