Belajar Tapi Nilai Jelek (1)

Maulina Ismaya Dewi

RADARSUKABUMI.com – Sering terjadi peristiwa tragis ketika kita mendapati nilai kita yang jelek, padahal kita sudah belajar. Terlebih bila belajarnya kita itu masuk kategori belajar dengan sungguh-sungguh. Maka jadilah rasa sedih, kesal, atau bahkan putus asa dan menganggap diri kita manusia terbodoh, dengan stok otak pas-pasan yang sedang berjuang mati-matian demi sebuah angka. Sebuah angka yang merupakan hasil penilaian yang selama ini menjadi patokan pintar tidaknya seseorang. Dan menjadi ukuran sukses tidaknya seseorang dalam segi belajar.

Jangan dulu pesimis dan rendah diri ketika kita menemukan permasalahan tersebut dalam kehidupan kita. Tujuh dari sepuluh orang di dunia nyatanya pernah mengalami hal tersebut. Mengapa hal itu bisa terjadi, tak lain adalah karena kurang fokus, dan terlalu berharap pada sebuah hasil namun melupakan yang namanya proses. Oleh karena itu mari kita bahas kenapa hal tersebut dapat terjadi. Tak lain adalah karena proses dalam pencapaian yang belum sepenuhnya benar.

Menurut pendapar ahli, Brower berpendapat bahwa dengan Belajar kita dapat menunjukkan adanya perubahan yang relatif dalam perilaku yang terjadi karena adanya beberapa pengalaman yang telah dialami dan juga latihan yang sudah dilakukan dalam waktu sebelumnya. Bower juga menjelaskan bahwa “Learning is acognitive process” yang artinya Belajar adalah suatu proses kognitif. Brower menjelaskan proses merupakan hal yang lebih penting dibandingkan hasil dari belajar itu sendiri.

Di sini kita akan membahas mengapa hal itu terjadi. Tak lain karena ada yang harus dibenahi dari enam kecerdasan yang dimiliki manusia (kecerdasan Spiritual, kecerdasan pengetahuan/kognitif, kecerdasan emotional, kecerdsan sosial, kecerdasan mental serta kecerdasan fisik). Untuk itu akan kita urai satu persatu permasalahannya disini.

1. Kecerdasan Spiritual
Urutan kecerdasan ini ada di tingkat paling utama. Setiap agama mempunyai cara dan ciri tersendiri untuk bisa lebihmendekatkan diri kepada Tuhannya. Seorangmuslim maupun muslimah tidak boleh minim dalam kecerdasan spiritual ini. Dengan mendekatkan diri kepada Allah merupakan cara super untuk memohon perlindungan. Jangan lupa berdoa seusai sholat wajib, melakukan sholat tahajud, puasa senin kamis. Pokoknya ambil hati Allah dengan semaksimal mungkin. Minta agar diberi kemudahan menjawab soal-soal ujian.

Menenangkan hati dan lebih percaya diri atas kekuatan dari Allah SWT. Karena dengan mengingat-Nya maka hati akan menjadi tenang. Dan mencegah kertas ulangan kita di jahili oleh tangan-tangan jahil. Karena hanya Allah yang mampu membolak balikkan hati manusia. Yang ingin berbuat jahil InsyaAllah tidak jadi dengan pertolongan Allah. Begitupun sebaliknya bila kita sombong tidak pernah memohon pertolongan Allah, bisa saja kertas ulangan kita tercecer, basah terkena hujan dan kendala teknis lainnya, maka akan jauh dari pertolongan Allah SWT.

Niat yang jelek. Innamal a’malu binniaat. Segala sesuatu berasal dari niatnya. “Sesungguhnya amalan itu tergantung niatnya, dan sesungguhnya setiap orang akan mendapatkan apa yang ia niatkan.” (H.R. Bukhari dan Muslim). Sudah lumrah terjadi bila niat jelek maka sudah pasti hasil jelek. Seperti niat untuk mencontek dan membuat contekan. Justru akan membuat saat-saat menghadapi ulangan menjadi sesuatu hal yang menegangkan. Membuat buyar konsentrasi, terlebih bila soal tidak ada jawabannya pada contekan, dan menambah dosa pula. Niatkan kalau belajar itu untuk ibadah hanya kepada Allah SWT, bukan nilai semata.

Dalam kaitannya belajar itu ibadah berkaitan juga seperti dalam bukunya Dwi Suwiknyo Jalani Nikmati Syukuri, terdapat bab yang membahas mengenai upaya memberi nilai, makna yang tersirat dalam upaya memberi nilai adalah melayani, nilai membantu dan menolong orang lain. Dalam hal belajar ini kita bisa memberi nilai belajar kita untuk ibadah selain untuk diri kita yang ingin nilai bagus. Untuk manfaat membahagiakan orang tua jika hasilnya bagus. Untuk investasi akhirat jika dengan nilai bagus kita bisa menghantarkan kesuksesan kelak hingga dengan kesuksesan kita bisa menghasilkan karya ataupun bantuan yang ujungnya bernilai ibadah bermanfaat di akhirat. Niatkan untuk ibadah.

Seperti dalam buku Dwi Suwiknyo Ubah patah hati jadi prestasi, didalamnya ada bab yang membicarakan mengenai Raih Prestasi Berkah. Dimana diurai perihal Kontribusi Bukan Popularitas, yaitu jangan mengharap pujian karena akan berakhir sakit hati bila nyatanya tidak mendapat pujian. Fokus kepada kontribusi dimana kemampuan yang kita miliki digunakan untuk kebermanfaatan orang lain. Lalu tetaplah rendah hati. Niatkan untuk kontribusi bukan untuk sebuah pujian.

Dengan niat di tambah ucapan Bismillah. Masih dalam buku Best Seller Dwi Suwiknyo Ubah Lelah jadi Lillah dalam bab mengenai Bismillah. Agar kita fokus dalam belajar yaitu Luruskan niat, Pentingnya Bismillah, Bulatkan Tekad, Sempurnakan ikhtiar, Delete dosa, add pahala.

Senang melakukan maksiat. Ada sebuah kisah tentang masa kecil Imam Syafi’i. Imam Syafi’i rahimahullah berkata, “Aku pernah mengadukan kepada Waqi’ tentang jeleknya hafalanku. Lalu beliau menunjukiku untuk meninggalkan maksiat. Beliau memberitahukan padaku bahwa ilmu adalah cahaya dan cahaya Allah tidaklah mungkin diberikan pada ahli maksiat.” (I’anatuth Tholibin, 2 : 190)

Imam Syafi’i merenung, ia merenungkan keadaan dirinya, “Apa ya dosa yang kira-kira telah kuperbuat?” Beliaupun teringat bahwa pernah suatu saat beliau melihat seorang wanita tanpa sengaja yang sedang menaiki kendaraannya, lantas tersingkap pahanya [ada pula yang mengatakan: yang terlihat adalah mata kakinya, ada pula tersingkap karena angin, ada pula karena bertemu wanita yang berwajah hitam legam dan mengatainya dalam hati]. Maka hindarkanlah maksiat meski itu terlihat ringan. Untuk itu selalu bermuhasabah diri, introspeksi diri yang baiknya dilakukan setiap hari sesaat sebelum tidur malam, dan tetapkan dalam hati untuk mengurangi hal-hal yang tak berguna dan yang dapat menimbulkan maksiat di hari esok.

Dan yang terakhir yaitu lupa meminta doa dari orang tua dan guru. Hal ini sering terabaikan, padahal sangatlah penting. Dengan memohon di doakan maka tidak dipungkiri kalau doa dan ridho orang tua dan guru sangat di ijabah oleh Allah SWT.

2. Kecerdasan Kognitif/Pengetahuan/Intelektual
Kurangnya persiapan dalam belajar. Kurang mengasah aspek kognitif atau pengetahuan dengan hanya belajar dadakan kalau mau ada ulangan saja. Kalau ada ulangan barulah kita berusaha mati-matian tidak tidur pada malam itu. Yang harusnya biasa tidur jam 9 malam, namun bila mau ada ulangan bisa-bisa tidak tidur. Justru dengan kita kurang tidur sebenarnya inilah yang membuat masalah. Bukan salah belajarnya itu sendiri, namun dengan kurang tidur maka daya konsentrasi kita akan kurang fokus. Jadilah yang awalnya sudah menghafal namun mengantuk. Maka sia-sia membuat mudah lupa untuk mengingat kembali. Belajarlah sewajarnya dan tidur dengan semestinya. Usahakan belajar rutin hingga tak perlu belajar sekaligus satu malam, atau yang di kenal dengan istilah SKS (Sistem Kebut Semalam).

Mengenai sisi kognitif dimana teori belajar kognitif sudah mulai berkembang sejak abad terakhir karena bentuk protes terhadap teori perilaku yang telah berkembang pada masa sebelumnya. Model kognitif ini memiliki perspektif apabila peserta didik memproses informasi dan pelajaran melalui upaya mengorganisir, menyimpan ataupun menemukan hubungan antara pengetahuan yang terbaru dengan pengetahuan yang sudah ada. Model ini menekankan pada bagaimana informasi diproses bukan hasilnya saja. Usahakan langsung menyerap ilmu ketika guru mengajarkan saat itu juga. Lalu diulang kembali di rumah.

Tidak menggunakan trik dalam menghafal. Terkadang untuk mengingat hafalan di perlukan trik jitu. Semisal setelah menghafal kita uraikan dalam kertas kosong. Dengan mengingat kembali hafalan secara tertulis maka menurut penelitian akan lebih lama dalam mengingatnya. Dalam buku Teach Like Finland (Mengajar Seperti Finlandia) dimana tentang pembahasan penguasaan materi. Tim sang pengarang mengatakan bahwa untuk menjadi bahagia, salah satu hal yang harus kita miliki adalah perasaan kompeten dalam satu area tertentu, seperti memahat, koding, atau menulis. Dimana intinya untuk merasa bahagia. Maka dapat dikaitkan dengan menuliskan kembali akan membuat kita menguasai materi dan menguasai bidang menulis sekaligus.

Bisa juga menggunakan trik menghafal dengan cara membuat singkatan. Misal bila menghafal urutan pancasila yang dari 1 sampai 5 itu, maka kita buat singkatan diambil dari huruf awal kata depan setiap nomor, kalau dari urutan pancasila yang lima itu kita bisa membuat singkatan KKPKK (Ketuhanan YME, Kemanusiaan…, Persatuan Indonesia, Kerakyatan…, Keadilan…) atau beberapa huruf diawal yaitu KetKemPerKerKead.

Dengan trik dalam menghafal ini juga diperkuat dengan pendapat ahli dimana menurut seorang ahli, Jerome S. Bruner yang mengungkapkan bahwa belajar merupakan bagaimana orang tersebut untuk memilah, memilih, mempertahankan, dan mentransformasikan informasi dengan cara yang lebih aktif. Menurut Bruner selama kegiatan berlangsung akan lebih baik jika siswa dibiarkan untuk menemukan sendiri apa penyebab dan makna dari berbagai hal yang mereka pelajari, sehingga teori “menyuapi” ilmu tidak ia gunakan dalam belajar. Pasalnya siswa diberi kesempatan seluas-luasnya untuk berperan dalam memecahkan masalah sehingga mereka terlatih untuk bisa menghadapi masalah. Dengan cara tersebut diharapkan mereka mampu memahami konsep-konsep dalam bahasa mereka sendiri.

3. Kecerdasan Emotional
Emosional yang tinggi. Dengan tidak bisa mengendalikan rasa emosional kita terhadap guru, maka memungkinkan akan terjadi hal yang tidak diinginkan, salah satunya penerapan unsur subjektifitas penilaian. Dengan siswa yang emosional berakhlak kurang santun dan etika jelek kepada sang guru, maka manusiawi jika guru akan mempertimbangkan nilai dari segi akhlak ini untuk menetapkan jumlah niai akhir sang murid kelak di dalam raport. Terlebih jika guru itu wali kelasnya. Ditambah di dalam kurikulum 2013 mencantumkan nilai sikap sebagai bahan pertimbangan kelayakan kelulusan.

Kurang mengenal karakter guru. Terkadang kita harus tahu cara penilaian seorang guru itu bagaimana. Adakalanya guru tidak suka jawaban siswanya yang terlalu bertele-tele banyak narasi serta argumen. Inginnya to the point asalkan benar dan tepat. Namun adakalanya ada guru yang ingin muridnya menjawab panjang lebar dan semakin banyak semakin bagus. Bila kita tidak bisa mengenali hal ini maka jika kita menjawab to the point terhadap ujian guru yang inginnya muridnya menjawab panjang lebar, sudah barang tentu nilai akan berkurang atau jelek. Begitu pun sebaliknya.

Metode pembelajaran di Finlandia menerapkan suatu pendekatan yang harus mengenal antar siswa dan gurunya. Hal ini menguntungkan bagi siswa juga untuk lebih dapat mengenali karakter sang guru hingga mampu mengenali karakter penilaian dari sang guru itu sendiri.

Menghafal di waktu-waktu yang kurang tepat. Salah bila kita belajar di depan televisi yang menyala, atau ditengah situasi banyaknya orang yang mengganggu konsentrasi, dimana yang harusnya belajar justru jadi ngobrol. Konon menurut penelitian bahwa untuk daya ingat yang kuat maka sebelum tidur hendaknya hafalan itu di ulang kembali, lalu barulah tidur. Ada juga yang menggunakan waktu sepertiga untuk sholat tahajud digunakan untuk menghafal. Sehabis sholat tahajud di keheningan malam. Secara logika ketenangan dalam keheningan itulah sumber cepatnya hafalan.

(rs)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *