Jakarta Ketiban Pendatang Baru, Terbanyak Jateng dan Jabar

Ilustrasi Pendatang

Gelombang arus balik warga Jakarta yang melakukan mudik Lebaran terus mengalir. Beberapa masalah muncul usai musim mudik Lebaran, yakni munculnya pendatang baru.

Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) DKI Jakarta Dani Sukma mengungkapkan, pendatang baru di ibu kota didominasi dari Jawa Tengah.

Bacaan Lainnya

Provinsi Jawa Tengah, menurutnya menjadi penyumbang pendatang baru di Jakarta. ”Selain Jawa Tengah, Provinsi Jawa Barat juga penyumbang terbanyak kedua pendatang baru di DKI,” ujar Dani Sukma di Jakarta, Senin (10/6/2019).

Dani mengatakan, data tersebut diperoleh berdasarkan hasil pendataan pendatang baru di DKI setiap tahun. Namun, secara presentase dia tidak menyebutkan berapa jumlah pendatang baru dari Provinsi Jawa Tengah. ”Mayoritas ingin mengadu nasib dan menetap di ibu kota. Mayoritas bekerja di sektor swasta,” ungkapnya.

Dani menyebutkan, berdasarkan data 2018 lalu, jumlah pendatang baru di DKI sebanyak 69 ribu. Dari jumlah tersebut 31 persen bekerja di sektor swasta. Sementara 23 persen lainnya datang ke Jakarta dengan alasan ingin melanjutkan pendidikan. ”Dari 69 ribu pendatang baru tahun lalu, baru 21 ribu yang terdata,” ucapnya.

Dia menuturkan, pihaknya telah menyiapkan pelayanan bagi para pendatang baru. Pendataan akan dimulai mulai sejak H+7 Lebaran. Pendataan awal dilakukan pengurus RT dan RW serta kader Dasawisma.

Setelah mendata, Suku Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil masing-masing wilayah akan menetapkan lokasi yang banyak pendatangnya. “Di sana kami akan menyediakan layanan pencatatan sipil bagi pendatang baru, khususnya mereka yang belum memiliki identitas di daerah asalnya,” tandas dia.

Terpisah, Pengamat Tata Kota Universitas Trisaksi Nirwono Joga mengatakan pemerintah daerah harus bisa menciptakan pola urbanisasi berkelanjutan sebagai bentuk antisipasi risiko masalah timbul di kemudian hari.

”Urbanisasi tidak dapat dihentikan dan dihindari, tapi harus dikelola dengan tepat agar dapat menyejahterakan rakyat,” ujar Nirwono saat dihubungi melalui sambungan telepon, Senin (10/6/2019).

Nirwono mengatakan, Jakarta merupakan kota terbuka dan siapa saja bisa masuk di dalamnya. Namun perlu dilakukan antisipasi dengan melakukan seleksi bagi mereka yang tidak memiliki keterampilan dan sekedar ”berjudi dengan nasib”.

Beberapa dampak negatif dari pendatang yang tidak memiliki keterampilan dan tempat tinggal yang jelas di antaranya adalah menjamurnya permukiman kumuh, meningkatnya kemacetan lalu lintas, serta bertambahnya angka kriminalitas dan penyandang masalah sosial. ”Mengelola urbanisasi secara berkelanjutan bukanlah pilihan, melainkan sebuah keharusan,” kata dia.

Nirwono menyarankan Pemprov DKI Jakarta memiliki aturan yang jelas serta ketegasan terhadap para pendatang baru. Agar masalah-masalah sosial tidak meningkat.

Menurut data Badan Pusat Statistik, Provinsi DKI Jakarta merupakan provinsi terpadat di Indonesia. Pada tahun 2018, jumlah penduduk DKI Jakarta mencapai 10,4 juta jiwa.

Nirwono mengatakan Pemerintah DKI Jakarta harus memiliki strategi-strategi untuk mengatasi masalah urbanisasi. Beberapa cara tersebut seperti perencanaan tata kota yang didukung komitmen pemerintah, serta melibatkan akademisi dan dunia usaha, sekaligus kerja sama dengan daerah lain. (nas/ant/indopos)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *