Segera Selesaikan Kisruh Impor Beras

JAKARTA – Ombudsman RI mendesak Presiden Joko Widodo untuk segera mengambil langkah-langkah untuk meluruskan kisruh yang terjadi antar penyelenggara negara dalam pelaksanaan impor beras. Sebelumnya, Direktur Utama (Dirut) Bulog Budi Waseso diketahui bersitegang dengan Menteri Perdagangan (Mendag) Enggartiasto Lukita.

Anggota ORI Alamsyah Saragih menyebutkan ada beberapa langkah yang harus segera diambil untuk mengatasi kisruh ini. Yang pertama harus diperbaiki adalah perhitungan data produksi beras nasional yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). “Segera tetapkan dan publikasikan hasil perbaikan perhitungannya,” kata Alamsyah kemarin (23/9).

Kemudian, harus ada audit yang sungguh-sungguh tentang posisi stok beras di Perum Bulog serta perhitungkan suplai beras di tingkat penggilingan. Tentunya, kata Alamsyah metode penghitungannya harus di awasi oleh BPS. Pastikan semua informasi dan data dapat diakses secara baik oleh publik. ”Baru setelah kedua hal diatas diperbaiki, dapat ditetapkan neraca beras nasional sebagai dasar pengambilan kebijakan impor,” katanya.

Selain itu, kata Alamsyah kebijakan pengadaan dan distribusi beras harus diperbaiki. Perum Bulog jangan hanya memaksakan menyerap beras dari petani tanpa kejelasan skema distribusi dan disposal stock policy. Terapkan skema dan prosedur baku untuk pengambilan keputusan impor/tidak impor dalam Rakortas. Yang paling penting, kata Alamsyah, Presiden harus menegur Menteri atau Pejabat terkait yang bermuka dua. ”Misalnya dalam rakortas setuju, di luar menentang,” katanya.

Alamsyah mengungkapkan bahwa kisruh ini merupakan pertanda bahwa sesungguhnya kebijakan perberasan belum terintegrasi dari hulu sampai hilir. Kebijakan yang dibuat pemerintah kadang menimbulkan komplikasi apda sistem perberasan nasional. ”Contohnya adalah Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT),“ telah menimbulkan komplikasi dalam sistem perberasan nasional.

Penolakan impor oleh Perum BULOG dengan alasan stok beras di gudang menumpuk, menurutnya membuktikan buruknya dampak perubahan kebijakan tersebut.

Ombudsman juga menilai bahwa silang pendapat di publik yang tak perlu terjadi di antara para pembantu presiden juga dipicu oleh lemahnya dasar pengambilan keputusan untuk impor atau tidak impor dalam Rakortas. ”Kelemahan ini diperburuk dengan ketidakkonsistenan sebagian pejabat terkait terhadap keputusan Rakortas,” jelasnya.

 

(tau)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *