Defisit BPS

RADARSUKABUMI.com – Apa boleh buat: Badan Pusat Statistik harus mengeluarkan angka ini. Kemarin. Yang secara politik tentu hanya menambah panas tahun politik. Tapi BPS adalah lembaga data. Yang harus mengumumkan hitam adalah hitam. Putih bukanlah jingga. Data tidak beragama. Tidak bersuku bangsa. Dan tidak berpartai.

Memang di negara otoriter data sering dijadikan alat politik. Dimainkan. Disembunyikan. Diungkap-ungkapkan. Data diperlakukan semaunya yang berkuasa. Meski akhirnya ketahuan juga: tidak cocok dengan kenyataan. Atau tidak sesuai dengan yang dirasakan.

Bacaan Lainnya

Maka kita terima saja data BPS yang diungkapkan kemarin itu sebagai data. Bukan sebagai Kristen di mata orang Islam. Atau Sunda di mata orang Minang. Atau Partai Republik di mata Partai Demokrat.

Datanya: Tahun 2018 Indonesia mengalami defisit neraca perdagangan 8,7 miliar dolar. Pun Kompas.com edisi kemarin melintas. Menyebut sebagai defisit yang terbesar sejak reformasi. Artinya: kita kurang ekspor; terlalu banyak impor.

Yang membuat tidak panik: rupiah cenderung menguat belakangan ini. Sehingga berita defisit itu tidak membuat nilai tukar rupiah memburuk. Padahal, biasanya, defisit neraca perdagangan dibaca sangat negatif oleh pasar uang. Apakah kita akan sempat memperbaiki rapot itu di tahun 2019?

Terserah Anda. Tapi rasanya sulit. Perhatian sudah terlanjur terlalu banyak diberikan pada politik. Termasuk di pos-pos yang harusnya memikirkan ekonomi negara. Kecuali: ada pembagian tugas yang jelas. Bagian-bagian yang mengurus ekonomi tidak usah ikut dulu memikirkan politik. Rasanya harapan seperti itu juga berlebihan.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *