Aktivis HAM: Jangan Sampai BIN Menjadi Offside

JAKARTA— Badan Intelijen Negara (BIN) adalah lembaga yang menaungi pekerjaan yang sifatnya kledestein. Karenanya informasi hasil kerja BIN seharusnya hanya bisa diakses oleh pihak yang terbatas.

Sekretaris Jenderal PAHAM Indonesia, Rozaq Asyhari mengingatkan, pasal 29 huruf b UU 17/2011 menyebutkan bahwa produk inteljen merupakan pertimbangan pemerintah dalam mengambil keputusan.

Bacaan Lainnya

“Jadi hasil kerja BIN bukanlah konsumsi publik,” terang Rozaq menanggapi informasi Jurubicara BIN, Wawan Hari Purwanto bahwa ada puluhan penceramah radikal.

Rozaq Asyhari juga mengingatkan bahwa kerja BIN harus profesional, jangan sampai informasi yang tidak akurat justru membuat publik menjadi gaduh.

“Adanya klarifikasi bahwa yang radikal adalah penceramahnya, bukan masjidnya. Ini seolah menunjukkan bahwa informasi yang disampaikan tidak sepenuhnya akurat,” tutur pengacara publik dari lembaga bantuan hukum PAHAM Indonesia tersebut.

Publik kemudian semakin bertanya, ketika disampaikan bahwa kesimpulan itu diambil dari hasil survei. “Kenapa lembaga sekelas BIN menggunakan hasil survei.

Bukankah seharusnya BIN menyediakan informasi yang sepenuhnya dapat dipercaya dan kebenarannya dikonfirmasi oleh sumber lain, atau informasi berjenis A1,” kritiknya.

Menurut dia, sebaiknya ada perhatian khusus dari Presiden untuk memperbaiki tata kelola lembaga ini. Sehingga mereka akan bekerja sebagaimana tugas yang diberikan oleh UU 17/2011 tentang Inteljen, khususnya di pasal 29.

“Jangan sampai masyarakat menilai lembaga ini sudah offside atau melakukan tugas di luar kewenangannya,” tutup doktor alumni Fakultas Hukum Universitas Indonesia tersebut.

 

(wid)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *