Emak-emak Relawan PMI Nangis karena Ponselnya Dibanting Petugas

JAKARTA, RADARSUKABUMI.com – Video emak emak relawan Palang Merah Indonesia (PMI) mendapat perlakuan kasar dari seorang pria diduga aparat viral di media sosial.

Relawan PMI itu tampak mengenakan celana jeans, hijab, kacamata, dan rompi PMI. Ia dibentak aparat, HP dirampas dan dibanting hingga hancur.

Bacaan Lainnya

Awalnya, wanita itu berdiri di tempat parkir. Ia bermain HP sambil menyaksikan penangkapan sekelompok orang yang diduga dilakukan aparat dalam aksi 22 Mei 2019.

Tiba-tiba seorang pria datang mendekati emak emak relawan PMI tersebut.

“Jangan video videoin, jangan videoin,” bentak petugas berpakaian preman tersebut.

“Gak ada yang videoin ah,” jawab relawan PMI.

“Kamu batu batu kamu. Kamu sini, buka,” kata pria itu sambil merampas HP relawan PMI.

“Astagfirullahilazim, gak ada (yang videoin) demi Allah,” kata relawan PMI.

Meski sudah bersumpah, pria itu tak mau mendengarkan relawan PMI. Ia membanting HP ibu ibu itu ke lantai dengan sangat keras.

Melihat ponsel miliknya dibanting dan hancur, relawan PMI pun langsung nangis.

“Allahu akbar, masya Allah. Astagfirullahilazim. Sumpah saya ini palang merah (PMI) loh ya. Saya bisa tuntut Anda loh ya,” katanya.

“Aku gak terima begini yah, aku gak terima handphone aku digituin. Aku lagi WhatsApp-an,” tandasnya sambil terus menangis.

Sementara itu, Organisasi kemanusiaan Medical Emergency Rescue Committee (MER-C) mengancam akan membawa kasus kekerasan 22 Mei ke Mahkamah Internasional (MI) Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB).

Dewan Penasihat MER-C, Jose Rizal Jurnalis mengatakan berdasarkan laporan dan pantauan tim MER-C di lapangan, aparat keamanan menangani pengunjuk rasa dengan kekerasan dan senjata api.

Jose Rizal mengatakan aparat keamanan menembak anak kecil, mengejar demonstran hingga ke dalam masjid, menembak dalam jarak dekat, menembak orang yang sudah jatuh, tidak memakai meriam air terlebih dahulu tetapi langsung menembakkan gas air mata, menggunakan peluru karet dan peluru tajam.

Selain itu, kata dia, polisi terkesan menghalangi petugas medis melakukan evakuasi dengan melarang ambulans masuk ke daerah konflik, menyerang ambulans dan tim medis.

Padahal, dalam Pasal 24 Konvensi Jenewa 1949 disebutkan bahwa dalam kondisi perang pun, petugas medis harus dihormati dan dilindungi dalam segala keadaan.

Jose Rizal menegaskan rencana melaporkan rusuh 21-23 Mei ke Mahkamah Internasional bukan karena alasan sakit hati atau ada tim MER-C yang diserang, tetapi karena nilai-nilai kemanusiaan yang dilanggar.

Pemerintah Indonesia pun diingatkan untuk ekstra waspada dan hati-hati terkait rencana MER-C melaporkan kasus kerusuhan 22 Mei ke Mahkamah Internasional (MI) di Den Haag, Belanda.

Pendiri Hadiekuntono’s Institute (Research, Intelligent, Spiritual), Suhendra Hadikuntono mengatakan, bisa saja ada misi terselubung dalam agenda tersebut.

Ia mengingatkan pemerintah agar ekstra hati-hati dalam menyikapinya. Dia pun menyatakan siap membantu pemerintah menyiapkan ahli hukum internasional.

Suhendra menyebutkan, Hadiekuntono Institute merupakan rumahnya pakar hukum internasional. Beberapa mantan Hakim Agung disebutkannya telah menghubunginya untuk bisa membantu.

“Jujur saja, kualitas beberapa ahli hukum internasional kita masih low grade sehingga kita terpaksa beberapa kali kalah di Mahkamah Internasional,” tuturnya.

Ia lantas mencontohkan kasus lepasnya Pulau Sipadan dan Ligitan dari tangan Indonesia karena kalah di MI.

“Bila pemerintah memerlukan, kami siap bantu dengan ahli hukum internasional yang terbaik, silakan dicek track records mereka,” pungkasnya.

(one/pojoksatu/izo/rs)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *