Bersahabat di Luar Lapangan, Kompak Sumbang Medali di Dalam Arena

Raihan puncak Suparniyati dicapai bukan dengan tolakan terbaik. Rica Oktavia merebut emas dan memecahkan rekor meski harus berlatih di dua nomor berbeda. Bersama Tiwa, ketiganya berharap bisa tampil di Paralympic.

NURIS ANDI PRASTIYO, Jakarta

DUA perempuan itu masing-masing masih membawa tas ransel di punggung. Capek, tentu saja. Sebab, dua jam sebelumnya mereka baru menyelesaikan nomor tolak peluru di klasifikasi F20 Asian Para Games 2018. Tapi, Suparniyati dan Tiwa, dua perempuan tersebut, tak hendak beranjak. Meski tugas sudah mereka tuntaskan, Suparniyati merebut emas, sedangkan Tiwa perunggu.

Keduanya setia menunggu sang sahabat, Rica Oktavia, yang baru turun dari podium. Setelah merebut emas di lompat jauh F20. Dan, akhirnya, di mixed zone Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta, kemarin sore itu, mereka bertemu. Berpelukan. Merayakan kemenangan. Keharuan pun menyeruak. ”Tadi sudah berjuang bareng Suparniyati dan Tiwa di tolak peluru, sayang gak dapat medali. Akhirnya bisa dapat di lompat jauh,” ujar Rica yang memang tampil di dua nomor.

F20 merupakan klasifikasi untuk atlet tunagrahita. Suparniyati agak kesulitan dalam mengeja kalimat. Sedangkan Tiwa dan Rica kesulitan dalam soal perhitungan. Suparniyati merebut emas dengan tolakan sejauh 10,75 meter. Mengalahkan Hitomi Nakada dari Jepang (10,51 meter) yang merebut perak. Tiwa berhak atas perunggu dengan tolakan sejauh 6,44 meter.

Dukungan dari keluarga diakui Suparniyati juga sangat membantu. ”Kebetulan mama nggak bisa datang. Senin lalu telepon, katanya pas bertanding jangan grogi dan fokus,” terang Suparniyati yang kerap tinggal satu kamar dengan Rica selama pelatnas.

Tapi, meskipun mendulang medali, Suparniyati mengaku sedikit kecewa. Sebab, tolakannya masih di bawah prestasinya di ASEAN Para Games 2017, yakni 11,03 meter. ”Cuma ya gitu, jadi ngerasa, hehehe,” ucapnya sembari mengernyitkan dahi tanda kurang puas.

Jalan yang mereka tempuh untuk bisa sampai ke Asian Para Games ini juga tak mudah. Tiwa misalnya. Sebelum terjun ke dunia olahraga, atlet 21 tahun asal Riau itu harus membanting tulang mengumpulkan uang jajan sendiri. ”Dahulu saya sempat kerja, jadi tukang setrika pakaian. Lumayan, sekali kerja dapat Rp 50 ribu,” kenangnya.

Tolak peluru sebenarnya bukan nomor andalannya. Spesialisasi Tiwa ada di lari. Persisnya di nomor 400 meter T20 dan 1.500 meter T20. Sesi latihan tolak peluru dia jalankan setelah melahap menu latihan utama di nomor lari. ”Jadi, ibaratnya memang selingan. Baru sebulan ikut latihan,” terangnya.

Seperti Tiwa, Rica juga harus membagi waktu dan konsentrasi untuk dua nomor berbeda. Lompat jauh dan tolak peluru. Tentu saja itu tak mudah. Dan menguras tenaga. Tapi, hasilnya ternyata luar biasa. Pada nomor lompat jauh T20, Rica mengalahkan Siti Noor Radiah dari Malaysia yang melompat sejauh 5,18 meter dan Sonomi Sakai dari Jepang (5,02 meter).

Tak hanya merebut emas, atlet asal Sumatera Selatan itu juga mencatat rekor Asia dan Asian Para Games baru dengan lompatan sejauh 5,25 meter. Rekor sebelumnya atas nama Siti Noor Radiah sejauh 5,20 meter yang dicatat di Paralympic 2016 Rio. Raihan medali itu pun berbuah apresiasi dari pemerintah. Peraih emas seperti Suparniyati dan Rica, misalnya, berhak atas bonus Rp 1,5 miliar dari pemerintah. Sama dengan rekan-rekan mereka sesama peraih emas di Asian Games lalu.

Suparniyati sudah berencana mengalokasikannya untuk perbaikan rumah keluarga. Begitu pula Tiwa. Dia berencana menyelesaikan rumahnya yang ada di Simpang Pulai, Ukui, Kabupaten Pelalawan, Riau. Sedangkan Rica ingin memberangkatkan kedua orang tuanya berhaji. Kini tiga sahabat itu menatap tujuan yang sama: tampil di level dunia seperti Paralympic 2020 di Tokyo. ”Kami ingin mengharumkan nama Indonesia di level yang lebih tinggi,” tegas Suparniyati.

Kemarin malam, Indonesia juga kembali menambah emas dari atletik. Emas itu diraih Sapto Yogo Purnomo di nomor 200 meter T37 putra. Sapto mencatatkan waktu 23,76 detik. Mengungguli duo sprinter Iran, Ali Olfatnia (24,27 detik) dan Davoudali Ghasemi (24,38 detik).

Catatan Sapto di final sekaligus mempertajam capaian dia pada sesi kualifikasi pagi dengan 24,44 detik. Raihan itu mengejutkan karena nomor 200 meter bukanlah target bagi dia. Semula Sapto hanya dibebani meraih perak pada nomor tersebut. Sedangkan beban emas tertuju pada nomor 100 meter T37 putra yang dia ikuti.

 

(*/c9/ttg)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *