Rupiah Terus Menguat

RADARSUKABUMI.com, JAKARTA – Penguatan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (USD) yang berlangsung cukup lama mendapat tanggapan dari Presiden Joko Widodo. Jokowi menilai, fenomena tersebut tak lepas berbagai upaya pemerintah menjaga stabilitas ekonomi makro. Sehingga berdampak pada terjaganya kepercayaan pasar terhadap Indonesia.

Imbasnya, kata dia, arus modal asing mulai kembali masuk ke Indonesia. “Saya dengar capital inflow-nya sudah kembali masuk. Jangan kaget kalau nanti dolar turun terus,” kata Presiden dalam CEO Networking 2018, di The Ritz Carlton, Jakarta, kemarin (12/3).

Bacaan Lainnya

Rupiah memang menunjukkan penguatan dalam beberapa waktu belakangan. Selama Bulan November, rupiah telah menguat 6,3 persen. Hal itu meredakan tekanan yang sebelumnya terjadi dan menyeret mata uang garuda hingga nyaris menyentuh level Rp 15.300 per USD.

Berkat penguatan yang kembali terjadi, pelemahan rupiah yang tadinya mencapai 12 persen dapat ditekan menjadi 5,24 persen sepanjang tahun 2018 berjalan. Berdasarkan kurs tengah Bank Indonesia (BI), rupiah kemarin bertengger di level Rp 14.252. Sementara berdasarkan data Bloomberg rupiah kemarin berada di level Rp 14.244.

Jokowi menuturkan, meski diguncang sentimen global, data menunjukkan kondisi makro Indonesia masih cukup baik. Indikasinya tercermin dari pertumbuhan ekonomi yang ada di atas 5 persen, inflasi yang ada di kisaran 3 persen, dan defisit APBN yang beradi di bawah 2 persen. Hal itu menunjukkan pemerintah mengelola APBN secara hati-hati.

“Apa sih yang ingin kita bangun? Trust, kepercayaan. Bahwa kita mengelola fiskal secara hati-hati,” karena pengelolaan fiskal kita yang sangat hati-hati, prudent dan itu menambah kepercayaan internasional,” ujarnya.

Mantan walikota Solo itu menambahkan, satu-satunya titik kelemahan kondisi ekonomi Indonesia adalah defisit neraca transaksi berjalan atau currenct account deficit (CAD) yang sebesar 2,86 persen sepanjang kuartal I-III 2018. Hal itu disebabkan nilai impor lebih besar dari ekspor yang dilakukan.

Meski masih dalam batas aman 3 persen, namun Jokowi meminta para CEO untuk membangun industrialisasi dan hilirisasi dan meninggalkan kebiasaan menjual komoditas hasil alam yang berupa bahan mentah. Cara itu diharapkan bisa mengurangi defisit CAD. Sebab, hal tersebut dapat menambah pasokan valuta asing (valas) sehingga nilai tukar rupiah terhadap USD bisa lebih kuat.

Dia menjelaskan, mengekspor bahan mentah tidak terlalu menguntungkan terhadap neraca perdagangan. Apalagi, bahan tersebut kemudian di impor kembali dalam bentuk barang jadi yang sudah mempunyai nilai tambah (added value).

Mineral bauksit misalnya, setiap tahun Indonesia mengekspor ke sejumlah negara. Tapi di sisi lain, pabrik alumunium di Indonesia juga mengimpor alumina yang merupakan produk hilir bauksit. Akibatnya, rupiah bisa melemah lagi karena permintaan valas naik akibat impor.

Padahal, kata dia, jika Indonesia membangun industri alumina, maka impor tidak perlu terjadi. Sehingga Indonesia dapat meminimalisir pengaruhnya terhadap defisit transaksi berjalan dan nilai tukar. Dan bukan hanya bauksit, masih banyak bahan mentah lain yang kerap dijual Indonesia seperti batubara maupun minyak sawit.

“Kenapa tidak dilakukan hilirisasi itu. Karena kita keenakan yang namanya nyangkul, kirim, dapat uang. Ini harus dihentikan,” tuturnya.

Menurutnya, membangun industrialisasi dan hilirisasi bukanlah hal yang sulit. Jika teknologi di dalam negeri belum memungkinkan, pelaku usaha bisa membeli teknologi dari luar. Bila memungkinkan, skema partnership juga bisa diambil.

Toh, secara ekonomi juga menguntungkan. “Berapa tahun kita ekspor jutaan nikel dengan harga USD 30-an per ton. Dengan hilirisasi nikel nilai tambahnya empat kali. Kita tahu ada value di situ, tapi enggak pernah kita lakukan,” terangnya.

Jokowi berharap, ajakannya bisa ditindaklanjuti pelaku usaha. Soal adakah insentif dari pemerintah untuk merangsang perubahan tersebut, Jokowi menyebut sudah ada. “Kayak petrochemical, itu kan kita sudah berikan. Dari dulu tax holiday,” pungkasnya.

Penguatan rupiah yang terjadi akhir-akhir ini memang cukup baik dan dinilai minim dari intervensi BI. Sebab cadangan devisa pada Oktober lalu mengalami kenaikan. Pada September cadangan devisa Indonesia sebesar USD 114,8 miliar. Kemudian pada bulan berikutnya cadangan devisa naik menjadi USD 115,2 miliar.

Arus modal asing yang masuk pun cukup besar. Pada akhir November lalu inflow di pasar surat berharga negara (SBN) sebesar Rp 34,25 triliun. Sedangkan di pasar saham, inflow yang masuk sebesar Rp 12,2 triliun. Tak heran, indeks harga saham gabungan (IHSG) pun terus menguat hingga kemarin berada pada level 6.118,32.

Analis Senior CSA Research Institute Reza Priyambada mengatakan, tren masuknya dana asing ke Indonesia ini melanjutkan pelemahan USD terhadap sejumlah mata uang global. Sekaligus, ada efek dari sentiment positif hasil pertemuan Presiden AS Donald Trump dan Presiden Tiongkok Xi Jin Ping.

Sebelumnya, kedua pemimpin negara dengan kue ekonomi terbesar itu sepakat menghentikan perang dagang dengan menunda kebijakan kenaikan tariff bea masuk barang. Hal ini menjadi sinyal bahwa kekhawatiran akan perang dagang akan surut, meski hanya sementara hingga kebijakan tersebut dievaluasi lagi tiga bulan ke depan.

Selain itu, menurut Reza, beberapa fund manager seperti Goldman Sachs dan Moody’s sempat membuat laporan yang menyatakan bahwa kondisi pasar modal sedang bagus. Hal ini memicu investor untuk kembali masuk ke pasar.

“Tapi, akankah ini bertahan lama hingga akhir tahun, balik lagi ke reaksi investor terhadap emiten dan sektoral usahanya. Apakah emiten kita akan banyak aksi korporasi tahun depan dan apakah ada peningkatan capex (capital expenditure),” tuturnya.

Di samping itu, untuk pasar surat berharga, potensi aliran dana masuk masih akan tergantung pada bagaimana pemerintah dan Bank Indonesia membuat investor nyaman. Baik dari sisi suku bunga BI 7 days reverse repo rate (BI-7DRRR) maupun kepastian dalam kemudahan berinvestasi. Juga, kinerja dan prospek indikator-indikator makro ekonomi seperti defisit fiscal, pertumbuhan ekonomi dan sebagainya.

Senada, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan pertemuan Trump dan Jin Ping memberi angin segar dalam menghadapi ekonomi global di tahun depan.

“Paling tidak ini memberikan waktu 90 hari bagi kedua belah pihak untuk melihat aspek kesepakatan yang bisa menenangkan di awal tahun,” kata Ani-sapaan akrab Sri Mulyani. Menurutnya, selama ini isu perang dagang telah membuat ekonomi global diliputi ketidakpastian. Setidaknya dalam jangka pendek, ketidakpastian ini dapat berkurang. (far/rin)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *