Raih Gelar Sarjana dalam Tiga Keterbatasan

Di tengah tiga keterbatasan, yakni tunadaksa, slow learn dan cerebral palsy, Dwi Nova Retno Utami berhasil meraih mimpi menjadi seorang sarjana. Dwi baru saja berhasil lulus dari Jurusan Teknologi Industri Pertanian Politeknik 17 Agustus 1945 Surabaya.

——————

Senin (17/9) lalu, bersama dua orang tuanya Wahyu Tri Purwaningtiyas-Subandi, Dwi mengunjungi Rukmini Ambarwati, guru pendampingnya di SMAN 1 Gedangan. Kedatangan keluarga tersebut bertujuan menyampaikan terima kasih. Sejatinya Dwi lulus dari SMAN 1 Gedangan sejak 2015. Namun, Ambar masih terus setia mendampingi Dwi dan menjadi tempat konsultasi.

Karena jasa dan perhatian itulah, Dwi mendatangi gurunya tersebut. Dwi pun bercerita tentang peran Ambar. ”Saya diwisuda pada 8 September lalu. Sampai saya skripsi, Bu Ambar masih terus menyemangati saya,” ucap Dwi.

Padahal, saat itu dia hampir putus asa. Dwi tidak mau menyentuh lagi skripsinya. Sebab, uji organoleptiknya diundur. Mental Dwi sempat down. Namun, Ambar meneleponnya dan mengingatkan kembali cita-cita Dwi.
”Di situ saya semangat lagi. Pernah juga saya bingung mencari tempat untuk uji pasar dan responden. Bu Ambar membantu,” ceritanya.

Ambar lantas meminta siswa-siswi SMAN 1 Gedangan menjadi responden dan kantin sekolah sebagai tempat uji pasar untuk materi skripsi Dwi. ”Jasa beliau banyak,”ungkap Dwi.

Dwi bercerita, saat kuliah, yang dirasakannya tidak jauh beda dengan di SMA. Di bangku kuliah, Dwi juga masuk kelas reguler. Mengikuti kuliah bersama mahasiswa-mahasiswa lainnya. ”Kalau kurang paham, saya tanya langsung ke dosennya,” ujar perempuan kelahiran 23 November 1996 tersebut.

Bersyukur, lanjut Dwi, teman-teman di kelasnya juga memberikan support. Mereka sudah paham dengan keadaan Dwi. Banyak yang membantu, tidak ada yang mem-bully. Dwi juga semangat mengikuti seminar dan organisasi. Prestasi akademik Dwi cukup membanggakan. Karena berhasil konsisten mendapat IPK di atas 3, Dwi pernah memperoleh beasiswa bebas SPP selama satu tahun.

Di luar studi, Dwi juga rajin menulis. Hingga kini, Dwi sudah berhasil menulis dua novel. Pertama berjudul Kamu Hebat dan kedua berjudul Siapkah Kamu Jatuh Cinta. Namun, karangan itu masih disimpan dan belum diterbitkan. Ada juga kumpulan puisi.

Setelah lulus, Dwi berharap bisa bekerja. Ada perusahaan atau instansi yang mau menerima penyandang disabilitas. ”Saya ingin pemerintah melihat kami, walau dalam keterbatasan, kami tetap bisa mandiri dan menyatu,” tuturnya.

Sementara itu, Ambar turut bangga dengan Dwi. Selain Dwi, dia menyebut bahwa banyak orang dengan keterbatasan yang memiliki kemampuan spesial. Mereka layak diberi apresiasi lebih. ”Semoga ada porsi khusus bagi teman-teman brilian seperti Dwi ini,” katanya.

Selama mendampingi Dwi, Ambar memiliki banyak cerita lucu. Dulu Dwi punya fobia ayam. Begitu ada suara ayam, Dwi langsung lari. Namun, sekarang fobia itu sudah hilang.
Ambar menegaskan, support orang tua juga sangat penting. ”Dia wisudawan ABK (anak berkebutuhan khusus) pertama di Sidoarjo. Setahu saya, ada yang sudah masuk kuliah. Namun, baru Dwi ini yang sampai wisuda,” tandasnya. (*/c14/hud)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *