Utang First Media Hambat Pemasukan Negara

JAKARTA – Kasus tunggakan utang oleh PT First Media Tbk (KBLV) dan PT Internux (Bolt) yang tidak jua rampung dan menggantung rupanya berpotensi menghambat pemasukan negara.

Masalah tersebut hingga kini masih belum menemui titik terang, apakah berujung pencabutan Izin Penggunaan Pita Frekuensi (IPFR) 2,3 GHz atau tetap dilanjut oleh kedua perusaahaan Lippo Group itu dengan kewajiban membayar sebagaimana mestinya.

Bacaan Lainnya

Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis atau CITA, Yustinus Prastowo menilai, besaran utang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) PT First MediaTbk (KBLV) adalah Rp 364 miliar, sementara PT Internux (Bolt) sebesar Rp 343 miliar.

“Jika terjadi penundaan pembayaran PNBP, berarti terdapat pemasukan negara yang tertunda,” ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima JawaPos.com, akhir pekan kemarin.

Menurutnya, saat ini negara sedang mengalami shortfall penerimaan dan butuh tambahan penerimaan untuk pembiayaan pembangunan. “Berarti penundaan ini cukup merugikan keuangan negara,” imbuhnya.

Lebih jauh, ia juga menyoroti ihwal proposal perdamaian yang dilayangkan penyedia layanan telekomunikasi berbasis Frekuensi Radio tersebut. Menurutnya, berdasarkan Pasal 9 ayat (1) PP No.29/2009, Wajib Bayar (First Media dan Bolt) dapat mengajukan permohonan penundaan pembayaran PNBP kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) selambat-lambatnya 20 hari sebelum jatuh tempo pembayaran PNBP.

Faktanya, utang PNBP PT First Media Tbk (KBLV) dan PT Internux (Bolt) telah jatuh tempo sejak 17 November 2018 lalu. Dengan demikian, Yustinus menyebut, secara administratif permohonan penundaan, pengangsuran, maupun penjadwalan ini sudah tidak dapat diajukan lagi.

Selain itu, Pasal 17 Peraturan Menteri Kominfo No. 9/2018 mengatakan bahwa IPFR dapat dicabut sebelum masa berlaku berakhir. Pasal 21 ayat (1) huruf f menjelaskan bahwa pencabutan IPFR dilakukan apabila Wajib Bayar tidak melunasi pembayaran BHP Frekuensi Radio untuk IPFR selama 24 bulan.

“Faktanya, kedua Wajib Bayar ini sudah memiliki tunggakan sejak tahun 2016. Dengan demikian pencabutan harus dilakukan dengan prosedur pemberian surat peringatan tiga kali berturut-turut (tenggang waktu antar surat adalah satu bulan) kepada Wajib Bayar,” ujarnya.

Yustinus menyarankan, demi memberikan kepastian hukum dan menciptakan iklim penegakan hukum yang kondusif bagi penerimaan negara, dan agar tidak menjadi preseden buruk bagi pemungutan PNBP, Menkominfo Rudiantara diminta segera memberikan peringatan tertulis untuk menagih tunggakan dan memenuhi ketentuan dalam rangka pencabutan IPFR.

Kemudian Menteri Keuangan (Sri Mulyani) sebagai penanggung jawab dan pemegang otoritas bidang PNBP dapat melakukan pemantauan dan pengawasan demi memastikan pemungutan dan pemenuhan kewajiban PNBP dilakukan sesuai Undang-undang.

Seperti diberitakan sebelumnya, sambil menunggu kejelasan nasib PT First Media Tbk (KBLV) dan PT Internux (Bolt) oleh Kemenkominfo.

Kedua perusahaan tersebut mengaku telah menghentikan sementara layanannya. PT First Media Tbk (KBLV) menutup sementara layanan Bolt 4G LTE untuk isi ulang (top-up) dan pembelian paket baru. Penutupan layanan sementara waktu ini dilakukan sambil menunggu penyelesaian masalah pembayaran tunggakan utang.

Artinya, layanan Bolt dihentikan sementara hingga First Media mendapat arahan dan persetujuan dari Kemenkominfo untuk mengaktifkan kembali izin frekuensi.

 

(ryn/JPC)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *