400 Ribu Hektar Wilayah Jabar Selatan Sudah Dikavling Pertambangan

HARUS DIJAGA: Kawasan Geoprak Ciletuh Palabuhanratu harus dijaga kelestariannya agar tidak menjadi proyek pertambangan yang merusak lingkungan (Foto: Handi Radar Sukabumi)

RADARSUKABUMI.com, SUKABUMI — Kawasan Karst yang berada di Kawasan Geopark Ciletuh Palabuhanratu terancam hancur oleh aktivitas pertambangan. Hal tersebut menyusul keluarnya Surat Keputusan Kementerian ESDM No 3672 K/30/MEM/2017 tentang penetapan wilayah tambang Jawa Bali yang menggantikan SK 1204 K/30/MEM/2014 merupakan keputusan politik yang akan memberikan dampak semakin rusaknya ekosistem pulau Jawa dan Bali dan semakin meningkatnya bencana lingkungan hidup di pulau Jawa ke depan.

Menanggapi hal tersebut Walhi Jawa barat mendesak Gubernur Jawa Barat untuk menunaikan janji politik dengan mengeluarkan SK Moratorium izin usaha pertambangan di Jawa Barat. Direktur Walhi Jawa Barat Dadan Ramdan mengatakan, Selama kurun waktu 15 tahun terakhir, praktik bisnis tambang di Jawa Barat semakin masif baik di kawasan hutan maupun non kawasan hutan. Walhi Jawa Barat mencatat luas total areal pertambangan eksisting sudah mencapai 295.181,95.Ha atau 8 % dari total wilayah daratan Jawa Barat.

Bacaan Lainnya

Sedangkan luas areal peruntukan pertambangan secara keseluruhan mencapai 27 % dari total wilayah daratan Jawa Barat atau mencapai 995.000 ha merujuk pada dokumen RTRW di 22 kabupaten/kota di Jawa Barat dan Surat Keputusan ESDM No.3672 K/30/MEM/2017 tentang penetapan wilayah pertambangan Jawa Bali.

“Dengan sudah keluarnya Surat Keputusan ini (SK Kementerian ESDM No 3672 K/30/MEM/2017 red) menjadi ancaman serius bagi rakyat dan ekosistem hutan, karst dan pesisir laut ke depan,”ujar Dadan dalam rilisnya.

Bahkan saat ini Wilayah Jabar Selatan sekitar 400.000 Ha sudah dikavling untuk pertambangan logam, non logam, mineral, panas bumi dan radioaktif.

“Kami memastikan bahwa pertambangan di Jawa Barat bagian selatan ini akan menghancurkan ekosistem hutan, gunung, karst dan pesisir pantai selain tanah tanah masyarakat/petani yang akan terampas. Kita akan terus kehilangan hutan yang hilang akibat ditambang, “cetusnya.

Saat ini, kawasan karst yang masih tersisa sekitar 58.000 ha di Jawa Barat dan keberadaan geopark Ciletuh-pelabuhan ratu dan geopark pangandaran terancam hancur karena ditambang.

Sementara itu, Meiki W Paendong Selaku Manajer Advokasi dan Kampanye Walhi Jawa Barat mengatakan bahwa Perum Perhutani menjadi pihak yang telah membiarkan alih fungsi kawasan hutan menjadi areal tambang. Perum Perhutani gagal menjaga dan mengelola kawasan hutan. Akibatnya, kawasan hutan di Jawa Barat juga semakin menyusut akibat pertambangan yang dilakukan oleh Perum Perhutani yang bekerjasama dengan perusahaan swasta melalui skema Kerjasama Operasional (KSO) seperti yang terjadi di 14 Kabupaten di Jawa Barat.

“Kami memperkirakan KSO pertambangan di kawasan hutan mencapai 144 KSO dengan luasan tambang mencapai 24.000 Ha, semnetara yang memiliki izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH) hanya 98 buah.
Walhi Jawa Barat juga meminta pihak Provinsi Jawa Barat untuk segera menindaklanjuti pengaduan-pengaduan warga atas praktik pertambangan yang melanggar hukum, termasuk pertambangan illegal yang terjadi di Kabupaten Cianjur, Karawang, Subang, Kota Tasikmalaya, Sukabumi, Kabupaten Bandung Barat, Purwakarta, Majalengka, Garut, Tasikmalaya, “kata Meiki W Paendong.(die)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *