Hasto Puji Permainan Boles

BERMAIN API: Sekjen Partai PDIP Hasto Kristuyano saat mempraktekan permainan bola seneu saat kunjungan ke Pondok Pesantren Dzikir Al-Fath di Merbabu Perum Gading Kencana Asri, Kelurahan Karangtengah Kecamatan Gunungpuyuh, Jumat (8/2).

RADARSUKABUMI.com, GUNUNGPUYUH — Keberadaan permainan bola seneu (Boles) yang menjadi ikon Pondok Pesantren Dzikir Al-Fath ternyata menyedot perhatian banyak kalangan. Kali ini, Kali ini giliran Sekjen PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto yang berdecak kagum dengan pertunjukan yang sudah menjadi kebudayaan di Kota Sukabumi.

Bahkan Hasto pun mempraktekan kebolehannya bermain Boles bersama para santri diberikan Pondok Pesantren Dzikir Al-Fath jalan Merbabu Perum Gading Kencana Asri, Kelurahan Karangtengah Kecamatan Gunungpuyuh, Jumat (8/2).

Bacaan Lainnya

“Suatu kehormatan bagi saya berada di tempat ini, karena tempat ini merupakan suatu cerminan jati diri bangsa Indonesia yang bangga akan kebudayaan Indonesia. Bangsa yang mencintai kebudayaannya bisa diwujudkan dengan melestarikan kebudayaan itu sendiri dan Ponpes Al-Fath berhasil mengajarkan para santrinya tidak hanya mempelajari ilmu agama saja, melainkan pengetahuan tentang sejarah dan kebudayaan Indonesia,” ujar Hasto kepada awak media.

Tidak hanya itu, pria berkacama itu pun memuji para santri dan santriwati di Ponpes tersebut lantaran kemahirannya menguasai bahasa Arab dan Inggris. “Bahasa yang digunakan santri pun luar biasa yaitu bahasa inggris dan bahasa arab, ditambah dengan lingkungan yang asri dan bersahabat dengan alam,” imbuhnya.

Ditempat yang sama, Pimpinan Ponpes Dzikir Al-Fath, KH Fajar Laksana menuturkan, lembaga pendidikan yang dikelolanya ini diharapkan mampu menjaga kearifan lokal dan juga mampu berkompetisi di pentas dunia. “Bola lengeun seneu (Boles) dan ngagotong lisung merupakan kesenian khas Kota Sukabumi yang kami harap dapat terjaga kearifan lokalnya,” tutur Fajar.

Fajar memaparkan ada arti khusus dari setiap kesenian yang ditampilkan, seperti contoh kesenian ngagotong lisung ini. “Lisung ini diibaratkan perahu yang digambarkan sebagai negara, dan tiga lubang ditengahnya artinya tiga kekuatan, yaitu kekuatan dari Allah Subhanahu Wata’ala, kekuatan dari pemimpin dan kekuatan dari rakyat,” bebernya. “Lalu sebagai pedomannya adalah Halu, diibaratkan pedoman untuk menentukan haluan sehingga lisung atau perahu ini dapat berjalan dengan baik,” sambung Fajar.

Perangkat lain yang disebutkan Fajar seperti Iteuk artinya penunjuk atau kompas, lalu ada Tali Paranti yang diartikan aturan atau Undang-Undang Dasar negara serta ketetapan aturan negara lainnya, serta empat pendekar yang membawa lisung diartikan Fajar sebagai empat pilar kebangsaan. “Pancasila, Undang-undang Dasar 45, Bhinneka Tunggal Ika dan Pembukaan adalah empat pilar bangsa dan ini semua merupakan gambaran NKRI harga mati,” pungkasnya. (cr5/d)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *