Tersiksa Glossopharyngeal Neuralgia sampai Sulit Menelan

Dia menggambarkan, rasa sakit itu bagaikan disetrum. Telinga, tenggorok, hingga kepalanya sakit semua. Dia kebingungan. Dewi berusaha tenang. Dia tidak ingin membuat cemas jamaah haji yang lain.

’’Di sana sempat kambuh beberapa kali. Tetapi, waktu pulang, rasa sakit itu sudah tidak pernah muncul,’’ lanjut Dewi. Baru tujuh bulan kemudian nyeri hebat tersebut kembali melanda. Tepatnya akhir 2007. Ibu tiga anak itu mulai mencari pengobatan.

Sama dengan Tan, Dewi mengira ada masalah di bagian telinga atau tenggorok. Sebab, rasa sakit itu memang muncul setiap kali dia menelan cairan atau makanan. Dokter spesialis THT pun didatanginya. Begitu pula spesialis saraf. Total ada tujuh dokter yang sudah dia kunjungi.

’’Dokter ahli sampai profesor sudah saya datangi demi mencari kesembuhan. Tetapi, tetap tidak ada perubahan,’’ kata perempuan kelahiran 1964 tersebut. Dia hanya diberi obat penghilang rasa sakit. Mulai dosis rendah hingga tahap menyamai efek morfin.

Dewi pun menjalani akupunktur. Tidak sembuh. ’’Saya juga sempat detoks waktu itu. Sama orang yang mendetoks dibilang kalau obat yang masuk ke tubuh saya sudah sangat banyak,’’ kenangnya.

Selama 6 tahun Dewi terus berjuang mengenyahkan rasa sakit tersebut. Tetapi, usahanya bak menemui jalan buntu. Semakin lama intensitas nyeri semakin kuat. Tak jarang air mata keluar begitu saja saat sakit menyerang.
Berbeda dengan Tan, rasa sakit yang dialami Dewi hilang timbul.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *