Rekam Jejak Mentereng Deputi Gubernur Senior BI yang Baru

REKAM JEJAK BERSIH: Destry Damayanti (kanan) terpilih sebagai Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) 2019-2024 yang menggantikan Mirza Adityaswara yang pensiun.

RADARSUKABUMI.com – Destry Damayanti telah resmi terpilih secara aklamasi sebagai Deputi Gubernur Senior (DGS) Bank Indonesia (BI). Penunjukan Destry juga berjalan mulus. Lantas bagaimana ceritanya? Berikut liputannya.

Berdasarkan musyawarah mufakat, seluruh fraksi di Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI tidak ada yang menolak atas penunjukan mantan Ketua Panitia Seleksi Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tersebut.
“Komisi XI telah sepakat menyetujui Ibu Destry Damayanti sebagai deputi senior Bank Indonesia pengganti Pak Mirza sebagai DGS secara aklamasi,” kata anggota Komisi XI DPR RI, Amir Uskara di Gedung DPR RI, Jakarta, Kamis (11/7).
Ia mengatakan, Komisi XI sepakat menunjuk Destry lantaran sosoknya yang dinilai memiliki kompetensi menjadi DGS. Kompetensinya pun telah teruji oleh para ahli dalam proses uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test).
“Jadi, tidak ada catatan sama sekali,” katanya.
Rencananya, setelah proses ini, keputusan tersebut akan dibawa ke dalam sidang paripurna selanjutnya, untuk meminta persetujuan pimpinan DPR RI. Selanjutnya pimpinan DPR RI dapat meneruskan pengesahan tersebut ke Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Informasi saja, Destry merupakan sosok yang tak asing di dunia ekonomi moneter. Kemampuan dan sosoknya yang senior di dunia ekonomi membawanya sebagai anggota Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sejak 24 September 2015 lalu. Namanya pertama kali dikenal di masyarakat setelah menjabat sebagai senior economic adviser Duta Besar Inggris untuk Indonesia pada 2000-2003. Destry juga pernah menjadi peneliti dan pengajar di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia pada 2005-2006.
Tak lama menjadi dosen, karir Destry semakin melejit saat menjadi Kepala Ekonom Mandiri Sekuritas pada 2005-2011. Berkat kinerjanya, ia pun langsung menjadi Kepala Ekonom Bank Mandiri pada 2011-2015.
Setelah itu, Destry pun menjabat sebagai Ketua Satuan Tugas Ekonomi Kementerian BUMN sebelum akhirnya bergabung menjadi Komisioner LPS. Selain di kancah perekonomian, nama Destry pernah menjadi sorotan setelah menjadi Ketua Panitia Seleksi Pimpinan KPK. Dia ditunjuk oleh Jokowi untuk menguji kompetensi dan menyeleksi para calon pimpinan KPK pada periode tersebut. Adapun Destry pertama kali mendapatkan gelar sarjana ekonomi dari Universitas Indonesia (UI). Ia kemudian mengambil gelar Master of Science di Cornell University, New York, Amerika Serikat.
Saat menjalankan fit and proper test, Destry menyatakan ada lima strategi yang akan dijalankan selama lima tahun ke depan. Strategi pertama adalah mengoptimalkan bauran kebijakan yang bersifat akomodatif.
Bauran kebijakan moneter makroprudensial dan kebijakan lainnya dibutuhkan untuk menjaga stabilitas sistem keuangan. Sedangkan pada saat yang sama juga untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dengan memperhatikan dan menyesuaikan terhadap dinamika siklus bisnis dan keuangan.
Misalnya dalam situasi mencegah tekanan inflasi yang tinggi atau merespon kenaikan suku bunga global. Destry berkomitmen akan meningkatkan suku bunga domestik atau BI 7 Day Rate Repo. Namun kebijakan tersebut bersamaan dengan penjagaan stabilisasi likuidtas pada sektor perbankan.
“Untuk mendorong perbankan tetap menjalankan fungsi intermediasinya,” kata Destry.
Strategi Kedua adalah pendalaman sektor keuangan. Destry bilang, pendalaman sektor keuangan menjadi sangat penting bukan hanya untuk mendorong stabilitas ekonomi, namun juga untuk mendukung pembiayaan pembangunan ekonomi.
Menurut dia, terbatasnya sumber dana pemerintah dan domestik menyebabkan penggunaan sumber dana dari sektor swasta dan luar negeri sangat menjadi penting. Sementara faktanya, kata Destry, sektor keuangan masih relatif dangkal bila dibandingkan peer group. Hal ini juga menyebabkan tingginya volatilitas sektor keuangan Indonesia.“Sebagai gambaran di periode akhir 2018 rasio kredit terhadap PDB Indonesia hanya mencapai 37% sementara di Thailand dan Malaysia 80 persen dan 100 peren,” kata dia.
Sedangkan rasio pasar modal dalam segi kapitalisasi pasar saham terhadap PDB di Indonesia sebesar 46 persen. Angka tersebut jauh tertinggal dari Thailand yang mencapai 96 persen dan Malaysia 110 persen. Atas dasar itu, diperlukan strategi melalui ekosistem keuangan yakni penyedia dana dari segi damand, pengguna dana dari sisi supply, lembaga intermedia sebagai penunjang, asuransi, sekuritas, pengayaan instrumen keuangan, pengayaan infrastruktur dan pendukung lembaga rating.
Strategis ketiga adalah pengembangan sistem pembayaran yang lancar aman efisien dan inklusif. Dia menjelaskan, perkembangan ekonomi digital diikuti dengan perkembangan teknologi finansial berkembang pesat. Ini menjadi tantangan untuk perbankan Indonesia makin nyata karena sudah merambah ke berbagai layanan yang selama ini dilayani oleh perbankan dari sisi Bank Indonesia.
Menurut dia, hal tersebut menjadi tantangan besar karena mulai adanya pergeseran pola transaksi menuju transaksi non tunai. Pelakunya pun tidak hanya bank, namun juga melibatkan sektor non perbankan. Sebagai contoh, transaksi digital paymen periode Maret 2018 sampai Februari 2019 tumbuh 73 persen. Sementara volume e-money tumbuh 40 persen sepanjang 2018. Total nilai transaksi e-money Rp 47 triliun, volume 2,9 miliar dan total e-money intrumen secara kumulatif mencapai 167 juta.
“Hal ini akan mendorong terjadinya inovasi sistem pembayaran di mana Bank Indonesia dituntut untuk bisa mengembangkan sistem pembayaran yang lancar aman, efisien dan inklusif,” ujar dia.
Strategi ke empat adalah perkembangan ekonomi dan keuangan syariah. Sebab sebagai negara dengan jumlah populasi muslim terbesar di dunia, Indonesia belum dapat berperan banyak dalam bidang ekonomi dan keuangan syariah.
Selain itu, di sektor keuangan pangsa pasar industri syariah juga masih sangat rendah. Pada April 2019, ekonomi dan keuangan syariah hanya mencatat 5,9 persen untuk industri perbankan dan 4,2 persen untuk industri keuangan non bank dan 16 persen di pasar modal.
“Secara total hanya mencapai 8,7% dari total industri keuangan di Indonesia,” ucapnya.
Strategi terakhir adalah meningkatkan sinergi dengan pemerintah dan lembaga lainnya dalam upaya pembangunan kepada masyarakat ekonomi rendah untuk mengatasi kesenjangan sosial. Misalnya OJK untuk Sinergi kebijakan makroprudensial dan dengan kementerian keuangan terkait dengan harmonisasi kebijakan moneter dan fiskal dan dengan pemerintah.
Menurut Destry, BI membutuhkan sinergi antar lembaga terkait untuk menghadapi tantangan Indonesia yang banyak di depan mata. Sebaliknya, berbagai tantangan tersebut tidak dapat dilakukan dengan satu kebijakan yang terintegrasi. (igm)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *