Mismatch Regulasi Dana Pendidikan

Oleh : Hema Hujaemah, M.Pd
(Kepala SMPN 11 Kota Sukabumi)

Seiring berjalannya waktu, melihat, mendengar dan mengikuti perkembangan beberapa peristiwa dalam berbagai bidang cukup menyita pikiran dan perasaan. Berbagai rasa bercampur baur dalam hati. Ada sedih, bangga, khawatir dan miris. Begitupun dalam bidang pendidikan, selalu dinamis dan menarik untuk disimak, diikuti bahkan ditanggapi.

Bacaan Lainnya

Beberapa waktu lalu dan kini bermunculan regulasi baru entah tentang guru honorer, PPPK, pendanaan pendidikan, bahkan tunjangan untuk ASN. Tentunya semuanya di buat dengan tujuan sangat baik. Selain untuk menyempurnakan suatu kebijakan, peningkatan kualitas hasil yang diperoleh, serta meminimalisir hal-hal yang tidak diinginkan.

Pertanyaannya, apakah semua regulasi itu dibuat sudah diseimbangkan dengan sistem yang sedang berlangsung? Sesuaikah dengan tujuan dan hasil yang diharapkan?.

Dunia pendidikan adalah dunia dinamis sebagai lembaga yang mempunyai beban berat mencetak manusia yang berkualitas. Tentunya dituntut untuk lebih adaptif terhadap segala perubahan apapun termasuk melaksanakan beberapa regulasi yang berlaku di dunia pendidikan.

Pengelola pendidikan dilapangan tentu saja tidak bisa mengelak dari semunya dan harus bisa melaksanakan dengan baik dan benar. Namun, berbagai pertanyaan sepertinya tak kunjung menemukan jawaban.

Salah satunya: Kapankan kebutuhan tenaga pendidik dan kependidikan sesuai dengan kebutuhan di lapangan? Kapankah distribusi pendanaan pendidikan (BOS) akan tepat waktu dan tepat sasaran?.

Itu saja dulu, sepertinya sampai sekarang belum ada solusi dan perubahan yang signifikan. Padahal kedua hal di atas termasuk urgent di dunia pendidikan untuk segera di atasi. Kekurangan tenaga pendidik dan kependidikan akan mengganggu kualitas pelayanan terhadap peserta didik sebagai masa depan harapan bangsa. Keterlambatan pendanaan pendidikanpun tidak kalah pentingnya untuk segera dipenuhi.

Layaknya tubuh kita memerlukan asupan gizi yang cukup dan seimbang, agar bisa beraktivitas dan melangsungkan kehidupannya. Sehingga diharapkan menghasilkan kualitas hidup yang baik, berkinerja baik dan tumbuh menjadi individu-individu yang baik dan sehat.

Begitupun dengan satuan pendidikan, tidak jauh berbeda dengan kondisi tubuh tersebut. Segala kebutuhan di dalamnya perlu dipenuhi tanpa bisa ditunda-tunda lagi. Namun melihat realitas yang sedang dialami pendidikan dasar milik pemerintah saat ini begitu menyedihkan. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya mengandalkan dana talangan sana-sini sambil menunggu turunnya dana BOS.

Jangankan berbicara kebutuhan sekunder dan tersier untuk meningkatkan kualitas pelayanan terhadap peserta didik. Memikirkan kebutuhan primer/pokok saja masih sulit. Sebagai contoh tri wulan satu itu mulai bulan Januari sampai dengan Maret dalam setiap tahunnya.

Rata-rata BOS cairnya paling cepat di bulan Februari pertengahan bahkan bisa mencapai bulan Maret awal. Nah bisa dibayangkan selama sebulan lebih darimana memenuhi kebutuhan pendidikan di sekolah.

Apakah semuanya harus menunggu cairnya bantuan tersebut? Tentunya tidak, sekolah harus tetap hidup, segala aktivitasnya dipastikan tidak off atau pending.

Akhirnya terjadilah hal-hal yang semestinya tidak perlu terjadi, yaitu upaya pinjam meminjam ke sana sini. Sepertinya tidak ada pilihan lagi, daripada kehidupan satuan pendidikan terputus, bagaimana nanti pandangan masyarakat terhadap sekolah yang awam terhadap pendanaan pendidikan di dalamnya.

Berbicara tentang pinjam meminjam, tentunya tidak akan sebebas ketika kita memiliki dan mengelola sendiri. Perlu kesabaran lebih jika nominal yang diharapkan tidak sesuai dengan yang diajukan. Belum lagi berbicara waktu untuk menunggu cair pinjaman tersebut, lengkap sudah ujian kesabaran bagi siapapun yang terlibat langsung di dalamnya.

Belum lagi ketika berbicara nasib saudara-saudara kami yang honorer. Apakah upahnya perlu diberikan menunggu cairnya BOS tersebut?. Sungguh kurang berperikemanusiaan ketika upah bulanannya di pending. Kebutuhan merekapun tidak bisa dipending menunggu sebulan lebih. Artinya akan bernasib sama dengan satuan pendidikan tadi, membelajarkan untuk pinjam meminjam dulu dalam memenuhi kebutuhannya. Mendingan ketika honorer tersebut mempunyai stok dana yang mumpuni untuk digunakan sambil menunggu upahnya cair. Kalau terjadi sebaliknya, semata-mata mengandalkan dari upah mendidik dan mengajarnya apa yang akan terjadi. Semuanya yang membaca dan mendengar akan ikut merasakan, apalagi yang terlibat langsung di dalam.

Terkadang pihak sekolah mempunyai kebijakan lain, atas dasar kemanusiaan. Yaitu memberikan upahnya di setiap awal bulan dengan menggunakan dana pinjaman tadi. Namun permasalahan lain muncul sehubungan dengan aturan transaksi semua belanja pegawai harus non tunai. Ketika nanti BOS cair, untuk pemenuhan bukti transaksi, tentunya sebesar nominal upahnya tersebut harus ditransfer ke rekening yang bersangkutan. Karena diawal sudah dibayarkan cash dengan dana talangan, tentunya orang yang bersangkutan perlu menarik dulu transferan itu dan mengembalikan pada pihak bendahara sekolah. Sungguh suatu hal yang sangat tidak efektif, dari sudut pandang manapun.

Begitupun dengan transaksi-transaksi lainnya dengan pihak ketiga, dominan seperti di atas. Kebutuhan dipenuhi dengan dana talangan sifatnya cash, karena rata-rata pihak ketiga tidak bisa menggalang atau menunggu pembayaran. Sedangkan untuk pemenuhan bukti sesuai aturan non tunai, akhirnya terjadi bolak balik uang dari sekolah ke pihak ketiga melalui transfer dan dikembalikan lagi oleh yang bersangkutan ke pihak sekolah. Itulah gambaran realitas yang dihadapi saat ini terkhusus di satuan pendidikan dasar milik pemerintah. Oleh karena itu, kurang adil ketika pihak manapun menuntut kami lebih profesional dan lebih meningkatkan kulitas pendidikan dengan kondisi seperti di atas.

Para kepala satuan pendidikan yang seharusnya fokus kepada tupoksinya sebagai managerial, kenyataanya tidak demikian. Pikirannya terbagi dengan memikirkan pemenuhan kebutuhan rumah tangganya. Kemana mesti mencari dana talangan, bagaimana jika kurang dan terlambat diterima, dll. Akhirnya untuk berpikir tentang kualitas sedikit terabaikan. Mengelola dana talangan seadanya hanya bisa mengcover kebutuhan pokok saja. Ujung-ujungnya output dan outcome yang dihasilkan cenderung apa adanya. Tentunya masih jauh dari harapan semuanya. Apalagi berbicara tenaga pendidik dan kependidikan yang honorer, sepertinya pikiran mereka tidak fokus, namun terbagi untuk kepentingan lainnya.

Selayaknya semua pihak lebih peka dengan fenomena tersebut. Utamanya para penentu dan pembuat kebijakan di atas. Boleh menuntut kami profesional, tapi mohon lihat apakah sistem dan kebijakan yang berlaku saat ini sudah profesional atau belum. Jangan-jangan tujuannya awalnya baik, namun karena belum dibenahi sistemnya, kebijakan tersebut menjadi dilema dan masalah bagi pelaksana di bawah. Tentu hal ini tidak bisa dibiarkan, walau bagaimanapun kebijakan yang dibuat harus berpihak kepada semuanya. Tujuan awal untuk kebaikan, kemudahan dan kesejahteraan, namun malah terjadi sebaliknya, sungguh menyedihkan.

Pertanyaan yang tak kunjung ada jawaban, kenapa aturan tentang pendanaan pendidikan dasar negeri terus berubah tetapi sistem penyaluran dana pendidikan tidak berubah dari awal sampai sekarang. Belum lagi ketika berbicara besar nominal bantuannya, rasanya sudah tidak relevan dengan kebutuhan zaman sekarang. Kami dituntut untuk adaptif terhadap perubahan, itu bukan hal sulit. Asalkan perubahan kebijakan dan sistem pun harus adaptif terhadap kebutuhan dilapangan. Tidak bisa kebutuhan dan kegiatan sekolah ditunda, seperti telatnya cair dana BOS. Kondisi sekarang, sepertinya ada ketidakseimbangan yang segera memerlukan perbaikan. Agar perahu yang ditumpangi tidak keburu tenggelam.

Pemantauan langsung ke lapangan sepertinya akan menjadi sedikit solusi terhadap dampak suatu kebijakan. Hal ini perlu dilakukan oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah secara rutin dan berkesinambungan. Pemerintah pusat tidak hanya duduk manis mengandalkan laporan sepihak yang belum tentu relevan dengan kenyataan dilapangan. Begitupun dengan pemerintah daerah sebagai lembaga yang semestinya lebih dekat dengan objeknya secara langsung. Coba lihat dan dengar keadaan kami dilapangan, diskusi dan komunikasi dengan kami agar semuanya terlihat dan terdengar langsung. Siapapun tidak akan mengetahui dengan jelas, ketika belum melihat dan terlibat di dalamnya.

Komunikasi yang baik tentunya akan menambah referensi dan data bagaimana implikasi dan dampak dari suatu kebijakan. Semuanya akan menjadi bahan pertimbangan agar semua pihak tahu sama tahu ketika suatu saat terdapat kendala. Tidak akan saling menyalahkan apalagi ketika ada temuan, hanya pihak sekolah yang disalahkan. Bahkan terkena sanksi administrasi maupun hukum. Padahal belum tentu mutlak dilakukan dengan sengaja, bisa saja karena pemahaman yang berbeda atau kondisi yang menuntut terpaksa berbuat seperti itu. Atau pembinaan yang sangat kurang dilakukan oleh lembaga-lembaga yang berkompeten dibidang itu.

Ketika pemantauan, komunikasi dan pembinaan sudah dilakukan secara sinergi dengan semua pihak. Tentunya akan membawa segalanya lebih baik. Mulai dengan pemahaman suatu kebijakan yang semakin meningkat, penerimaaan segala resiko dalam melaksanakannya. Sampai kepada hal terburuk sekalipun semua pihak akan siap mempertanggungjawabkannya. Selama ketiga hal di atas masih jauh untuk direalisasikan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah maupun lembaga yang berwenang untuk melakukan hal tersebut, sepertinya simpang siur informasi, maupun implementasi masih tetap terjadi.

Selama ini yang terlihat, baru sosialisasi saja, itupun sepertinya tidak terjadwalkan secara rutin dan berkesinambungan. Terkesan hanya sesekali dan tidak diikuti dengan pemantauan, komunikasi dan pembinaan. Apabila lembaga pemerintah yang berkepentingan mau mengetahui suatu kebijakan efektif, efisien, tepat sasaran untuk diterapkan dilapangan, cobalah adakan semacam penelitian dan pengembangan. Respondenya tentu saja semua lembaga yang terkena dampak langsung kebijakan tersebut. Hal inipun akan menjadi referensi penting dalam peninjauan dan evaluasi dari suatu kebijakan. Apakah layak untuk dipertahankan, direvisi atau sama sekali diganti.

Mendidik dan mengajar itu bukan tugas main-main dengan apa adanya namun termasuk tugas berat dalam mengembangkan kualitas proses dan hasil pembelajaran. Tunas-tunas bangsa dititipkan kepada kami untuk dikembangkan kompetensinya. Profesi apapun yang ada semuanya berkat pendidikan. Dipastikan semuanya pernah bersekolah terlepas sampai pendidikan formal apa. Bisa dibayangkan seandainya proses pendidikan terganggu dengan hal-hal teknis menyangkut kebijakan yang belum tepat sasaran. Apa yang akan terjadi dengan kualitas pendidikan di masa yang akan datang.

Kesimpulannya, perubahan kebijakan dalam bidang apapun hal yang sangat wajar sebagai wujud adaptasi terhadap perubahan tuntutan zaman. Namun harapan kami dilapangan sebagai lembaga yang melayani peserta didik menuntut semua kebijakan adaptif juga terhadap kepentingan kami di lapangan. Untuk mengetahui bagaimana penerapan kebijakan tersebut di lapangan coba lakukan pemantauan, komunikasi, pembinaan dan penelitian secara rutin dan berkesinambungan. Hal tersebut dilakukan agar penentu kebijakan bisa mengetahui secara kontekstual keberadaan dan keperluan langsung di lapangan. Selain hal itu, pembuat kebijakanpun akan lebih toleransi terhadap implementasi kebijakan yang dikeluarkannya. Terutama beberapa kendala yang mungkin ditemukan.

Semoga semua pihak bisa sama-sama mengerti dan mengerti sama-sama, bahwa semua tujuan baik, tidak akan tercapai baik, jika kebijakan tidak sesuai dengan tuntutan strategis di lapangan. Salah satu tuntutan di satuan pendidikan adalah terkait kebijakan penyaluran BOS yang harus segera diperbaiki. Seharusnya dana BOS cair di awal triwulan. Sehingga akan matching dengan kebutuhan dan perubahan regulasi dari waktu ke waktu yang terus bergulir. Dengan demikian terdapat keseimbangan antara penggunaan dan pertanggungjawaban, sesuai tuntutan regulasi terbaru saat ini.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *