Belajar Tapi Nilai Jelek (2-habis)

Maulina Ismaya Dewi

RADARSUKABUMI.com – Sering terjadi peristiwa tragis ketika kita mendapati nilai kita yang jelek, padahal kita sudah belajar. Terlebih bila belajarnya kita itu masuk kategori belajar dengan sungguh-sungguh. Maka jadilah rasa sedih, kesal, atau bahkan putus asa dan menganggap diri kita manusia terbodoh, dengan stok otak pas-pasan yang sedang berjuang mati-matian demi sebuah angka. Sebuah angka yang merupakan hasil penilaian yang selama ini menjadi patokan pintar tidaknya seseorang. Dan menjadi ukuran sukses tidaknya seseorang dalam segi belajar.

Jangan dulu pesimis dan rendah diri ketika kita menemukan permasalahan tersebut dalam kehidupan kita. Tujuh dari sepuluh orang di dunia nyatanya pernah mengalami hal tersebut. Mengapa hal itu bisa terjadi, tak lain adalah karena kurang fokus, dan terlalu berharap pada sebuah hasil namun melupakan yang namanya proses. Oleh karena itu mari kita bahas kenapa hal tersebut dapat terjadi. Tak lain adalah karena proses dalam pencapaian yang belum sepenuhnya benar.

Menurut pendapar ahli, Brower berpendapat bahwa dengan Belajar kita dapat menunjukkan adanya perubahan yang relatif dalam perilaku yang terjadi karena adanya beberapa pengalaman yang telah dialami dan juga latihan yang sudah dilakukan dalam waktu sebelumnya. Bower juga menjelaskan bahwa “Learning is acognitive process” yang artinya Belajar adalah suatu proses kognitif. Brower menjelaskan proses merupakan hal yang lebih penting dibandingkan hasil dari belajar itu sendiri.

Di sini kita akan membahas mengapa hal itu terjadi. Tak lain karena ada yang harus dibenahi dari enam kecerdasan yang dimiliki manusia (kecerdasan Spiritual, kecerdasan pengetahuan/kognitif, kecerdasan emotional, kecerdsan sosial, kecerdasan mental serta kecerdasan fisik). Untuk itu akan kita urai satu persatu permasalahannya disini.

4. Kecerdasan Sosial
Kurangnya rasa sosial. Denga kita kurang bergaul menjadikan minim informasi dan mudah sekali tertinggal berita penting. Bila kita tidak masuk sekolah di saat pengumuman akan ada ulangan, dan rasa sosial kita kurang untuk bertanya kepada teman, menjadikan kita tidak tahu akan ada ulangan. Tentunya nilai jelek karena tidak belajar. Bergaulah dengan orang-orang baik dan sholeh serta sholehah maka kita akan menerima informasi baik dan penting meski kita tidak bertanya. Dan dengan membuka luas persahabatan yang baik dengan teman-teman yang pintar akan bisa membimbing kita jika kita kesulitan dalam belajar.

Mengenai sosial dalam hal belajar ini juga terkait interaksi terhadap lingkungannya seperti yang dikemukakan oleh pendapat ahli pendidikan yaitu Slameto, yang berpendapat dari sisi psikologi, dimana belajar merupakan proses perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi siswa bersama lingkungan nya, hal ini dilakukan guna memenuhi kebutuhan mereka yang mungkin berbeda-beda.

Tidak pandai menyikapi jejaring sosial. Disaat waktu belajar masih saja membuka face book atau grup WA juga IG, sudah barang tentu pikiran akan bercabang, karena biasanya akan membuat ketagihan. Maka silent HP sementara waktu untuk konsentrasi belajar. Lebih baik membaca Al-Quran yang seusai membacanya maka akan timbul semangat belajar, InsyaAllah.

5. Kecerdasan Mental
Kurang persiapan mental. Tidak ada rasa percaya diri meski sudah belajar. Penerimaan terhadap dirinya yang kurang baik. Melihat temannya yang lebih PD (Percaya Diri) justru membuat dia makin merasa tidak bisa. Membuat jantung berdetak kencang. Terlebih sampai tangan berkeringat yang makin menambah kacau kertas menjadi basah. Dalam buku Best Sellernya Dwi Suwiknyo Ubah Lelah Jadi Lillah terdapat kutipan beliau bahwa “Ingatlah selalu bahwa yang menjadi persoalan itu bukanlah bagaimana situasi yang kita hadapi, melainkan bagaimana sikap kita dalam menghadapi situasi itu.” Sungguh suatu ungkapan yang bermakna.

Harus melatih diri agar bermental prima, seperti dengan berdzikir, menghitung 1 sampai 10 sambil menarik nafas, menyebut kalimat “nilai bagus” sebanyak dua puluh kali, dan hal lain yang tujuannya untuk mengalihkan rasa minder dan fokus kepada ulangan. Bila ingin membangun mental yang sehat tentunya pikiran positif harus terus menguasai pola berfikir kita, sugestikan diri kita berhasil, maka akan berhasil. Sesungguhnya Allah berfirman : “Aku sebagaimana prasangka hambaku kepada-Ku. Aku bersamanya jika ia berdoa kepada-Ku (H.R. Turmudzi)

Menurut pendapat ahli mengenai belajar yang terkait dengan mental adalah yang dikemukakan oleh Winkel, dimana menurutnya belajar merupakan aktivitas mental ataupun psikis yang berlangsung baik di lingkungan dengan interaksi yang aktif. Selain itu belajar diharuskan atau menghasilkan perubahan yang secara langsung ataupun tidak langsung dalam pribadi yang melakukannya. Dalam belajar akan ada hasil perubahan dalam pengelolaan pemahaman dalam sisi apapun.

Tidak disiplin. Dengan tidak disiplin belajar, tidak rutin belajar, maka bila ada kuis dadakan di sekolah yang tidak dikabari sebelumnya atau tes lisan dadakan dari guru, akan membuat nilai jelek. Maka dengan belajar rutin akan mencegah kita mendapat nilai jelek bila ada kuis atau ulangan dadakan. Disiplin lah dengan membuat jadwal rutin harian. Kapan saat belajar dan kapan saat bermain.

Terkait hal disiplin atau rutin belajar terdapat juga dalam pendapat seorang ahli, Pavlov menjelaskan belajar merupakan sebuah proses perubahan yang terjadi disebabkan adanya syarat-syarat atau condition, yang dapat berbentuk latihan yang dilakukan secara kontinuitas atau terus menerus sehingga menimbulkan reaksi (response).

Malas mengerjakan tugas dari guru. Dengan jarang atau tidak pernah mengerjakan tugas. Atau mencontek tugas temannya, membuat tidak terlatih dan mengurangi daya ingat akan suatu materi pelajaran. Sejatinya dengan tugas itu para guru mempunyai misi agar anak didik lebih mengingat materi tersebut. Maka bila tidak dikerjakan dapat dipastikan akan kurang mengingat materi tersebut.

Berkaitan tentang tugas menurut ahli Vigotsky pembelajaran terjadi bila anak bekerja ataupun mencoba menangani tugas yang belum pernah namun tugas itu telah berada dalam zone of proximal development. ZPD merupaka istilah yang dibuat Vigotsky untuk berbagi tugas yang memang terlalu sulit, namun mereka bisa melakukan hal tersebut karena adanya koordinasi dan bimbingan yang lebih terampil atau bisa diandalkan. ZPD ini umumnya cocok bagi anak-anak yang lebih suka tantangan.

Kebiasaan menghitung kancing atau bertanya kepada teman di dekat kita jika sudah mentok tidak punya jawaban. Belum tentu teman yang kita tanya itu betul jawabannya. Ada baiknya kita pikir sendiri dahulu, karena kesalahan yang berasal dari kita lebih bisa kita maafkan dibanding bila kita bertanya kepada teman ternyata salah jawabannya. Dan kalau ternyata pilihan jawaban awal kita sudah benar, namun karena kebiasaan dan tidak percaya diri bertanya kepada teman, namun ternyata jawaban dari teman kita salah, maka hal itu akan menjadi penyesalan tersendiri. Berpikirlah dahulu sebelum kancing menjadi alternatif jawaban. Terkadang ingatan itu harus dipancing dengan terus berusaha mengingat. Ingatan itu terbagi-bagi di otak yang sangat dapat dimungkinkan di detik ke sekian kita bisa mengingatnya kembali.

Tulisan yang tidak jelas. Dengan tulisan jelek atau hurufnya kecil-kecil tidak bisa di baca membuat guru malas memeriksa. Terlebih bila sang guru bermata minus atau silinder. Juga jangan gunakan pensil yang selain kurang jelas juga kurang etis. Hindari tinta berwarna merah, karena selain tidak sesuai dipergunakan untuk ujian juga efek warna merah menyilaukan.

Tidak mematuhi peraturan. Seperti tidak menggunakan pensil 2B sewaktu mengarsir jawaban pilihan ganda saat Ujian Nasional. Tidak mengarsir melingkar namun menjawab silang. Tentu saja hal ini salah dan tidak bisa terkoreksi. Terlebih bila Ujian Nasional pemeriksaannya menggunakan mesin pembaca jawaban.

Cara belajar yang tidak sesuai dengan karakter kita. Kenali cara belajar yang kita sukai dan lakukanlah. Dalam buku Quantum learning gaya belajar itu ada tiga, yaitu secara visual, auditori atau kinestetik. Bila kita orang dengan tipe belajar visual, maka dengan cara memberi garis warna warni pada point-point tulisan menjadikannya lebih suka menghafal hingga menjadi mudah menghafal. Membuat mind mapping atau video tutorial dan sebagainya. Namun jika kita tipe auditori maka sebaiknya kita merekam apa yang kita baca lalu mendengar kembali isinya dapat membuat kita cepat menghafal dan memahami. Pastinya harus mendengarkan guru saat menerangkan sudah menjadi andalan utama. Lain hal dengan tipe kinestetik dimana ia akan lebih mudah menyerap belajar hafalan dengan menggerakkan anggota tubuh, dapat mondar-mandir, menjentikkan jari dan sejenisnya.

6. Kecerdasan Fisik
Kesehatan fisik yang tidak optimal. Dengan badan yang sering sakit-sakitan. Kurang multivitamin dan asupan yang bergizi membuat badan cepat lemas hingga kurang konsentrasi dan daya berfikir melemah, jadilah nilai jelek. Untuk itu kita harus tau akan sinyal-sinyal yang diberikan oleh fisik kita. Semisal telat makan membuat magh kita kambuh, maka janganlah sampai telat makan. Usahakan sarapan pagi terlebih dulu bila ada hal penting semisal ulangan atau Ujian Nasional.

Mengenai kesehatan fisik dalam proses belajar juga dikemukakan oleh seorang ahli pendidikan yaitu Djamarah, dimana Belajar bisa diartikan sebagai suatu kegiatan dengan melibatkan dua unsur yaitu jiwa dan raga ketika melakukannya, gerak tubuh harus terlihat sejalan dengan proses jiwa agar bisa mendapatkan dan melihat adanya perubahan.

Atau sering kita dengar istilah di dalam jiwa yang sehat terdapat fisik yang kuat. Untuk itu bila ingin fisik kuat harus diawali dengan jiwa yang sehat.

Pendidikan di negara Finlandia sangat memperhatikan kesejahteraan dan kebahagiaan guru dan murid. Kesehatan fisik, emosi, dan mental guru maupun siswa menjadi hal penting dalam pendidikan. Siswa di Finlandia terbiasa beristirahat lima menit setiap 45 menit pelajaran. Setelah istirahat 15 menit, siswa Finlandia akan masuk kelas dengan melompat-lompat dan mereka akan lebih fokus selama pelajaran. Istirahat dengan frekuensi yang cukup membuat siswa tetap segar seharian.

Oleh karena itu bercermin dari pendidikan di Finlandia, selain kesehatan fisik, mental, dan emosi yang telah diuraikan di atas, maka ada baiknya ketika kita belajar

selama proses berlangsung diharapkan ada jeda istirahat. Bisa kita lakukan dengan relaksasi melihat pemandangan luar rumah, taman yang asri dan hijau. Karena warna hijau memberikan efek keteduhan sehingga memberi rasa segar dan semangat.

Atau dapat pula di sela jeda istirahat itu kita mengambil kudapan makanan ringan, atau membuat teh hangat. Seperti dalam buku karangan Dwi Suwiknyo yang ber judul Lepaskan Relakan Ikhlaskan yang berdasarkan kisah nyata, dikatakan dalam ceritanya ketika beliau sedang menghadapi ujian memasuki STAN di sela jeda belajarnya ia sempatkan untuk mengambil air ke dapur, sengaja tidak ia bawa air itu di dekatnya saat ia belajar, tak lain agar badan dapat bergerak tidak melulu diam di tempat. Hal ini pun merupakan jurus jitu untuk relaksasi sejenak dengan cara berjalan mengambil air atau membuat teh di dapur.

Kiat-kiat di atas sebagian besar masuk kategori pembelajaran Quantum Learning (QL) seperti layaknya guru dalam memberikan proses belajar mengajar dalam kelas, yaitu yang memiliki pengertian dimana kuantum merupakan terjemahan dari bahasa asing yaitu “Quantum Learning adalah kiat, petunjuk, strategi dan seluruh proses belajar yang dapat mempertajam pemahaman dan daya ingat, serta membuat belajar sebagai suatu proses yang menyenangkan dan bermanfaat.” (Bobbi DePorter & Micke Hernacki, 2011:16)

Dalam pembelajaran kuantum juga berlaku prinsip bahwa pembelajaran lurus berdampak bagi terbentuknya keunggulan. (Bobbi DePorter, et al, 2004:6-7). Oleh karena itu untuk menjadi unggul, mendapat nilai bagus, perlu kiranya memahami kiat-kiat dan cara yang baik dalam melakukan proses belajar itu sendiri. Dimana manfaat yang dapat diperoleh dari pembelajaran kuantum (Quantum Learning) menurut Bobbi DePorter & Mike Hernacki (2011:13) diantaranya adalah sikap positif, motivasi, keterampilan belajar seumur hidup, kepercayaan diri, dan sukses.

Dan kiat-kiat di atas pun lebih cenderung kepada pembelajaran gaya Finlandia yaitu mengutamakan kebahagiaan untuk mencapai sukses. Juga memakai teori-teori pendapat para ahli di bidang pendidikan yang sejak dulu telah juga diterapkan serta di uji coba keberhasilannya, dan tentunya dapat digunakan hingga era kids zaman now sekalipun.

Ternyata memang benar kalau nilai jelek merupakan kesalahan dari sebuah proses pencapaiannya. Mulai dari hal ringan sampai permasalahan kejiwaan dan spiritual juga dapat mempengaruhinya, terlebih nilai sosial dan mental yang pada era zaman now ini diperlukan, sehubungan pesatnya perkembangan jejaring sosial dan efek yang dihasilkannya, yang memerlukan sikap sosial yang tinggi dalam menyikapinya. Dan beragam hal lain yang sangat mempengaruhi dalam pencapaian nilai itu sendiri. Tapi yang pasti sebuah proses tidak akan mengkhianati hasil. Selama proses tersebut baik dan benar juga memenuhi kriteria berkualitas.

(rs)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *