The Griya Lombok, Rumah dari 5 Ribu Ton Limbah Kertas

Bahkan, Theo menawarkan konsep kerja sama bagi mereka yang punya market kuat untuk limbah kertas. Contohnya, satu meja yang menyerupai batang kayu langka berbahan baku kertas dihargai Rp 10 juta. ’’Sebanyak 80 persen untuk Anda yang jual. sedangkan saya minta 20 persennya,’’ ungkapnya.

Namun, dengan syarat, bahan baku kertas dan perajin yang menyiapkan adalah mitra. Dengan begitu, dia siap dengan senang hati menularkan semua ilmu seninya kepada perajin. ’’Di desa mana pun Anda siap, saya akan datang dan mengajari 100 pemuda yang tidak punya pekerjaan,’’ tantangnya.

Empat ton sampah kertas bisa cukup untuk mencetak 100 unit meja menyerupai kayu langka. Jumlah itu juga cukup untuk ikut serta menyelamatkan bumi dari kekurangan oksigen akibat aksi illegal logging.

Theo sudah beberapa kali mengisi seminar tentang menjaga lingkungan hidup. Dia bahkan tertantang untuk bisa menyelesaikan persoalan sampah yang diproduksi kota hingga 400 ton dalam sehari. ’’Kami tidak mungkin dengan cara konvensioal terus-menerus. Angkut, buang, musnahkan, sedangkan kapasitas TPA kita semakin terbatas,’’ terangnya.

Pemberdayaan masyarakat jadi salah satu jalan terbaik. Bagaimana agar sampah nanti hanya menyisakan residu. Sedangkan limbah yang terbuang, baik organik maupun nonorganik, bisa didaur ulang menjadi bahan baku yang bermanfaat.

Salah satu konsep yang dia tawarkan adalah penyiapan bank sampah di tingkat kelurahan. Tidak lagi terpusat di kantor dinas lingkungan hidup. Di bank sampah di tingkat kelurahan, pemilahan akan jauh lebih mudah. Daripada sampah di satu titik sehingga volumenya membesar dan sulit dipilah. ’’Cuma, apakah sekarang kita sudah siap mencetak dan mengompensasi tenaga yang mau memilah sampah?’’ ujarnya.

 

(*/r5/c5/ttg)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *