Di Rusia Bertemu ”Suwe Ora Jamu” dan ”Pendet”

FOTOl BAYU PUTRA/JAWA POS BUDAYA INDONESIA: Elisabeth Nur Nilasari bersama Kirana Nusantara Dance saat berlaih menari khas budaya Indonesia.

Ketika diwawancarai, mereka duduk bersimpuh layaknya gadis Jawa tradisional. Mereka mampu bertahan dalam posisi tersebut lebih dari 15 menit. Tidak tampak ekspresi menahan sakit karena bersimpuh terlalu lama. Dengan santainya, mereka mengobrol satu sama lain, mencoba gerakan tangan, sembari tetap duduk bersimpuh. Satu hal yang bagi sebagian orang Jawa sekalipun butuh perjuangan untuk bertahan.

Elis menuturkan, klub tari tersebut terbentuk pada 2017. Tidak mudah bagi Elis mengajari orang Rusia. Kendala utama ada pada bahasa. Sebab, tidak semua penari bisa berbahasa Indonesia. Juga, hitungan nada untuk menandai gerak tari pun berbeda. Tekniknya pun berbeda. ’’Karena biasanya kalau di sini basic-nya mereka adalah tari perut,’’ tuturnya.

Bacaan Lainnya

Sementara itu, tarian Indonesia begitu kompleks. Ada gerakan tangan, kaki, bahkan sampai pada gerakan mata. ’’Ini gerakannya lembut, tapi ini dilakukan dengan energi juga,’’ lanjutnya sembari mencontohkan salah satu gerakan tangan. Mereka belum bisa menguasai sampai sedetail itu. Namun, sudah sempat mencoba.

Khusus untuk tari klasik, seperti gambyong (Jawa Tengah) atau pendet (Bali), Elis tidak menggunakan hitungan. Mereka menari mengikuti respons musik. Memang, risikonya latihan jadi lebih lama. Namun, dia tetap teguh tidak menggunakan hitungan. Sebab, menurut Elis, tari klasik tidak bisa dihitung, hanya bisa dirasakan.

Salah seorang penari, Valentina Kopotintseva, belajar sejak Maret 2017. Dia tertarik setelah melihat Elis memperagakan tarian Jawa. Sejauh ini dia sudah menguasai sepuluh jenis tarian. ’’Tarian Indonesia itu unik dan ini (latihan) menjadi cara saya mempelajari budaya Indonesia melalui bahasa tubuh,’’ tuturnya.

Sebagai penari, Kopotintseva termasuk gigih. Hampir tiap malam dia berlatih, selepas bekerja di salah satu bank di Moskow. Gerakan tubuhnya pun makin lentur, terutama saat berlatih tari-tarian klasik seperti gambyong dan pendet.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *