Agenda Lobi Tiongkok Prioritas Perbaikan Ekonomi

JAKARTA, RADARSUKABUMI.com – Defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) semester I-2019 melebar hingga mencapai Rp 135,8 triliun hingga Juni 2019. Angka tersebut lebih tinggi dari 2018 yang hanya Rp110,6 triliun. Presiden Joko Widodo (Jokowi) memerintahkan para menteri untuk bekerja keras meningkatkan eskpor agar keuangan negara segera surplus.

Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita pun menyambangi Tiongkok untuk melakukan lobi-lobi agar ekspor komoditi Indonesia meningkat.

Kepergian Mendag ke negeri tirai bambu itu adalah menjalankan perintah presiden demi menyelamatkan keuangan negara. Dan, lobi setingkat menteri tersebut, tidak bisa dan tidak elok jika diwakilkan. Karenanya, agenda lobi antar negara ini, adalah mutlak perlu.

“Sebagai menteri, Enggartiasto pasti mengikuti perintah presiden untuk menggenjot ekspor ke China. Itu adalah tugas utamanya, menjalankan agenda negara,” kata Guru Besar Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) Prod. Mas’ud Said, kepada wartawan, Senin (22/7).

Pengamat pemerintahan Prof Mas’us Said menilai tugas negara yang diemban oleh Menteri Perdagangan ke Tiongkok dan panggilan KPK keduanya adalah hal penting. Dan, karena posisi Menteri Enggar sebagai saksi, maka agenda pemberian keterangan, bisa dilakukan menunggu kembalinya dari agenda lobi di luar negeri. Penjadwalan ulang adalah hal biasa yang dimintakan.

“Mendag pasti punya pengacara, atau biro hukum Kemendag. Nah itu bisa berkomunikasi dengan KPK, sehingga tidak terjadi miss komunikasi, sehingga bisa dijadwalkan ulang, misalnya besok atau lusa setelah pulang ke Indonesia, ditentukan oleh yang bersangkutan bisanya kapan, jadi tidak ada masalah yang penting komunikasi,” ujarnya.

Di kesempatan berbeda, Sekjen Partai NasDem, Johnny G Plate menyatakan, dalam pelaksanaan tugasnya, prioritas seorang menteri adalah urusan negara. Kepergian Mendag ke Tiongkok, jelas bertujuan guna memperbaiki kondisi keuangan negara yang sedang defisit. Karenanya, Johny mempertanyakan, agenda pihak-pihak tertentu yang terkesan memojokkan Menteri Enggartiasto, menomorduakan pemanggilan KPK.

“Poin intinya sih Mendag sedang upayakan memperbaiki defisit dan iklim investasi pascapilpres jangan lah urusan hukum mengganggu. Apakah yang ini penting banget sampai mengorbankan perekonomian negara. Kalau soal jadwal memang tidak bisa ya tinggal dijadwalkan ulang atau tanya ke kapan bisanya baru kirim undangan,” kata Jhonny kepada wartawan, Senin (22/7).

Ia menyerukan, agar pihak-pihak yang sengaja memojokkan Mendag seolah tak taat hukum, tidak menjadikan hukum sebagai alat politik. Tugas utama para menteri bekerja untuk kepentingan negara.

“Melaksanakan tugas yang penting dan tidak menafikan kewajiban hukum, adalah hal yang harus dilakukan. Tetapi aparat hatus melihat yang mana harus diprioritaskan jadwalnya,” tuturnya.

Lebih jauh, Sekjen NasDem ini juga menambahkan, dirinya yakin bahwa KPK bisa objektif melihat mana yang prioritas utama, dan mana yang bisa didahulukan.

“Kalau dibatalkan pertemuannya (dengan Tiongkok), habis itu ada peluangnya enggak? Sebagai saksi apakah wajib? Ada banyak orang yang belum diurus (kasusnya). Apakah ini (pemanggilan) lebih penting dari (kasus) yang besar-besar dulu,” pungkasnya.

Mendag Enggartiasto Lukita kini masih berada di Tiongkok. Di sana, Mendag melakukan serangkaian lobi yang merupakan tindak lanjut dari pembicaraan dan kesepakatan yang dilakukan antara Presiden Xi Jinping dan Presiden Joko Widodo di Osaka, Jepang, beberapa waktu lalu. Saat itu, Presiden Jokowi menyampaikan kepada mitranya berbagai hal, termasuk kesulitan dalam ekspor dan defisit perdagangan ke Tiongkok yang begitu besar. Presiden Xi Jinping pun berjanji akan menindaklanjuti dan memberikan prioritas untuk menyelesaikan masalah tersebut.

Lobi-lobi ini ditujukan untuk meniadakan hambatan dalam ekspor komoditas-komiditas RI ke Tiongkok. Mendag Enggartiasto optimistis, RI bisa memperoleh USD1 miliar dalam satu tahun dengan menggejot ekspor tiga komoditas; sarang burung walet, buah, dan produk perikanan tersebut. Kini, total perdagangan Indonesia-RRT periode 2018 tercatat sebesar USD72,67 miliar atau naik 23,48 persen dari total perdagangan 2017 yang sebesar USD58,84 miliar. Adapun total perdagangan Indonesia-Tiongkok pada periode Januari-April 2019 telah mencapai USD22,4 miliar.

Seiring peningkatan nilai perdagangan, defisit yang dibukukan Indonesia juga semakin melebar. Defisit perdagangan mencapai USD18,4miliar, naik dibandingkan defisit tahun sebelumnya sebesar USD12,68 miliar. (yay)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *