Prihatin Sekda Jabar Jadi Tersangka

Ridwan Kamil

JAKARTA, RADARSUKABUMI.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan status tersangka kepada Sekda Jawa Barat Iwa Karniwa soal dugaan kasus suap proyek Meikarta, Senin (30/7) kemarin.

Hal ini membuat prihatin seluruh jajaran Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Tak terkecuali orang nomor satu di bumi pasundan, Ridwan Kamil.

Bacaan Lainnya

Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil ikut menanggapi penetapan tersangka terhadap Iwa Karniwa. Pria yang akrab disapa Kang Emil itu mengaku prihatin atas kasus hukum yang menjerat bawahannya itu. “Untuk roda pemerintahan di Pemprov Jabar tidak akan terganggu pascapenetapan tersangka terhadap Iwa Karniwa tersebut,” kata Ridwan Kamil seperti dikutip Pojok Jabar (Jawa Pos Group), Selasa (30/7).

Emil mengaku baru dapat kabar semalam. Menurutnya, penetapan Iwa Karniwa selaku Sekda Provinsi Jabar terkait permasalahan pengembangan Meikarta yang merupakan dinamika pemerintahan sebelumnya. “Saya baru mendapat kabar tadi malam terkait kasus dari KPK. Kami turut prihatin dengan situasi yang seperti ini,” tuturnya.

Meski begitu, terkait bantuan hukum, Emil mengaku, belum bisa memutuskan apakah akan memberikan bantuan hukum atau tidak terhadap Iwa Karniwa. “Kami akan mengacu pada aturan hukum dan perundang-undangan yang berlaku dalam menyikapi kasus hukum yang menjerat Iwa Karniwa. Kita ikuti sesuai aturan, sehingga belum bisa diputuskan jawabannya seperti apa, apakah dibantu atau tidak, saya kira masih kita bahas secara aturan,” katanya.

Seperti diberitakan sebelumnya, Sekretaris Daerah (Sekda) Jawa Barat (Jabar) Iwa Karniwa resmi ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait dengan Pembahasan Substansi Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Detail Tata Ruang (Perda RDTR) Kabupaten Bekasi Tahun 2017. KPK menduga, Iwa Karniwa menerima Rp 900 juta dari PT Lippo Cikarang. Wakil Ketua KPK Saut Situmorang menyampaikan, Iwa diduga menerima Rp 900 juta terkait izin suap proyek Meikarta. Mulanya, Iwa meminta Rp 1 miliar untuk menyelesaikan proses RDTR Kabupaten Bekasi.

Perkara tersebut dimulai pada 2017 ketika Kepala Bidang Penataan Ruang Dinas PUPR Kabupaten Bekasi, Neneng Rahmi Nurlaili, menerima sejumlah uang terkait dengan pengurusan Peraturan Daerah tentang RDTR Kabupaten Bekasi. “Kemudian, uang tersebut diberikan kepada beberapa pihak dengan tujuan agar memperlancar proses pembahasannya,” kata Saut dalam konferensi pers di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Senin (29/7).

Menurut Saut, sekitar April 2017 setelah masuk pengajuan Rancangan Perda RDTR, Neneng Rahmi diajak oleh Sekretaris Dinas PUPR untuk bertemu pimpinan DPRD di Kantor DPRD Kabupaten Bekasi. Dalam pertemuan itu, Sekretaris Dinas PUPR menyampaikan permintaan uang dari pimpinan DPRD terkait pengurusan tersebut.
Setelah Rancangan Perda RDTR Kabupaten Bekasi disetujui oleh DPRD Bekasi dan dikirim ke Provinsi Jawa Barat untuk dilakukan pembahasan, namun Raperda tidak segera dibahas oleh POKJA Badan Koordinasi Penataan ruang Daerah (BKPRD) sedangkan dokumen pendukung sudah diberikan. “Didapatkan informasi bahwa agar RDTR diproses Neneng Rahmi harus bertemu dengan tersangka IWK [Iwa Karniwa] selaku Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Barat,” ucap Saut.

Neneng yang sudah diputus bersalah di pengadilan kemudian mendapatkan informasi bahwa tersangka Iwa meminta uang Rp 1 miliar untuk penyelesaian proses RDTR di Provinsi. Menurut Saut, permintaan tersebut diteruskan pada salah satu karyawan PT Lippo Cikarang dan direspons bahwa uang itu akan disiapkan. Beberapa waktu kemudian, pihak Lippo pun menyerahkan uang itu pada Neneng Rahmi. “(Uang diserahkan) sekitar Desember 2017 dalam dua tahap, Neneng melalui perantara menyerahkan uang pada tersangka IWK dengan total Rp 900 juta terkait dengan pengurusan RDTR di Provinsi Jawa Barat,” jelas Saut.

Atas perbuatannya, Iwa diduga melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tlndak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. KPK juga telah menetapkan sedikitnya sembilan orang tersangka dalam kasus Meikarta ini.

Beberapa di antaranya telah mendapatkan vonis hukuman penjara dan denda ratusan juta rupiah. Empat orang selaku pemberi dari pihak swasta yakni Billy Sindoro (Direktur Operasional Lippo Group), Taryudi dan Fitra Djaja Purnama (Konsultan Lippo Group), dan Henry Jasmen (pegawai Lippo Group).

Sementara lima orang tersangka lainnya dari pihak penerima suap perizinan Meikarta di antaranya Neneng Hasanah Yasin (Bupati Bekasi), Jamaludin (Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Bekasi), serta Sahat Maju Banjarnohor (Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Kabupaten Bekasi). Kemudian, Dewi Tisnawati (Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Bekasi), dan Neneng Rahmi (Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPR Kabupaten Bekasi).

(jpg)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *