Kisah Inspiratif Jatuh Bangun Bisnis Laundry

Berawal dari keisengan dan keterpaksaan, Nanang Mahendra terjun di dunia bisnis laundry. Tanpa ilmu dan perhitungan yang matang, ia sempat merugi dan berutang ratusan juta saat bisnisnya baru 2 tahun berjalan. Namun, 3 tahun kemudian bisnis laundry pria tamatan SMA itu mulai membuahkan hasil dan menggurita. Bagaimana kisahnya?

SARI HARDIYANTO, Sukoharjo

Masih muda, jutawan dan sederhana. Itulah tiga kata saat wartawan koran ini berkesempatan menemui Nanang Mahendra. Pasalnya di usianya yang masih 29 tahun, pria yang menjabat sebagai Ketua Himpunan Pengusaha Laundry Indonesia (HIPLI) Jawa Tengah itu telah mampu menghasilkan puluhan juta per bulan, hanya dari usaha laundry-nya.

Berawal dari iseng dan mencari kesibukan untuk istrinya, kini bisnis pria yang hanya tamatan SMA tersebut menggurita hingga merambah toko plastik dan rencananya dalam waktu dekat akan membuka minimarket laundry.

“Kalau ditanya kenapa laundry, karena terpaksa dan dipaksa. Apalagi muka saya jelek jadi susah cari kerjaan,” ujarnya dengan terkekeh mengawali perbincangan.

Perjuangannya membangun bisnis laundry tidaklah semudah membalikkan tangan. Sebelum sempat berhasil dan sukses dengan Junior Laundry-nya, Nanang sempat bangkrut dan berutang hingga ratusan juga kepada bank. Hal itu terjadi karena salahnya perhitungan dalam menjalankan usahanya.

“Saya pertama buka usaha laundry tahun 2013. Waktu itu karena asal jalan sempat berutang banyak. Baru 2 tahun bangkrut. Biaya produksi dengan pemasukan timpang, makanya sempat bangkrut,” katanya saat ditemui di ruko miliknya di Ngruki, Cemani, Grogol, Sukoharjo, Kamis (27/9).

Meski bisnis laundry kian menjamur. Namun menurutnya prospek ke depan masih sangat menggiurkan. Sebab, pasaran bisnis laundry tidak hanya baju, namun juga merambah helm, karpet, dan segala macam hal yang bisa dicuci.

“Kita semua dilayani, mulai dari baju kiloan, satuan, sofa, karpet, boneka dan masih banyak lagi. Jadi prospeknya luas,” bebernya.

Nanang menambahkan, saat ini di Solo Raya tercatat ratusan pengusaha yang bergelut di usaha cuci-mencuci tersebut. Banyak usaha laundry baru yang bermunculan tetapi tidak sedikit juga yang gulung tikar. Hal tersebut lazim terjadi dalam sebuah bisnis. Namun yang perlu digarisbawahi menurutnya, yakni selain ulet dalam usaha juga harus ada update ilmu.

“Jadi kalau laundry itu tidak hanya cuci baju. Banyak ragamnya,” kata dia.Kini dari usahanya tersebut, omzet per bulannya mencapai Rp 50 juta. Namun dalam setiap usaha tentu ada suka duka dalam perjalanannya. Duka dalam usaha laundry, imbuhnya selain tidak mudah mengelola karyawan, juga tidaklah bisa bebas bepergian dan kerap berantem dengan istri.

“Mungkin awal-awal karena capai jadi sering berantem. Apalagi kalau karyawannya ambil dari tetangga dan kita keluarkan bisa jadi omongan banyak orang,” papar Nanang bercerita tentang bisnisnya.

Kini dari usahanya tersebut, Nanang mampu mempekerjakan belasan orang. Bahkan kini usahanya tersebut menjadi tempat pelatihan bagi sebuah karyawan bank milik Pemerintah Provinsi di Jawa Tengah. Pelatihan tersebut ditujukan bagi persiapan karyawan yang hendak pensiun. “Monggo silakan kalau mau belajar. Saya tidak pernah narif,” ungkap dia.

Dirinya berharap dengan usahanya tersebut dapat bermanfaat bagi orang banyak. Lebih-lebih mendatangkan rejeki bagi banyak orang. “Jangan hanya mengejar rejeki, tapi bagaimana bisa mendatangkan rejeki,” pungkasnya.

 

(ce1/sar/JPC)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *