Gerindra-Golkar Mendominasi

Radar Sukabumi kembali menggelar simulasi pencoblosan pemilihan anggota legislatif (pileg) dan Pilpres 2019. Pada simulasi kali kedua yang dilakukan pada 22-23 Maret 2019, untuk hasil perolehan anggota DPR RI tak jauh berbeda.

Pada simulasi kali ini, Radar Sukabumi menambah jumlah surat suara, dari 1000 menjadi 3000 surat suara dan titiktitik simulasi.

Bacaan Lainnya

Bahkan, para relawan tidak lagi difokuskan di pusat keramaian seperti sebelumnya. Melainkan, menjangkau kampung-kampung agar hasilnya lebih maksimal.

Untuk di Kabupaten Sukabumi misalnya, beberapa wilayah yang dijangkau meliputi Pelabuhanratu, Cikembar, Warungkiara, Bantargadung, Cisolok, Simpenan. Selain itu, wilayah Cicurug, Cibadak, Sukaraja, Cisaat dan Kecamatan Sukabumi pun tak luput dari jangkauan simulasi.

Ditambah lagi, untuk wilayah Kota Sukabumi hampir di tujuh kecamatan semuanya ‘diobok-obok’.

Hasilnya, dua incumbent masih menjawarai perolehan suara. Dia adalah Heri Gunawan (Hergun) dari Partai Gerindra yang memperoleh 21,6 persen.

Untuk posisi kedua, ditempati Dewi Asmara dari Partai Golkar dengan perolehan 21,1 persen. Sedangkan artis cantik dari Sukabumi yakni Desi Ratnasari dari PAN melejit menempati posisi tiga dengan raihan suara 20,1 persen.

Mantan Walikota Sukabumi, M Muraz dari Partai Demokrat berada di posisi keempat dengan perolehan 11,3 persen.

Di posisi kelima ditempati Pudji Hartanto dari Partai Nasdem dengan perolehan 7,7 persen.

Sedangkan di posisi keenam ada nama Fitri Hayati dari PKS dengan perolehan 5,5 persen. Sementara itu caleg incumbent, Reni Marlinawati dari PPP berada di posisi ketujuh dengan perolehan 4,9 persen.

Nama caleg Rasta Wiguna dari PKB berada di posisi kedelapan dengan perolehan 4,1 persen.

Disusul Kiki Taher dari PDIP berada di posisi sembilan dengan perolehan 3,9 persen.

Di posisi sepuluh ditempati mantan atlet bulu tangkis, Icuk Sugiarto dari Partai Hanura dengan perolehan 1,9 persen. (lihat selengkapnya di grafis).

Pengamat Politik, Munandi Saleh menilai, dalam menentukan pilihannya, masyarakat masih melihat sisi figuritas dan popularitas calon yang akan mewakili ke tingkat pusat.

Artinya, masyarakat akan lebih memilih calon yang memang sudah dikenal di mata masyarakat atau aksestable. Makanya tak heran, hasil simulasi Radar Sukabumi masih menunjukan figur lama sebagai pemenangnya.

“Saat ini, lebih banyak yang dilihat masyarakat itu figurnya, walupun partainya pun berpengaruh. Tapi, bukan dibalik partainya baru figurnya. Melainkan, figur dulu baru partai,” ujarnya kepada Radar Sukabumi, kemarin (4/4).

Keberadaan incumbent ini, memang memiliki kans yang besar untuk dipilih oleh masyarakat. Paling tidak, incumbent itu masih memiliki pemilih ideologis, artinya pemilih yang memang tidak bisa berubah atau militan.

“Itu yang menjadi modal dasar incumbent. Tapi juga tidak menutup kemungkinan kalau kurang dalam bersosialisasi dan menyapa masyarakat, suaranya akan berkurang dan akhirnya tergeser oleh caleg lainnya baik itu dari internal ataupun partai lain,” ujarnya.

Saat ini, para Caleg incumbent terus berupaya dalam mempertahankan suaranya. Paling tidak, bisa bertahan dari raihan suara sebelumnya, lebih bagus bisa bertambah.

Pasalnya, incumbent itu mungkin sudah mempunyai wilayah dan basis massa yang sudah jelas.

Bedahalnya dengan Caleg baru, apalagi dari sisi figuritas kurang dikenal. Caleg tersebut perlu ada energi yang besar. “Mereka perlu sosialisasi yang masif ke berbagai tempat.

Tentunya berbicara sosialisasi, itu perlu didukung dengan sarana dan prasana yang memadai,” lanjut Munandi.

Kalaupun caleg itu merupakan publik figur, tinggal membangun opini yang positif di tengah masyarakat . Jika pun memang sudah dilakukan dan bisa dirasakan masyarakat oleh publik figur itu, tinggal membangun komunikasi untuk meyakinkan masyarakat.

“Bagaimana pun orang yang dikenal masyarakat atau publik figur, itu yang paling dipilih masyarakat,” katanya.

Perjalanan masa pencoblosan ini masih menyisakan waktu sekitar dua pekan lagi dan tidak menutup kemungkinan pilihan masyarakat bisa berubah dengan pilihannya saat ini.

Perubahan itu bisa terjadi karena dipengaruhi beberapa faktor, diantaranya sosialiasasi dan komunikasi.

“Di dunia politik ini, tidak ada yang statis, dari waktu ke waktu, menit ke mentik sampai detik ke detik bisa terjadi perubaha. Yang asalnya negatif tapi terkonsolidasi dengan baik, bisa menjadi positif. Terutama bagi pemilih blank spot atau belum jelas mau memilih siapa,” paparnya.(bal)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *