RI Tak Bisa Tarik Pajak Ketinggian

JAKARTA – Ekonom senior Universitas Gadjah Mada (UGM) Tony Prasetiantono menilai, capaian rasio pajak Indonesia saat ini yang sebesar 11,5 persen dari PDB sudah cukup baik. Menurutnya, angka itu tidak bisa dipaksakan terus tumbuh lantaran mempertimbangkan daya beli masyarakat.

“Memang ketika pajak makin agresif itu bisa mengurangi gairah orang belanja. Di satu pihak, APBN butuh kemandirian, tapi pengalaman AS menunjukkan relaksasi pajak itu meningkatkan konsumsi. itu yang dilakukan (Donald) Trump,” ujar Tony di Hotel Millenium, Jakarta, Rabu (16/1).

Di sisi lain, jika Indonesia melakukan relaksasi pajak yang akan mempengaruhi rasionya, maka penerimaan negara akan ikut terpangkas. Dampaknya, pembiayaan di beberapa sektor harus dilakukan pemerintah melalui utang.”Memang nggak mungkin melakukan (relaksasi pajak) karena utang makin banyak. Kalau AS tidak masalah karena percaya sama utang, kalau Indonesia bisa jadi masalah,” tuturnya.

Sementara itu, Managing Director Political Economy and Policy Studies Anthony Budiawan menilai rasio pajak Indonesia saat ini masih kurang baik. Bahkan, capaiannya lebih rendah dari beberapa negara tetangga. Singapura, misalnya, memiliki rasio pajak sebesar 14 persen, Malaysia sebesar 15,5 persen dan Thailand sebesar 17 persen.

“Kalau bisa mempertahankan rasio itu kita tidak perlu menambah utang. Tax amneasty ini juga seolah olah tidak berhasil. Setiap tahun bisa naik 1 persen untuk rasio pajak 4 persen sampai 2019. Tahun ini (rasio pajak) meningkat karena depresiasi rupiah. Jadi bukan dari pajak sendiri. Kalaupun meningkat tapi masih belum sesuai,” pungkasnya.

(adi)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *