Kemenristekdikti Panggil 57 Ilmuwan Diaspora

JAKARTA, RADARSUKABUMI.com – Kemenristekdikti memanggil 57 ilmuwan diaspora untuk pulang ke Indonesia. Mereka berasal dari 15 negara yang nantinya akan menularkan ilmunya dalam Simposium Cendekia Kelas Dunia (SCKD) 2019. Tahun ini, kegiatan dilaksanakan pada 18-25 Agustus 2019 di Jakarta.

Penyelenggaraan SCKD 2019 turut melibatkan Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) RI. Direktur Jenderal Sumber Daya Iptek dan Dikti, Ali Ghufron Mukti mengungkapkan, rangkaian kegiatan SCKD merupakan upaya pemerintah memberdayakan anak bangsa di manapun mereka berada untuk ikut bersumbangsih dalam pembangunan sumber daya manusia, khususnya di ranah pendidikan tinggi.

Bacaan Lainnya

“Pemberdayaan ilmuwan diaspora ini sudah diinisiasi sejak tahun 2016. Namun, tahun ini acara SCKD menjadi momentum yang baik karena sejalan dengan fokus Pemerintah untuk membangun SDM. Kami akan mengarahkan para ilmuwan diaspora pada bidang pembangunan prioritas, termasuk dalam penguatan pendidikan vokasi,” tutur Dirjen Ghufron di Jakarta.

Dirjen Ghufron menjelaskan, penyelenggaraan SCKD dari tahun ke tahun selalu mendapat antusiasme tinggi dari para ilmuwan diaspora di berbagai belahan dunia. Kendati demikian, mereka yang terpilih telah melalui berbagai tahap penyaringan.Bahkan, bagi para peserta yang pernah mengikuti kegiatan serupa di tahun sebelumnya diseleksi berdasarkan hasil riset atau kerja sama yang sudah dijajaki dengan mitra dalam negeri.
“Tahun ini kami juga membuka kesempatan tidak hanya bagi mereka yang sudah menjadi assistant professor atau associate professor, tetapi juga bagi para postdoct yang memiliki potensi. Mereka inilah yang kebanyakan merupakan akademisi muda dari generasi millennial,” sebut Guru Besar dari Universitas Gadjah Mada (UGM) ini.

Secara keseluruhan, laniut Dirjen Ghufron, kiprah para ilmuwan diaspora sejak 2016 sudah cukup membuahkan hasil yang baik. Tercatat, lebih dari 100 karya ilmiah telah dihasilkan, baik berupa joint publication, joint research, maupun paper lain dalam proceeding dan conference.

Selain itu, ada pula berbagai kerja sama instusi yang sudah terjalin melalui MoU, hingga mobilisasi dosen Indonesia ke perguruan tinggi asal ilmuwan diaspora.

Dirjen Ghufron berharap, dengan banyaknya porsi peserta baru pada SCKD 2019, mampu membuka peluang kolaborasi yang lebih luas bagi para akademisi dalam dan luar negeri. Para ilmuwan diaspora juga menjadi katalis bagi perguruan tinggi di Indonesia untuk masuk pada ranking dunia, yakni melalui transfer teknologi dan ilmu pengetahuan.

“Beberapa ilmuwan diaspora juga menjadi visiting professor program Wolrd Class Professor (WCP). Artinya, para ilmuwan diaspora tersebut memiliki kapasitas yang sejajar dengan profesor asing yang berkelas dunia, dan dituntut untuk menghasilkan jurnal Q-1 atau Q-2, dan mereka ini adalah anak bangsa,” terangnya.

Dampak penyelenggaraan SCKD tidak sebatas pada sisi akademik. Lebih lanjut, program ini mampu menjadi ajang untuk merajut jiwa nasionalisme para ilmuwan diaspora yang sudah bertahun-tahun berkarier di luar negeri. Sedangkan bagi ilmuwan diaspora, SCKD menjadi tanda bahwa negara hadir untuk memanggil mereka agar berkontribusi pada tanah kelahirannya.

Sementara keterlibatan Kemenlu dalam penyelenggaraan SCKD 2019 sendiri diharapkan mampu memperkuat diplomasi melalui jejaring dan kolaborasi para akademisi. Selain itu, ajang ini juga menjadi wadah diskusi untuk merekomendasikan kebijakan-kebijakan terkait, terutama bagi keberlanjutan peran ilmuwan diaspora yang berkarier di luar negeri.

Rangkaian acara SCKD 2019 terdiri atas simposium dan kunjungan ke perguruan tinggi di berbagai daerah. Tak hanya ilmuwan diaspora, pada acara simposium nanti juga akan hadir ilmuwan dunia, seperti Chennupati Jagadish sebagai salah satu pembicara utama. Di samping itu, hadir tokoh-tokoh penting dari kalangan akademisi hingga birokrat yang ikut mengisi sesi seminar.

 

(esy/jpnn)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *