Baju Putih Jokowi vs Jas Prabowo, Bukan Soal Harga

RADARSUKABUMI.com – Calon presiden nomor urut 01 Joko Widodo alias Jokowi secara tak langsung menyindir pakaian yang dipilih rivalnya, Prabowo Subianto dalam foto di surat suara Pilpres 2019.

Dalam beberapa kali kesempatan di kampanye terbuka yang dimulai sejak Minggu (24/3) lalu, Jokowi selalu berujar ‘baju putih murah’, ‘putih adalah kita’, ‘coblos yang pakai baju putih’ hingga ‘jas itu mahal’ dan ‘jas itu pakaian Eropa’.

Bacaan Lainnya

Memang, Jokowi belum pernah kedapatan mengatakan ‘jangan coblos yang pakai jas’. Namun, logika sederhananya, Jokowi pengin saat hari pencoblosan nanti, masyarakat mencoblos yang pakai baju putih, bukan yang pakai jas. Begitu ‘kan?

Lantas apakah jas memang selalu menggambarkan sesuatu yang mahal? Selalu identik dengan budaya Eropa (Barat)?

Wakil Ketua Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto – Sandiaga Uno, Priyo Budi Santoso mengungkap, ada makna tersendiri di balik pilihan pakaian pasangan Prabowo – Sandiaga untuk foto surat suara itu.

Di surat suara itu, pasangan nomor urut 02 mengenakan setelan jas, dasi, dan kopiah.

Priyo menjelaskan Prabowo – Sandi ingin menampilkan diri sebagai sosok pemimpin yang akan membawa kewibawaan nasional.

Menurutnya, keputusan untuk menggunakan setelan tersebut sudah melalui diskusi panjang dengan berbagai elemen dan pakar.

“Berbagai elemen dan tokoh-tokoh yang kami undang termasuk pakar-pakar, menyimpulkan kali ini Pak Prabowo dan Sandi ingin tampil beda dengan baju yang mencitrakan kepemimpinan dan kewibawaan nasional,” kata pria yang juga Sekjen DPP Partai Berkarya itu beberapa waktu lalu.

Priyo menjabarkan, peci hitam yang dikenakan Prabowo dan Sandi merupakan gambaran masyarakat Indonesia yang mayoritas muslim. Ditambah dengan gelar haji di kolom nama, keduanya ingin merepresentasikan diri sebagai pemimpin nasional dan relegius.

“Itu sudah lengkap dan merupakan representasi yang mewakili nasionalisme keislaman karena pakai kopiah dan haji,” jelasnya.

Sementara penggunaan dasi dan jas, selain untuk menunjukkan kewibawaan juga untuk menghindari eksploitasi simbol-simbol agama dan baju adat tertentu.

“Kami meyakini tidak harus terlalu mengkesploitasi dengan menunjukkan keislaman dengan baju muslim atau baju adat tertentu. Kami hindari itu. Sengaja kami tidak memilih itu,” tutupnya.

(ian/rmol/jpnn/izo)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *