Cerita Guru Honorer asal Cikidang Soal NUPTK dan Pungli Rp200 Ribu

guru honorer sukabumi (ilustrasi)

SUKABUMI, RADARSUKABUMI.com – Ayus Up Rianto seolah tak tahu lagi harus berbuat apa agar pengajuan Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan atau NUPTK miliknya segera diproses. Guru honorer pada SMP PGRI 2 Cikidang, Kabupaten Sukabumi itu mengaku memiliki kendala mengenai hal ini.

“Saya mengajukannya awal bulan April kemarin, jadi sudah sekitar 3 bulan mentok tidak ada progres,” kata Ayus kepada Radarsukabumi.com, Selasa (18/6/2019).

Bacaan Lainnya

Ayus pun cukup intens memantau progres verifikasi dan validasi guru dan tenaga kependidikan di sekolah pada laman Kemedikbud.go.id untuk NUPTK tersebut. Dari screenshot yang dia bagikan, progresnya memang mentok pada tahap ‘approve LPMP / BP Paud-Dikmas’ alias belum disetujui oleh Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan atau LPMP Provinsi Jawa Barat.

“Dan kasus ini terjadi pada ribuan guru honorer di provinsi Jawa Barat. Sampai saat ini juga belum ada progres NUPTK-nya. Sama seperti saya,” ujar Ayus.

Bagi guru honor, kata Ayus, NUPTK adalah hal wajib sebagai identitas pendidik dan sebagai syarat mutlak dalam hal pengajuan mendapatkan sertifikasi. Dirinya pun mengaku telah menyerahkan semua persyaratan yang diminta seperti kartu tanda penduduk (KTP), SK Guru Tetap Yayasan (GTY), scan ijazah pendidikan dan SK mengajar 3 tahun terakhir.

“Saya sudah mengajar di SMP PGRI 2 Cikidang sudah tiga tahun,” ungkapnya.

Permasalahan ini, kata Ayus, juga yang dialami oleh ribuan guru honorer di Jawa Barat. Entah berapa jumlah pastinya, namun Ayus mengasumsikan jika per kecamatan ada 10 orang guru honorer dikali 47 kecamatan di Kabupaten Sukabumi, berarti ada 470 orang guru honorer di Kabupaten Sukabumi saat ini.

“Nah kalau se-Jabar, wah itu sudah pasti ribuan guru honorer,” paparnya.

Ada satu hal yang mencengangkan di balik mandeknya proses pengajuan NUPTK di tahap LPMP Jawa Barat tersebut, yakni adanya dugaan pungutan liar (pungli) yang dilakukan oleh oknum petugas. Ayus mengungkapkan, jika ingin NUPTK segera diproses dengan cepat, para guru honorer harus membayar uang sekira Rp 200 ribu kepada oknum pada bagian NUPTK.

“Info dari teman saya katanya harus dikasih duit dulu. Datang ke Bandung (LPMP Jawa Barat, red), padahal harusnya itu gratis. Sudah beberapa kali saya hubungi LPMP via website, tapi layananannya fiktif,” beber Ayus.

“Jadi pengalaman teman saya, datang ke Bandung, entah bagaimana kronologisnya, kasih duit Rp 200 ribu langsung beres dengan cepat,” imbuhnya.

Ikhtiar Ayus pun tak henti di situ saja. Dia sudah nerupaya untuk menghubungi pihak Dinas Pendidikan Jawa Barat menanyakan proses pengajuan NUPTK tersebut. Namun dia mendapatkan birokrasi yang berbelit dan dipersulit dengan sejumlah alasan.

“Dinas Pendidikan Provinsi Jabar mempersulit urusan saya, dengan alasan ini dan itu. Tidak lengkap dan lain-lain, padahal persyaratan saya sudah sangat lengkap. Sudah berbulan-bulan tidak di-approve,” kata dia.

Lantas, apa efeknya jika Ayus tak kunjung mendapatkan NUPTK? “Gak akan bisa mengajukan sertifikasi,” jawab dia.

Dengan statusnya hanya sebagai honorer, jelas sumber pendapatan Ayus hanya berasal dari dana BOS di sekolah. Nilainya sangat memprihatinkan, hanya Rp 500 ribu per bulan.

“Ya gaji saya cuma Rp 500 ribu sebulan saja. Makanya berharap dengan adanya NUPTK ini bisa dapat uang sertifikasi dari pemerintah. Saya kurang tahu berapa persisnya, tapi lumayan lah,” ujar dia.

Ayus hanya bisa berharap agar NUPTK-nya segera diproses dan selesai tanpa ada hambatan apapun. Sebab dia tegaskan sekali lagi, NUPTK sangat penting bagi guru honorer seperti dia.

“Saya cuma guru honrer yang mengajar di kampung, gak tahu apa-apa, terima apa adanya saja. Kalau seharusnya mudah, kenapa harus dipersulit. Saya berharap permasalahan yang juga menimpa guru honorer se Jawa Barat ini segera terselesaikan. NUPTK kami segera terbit tanpa ada kendala,” pungkasnya.

(izo/rs)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *