Idul Adha Berbeda

JAKARTA – Pemerintah Indonesia menetapkan Idul Adha (10 Dzulhijjah) jatuh pada 22 Agustus. Penetapan ini ternyata berbeda dengan keputusan Arab Saudi yang memutuskan Idul Adha jatuh pada 21 Agustus. Dengan demikian saat masyarakat Indonesia menjalankan puasa Arafah (21 Agustus), jamaah haji sudah merayakan Idul Adha.

Perbedaan penetapan Idul Adha antara Indonesia dan Arab Saudi itu diungkapkan oleh Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) Thomas Djamaluddin. Dia menjelaskan umat Islam di Indonesia sebaiknya tetap menghormati dan menghargai keputusan Arab Saudi. ’’Keputusan Arab Saudi itu didasari pada hasil rukyat,’’ katanya kemarin (13/8).

Bacaan Lainnya

Ketika digelar rukyat pada Sabtu (11/8) lalu, tim rukyatul hilal Arab Saudi dikabarkan berhasil melihat hilal. Sebab pada saat itu tinggi hilal di Arab Saudi mencapai 2 derajat lebih. Sehingga sangat memungkinkan untuk terlihat. Thomas mengatakan pada posisi 2 derajat, penampakan hilal sangat tipis.

Sementara di Indonesia, saat rukyat 11 Agustus, tinggi hilal di Indonesia masih minus atau di bawah ufuk. Sehingga sidang isbat Kementerian Agama (Kemenag) memutuskan Idul Adha diputuskan jatuh pada 22 Agustus.

Terkait adanya perbedaan tersebut, Thomas mengatakan di Indonesia telah disepakati ketentuan bahwa pelaksanaan Idul Adha tidak merujuk keputusan Arab Saudi. ’’Tetapi merujuk pada ketetapan awal Dzulhijjah yang didasarkan pada hisab dan rukyat di Indonesia,’’ jelasnya.

Dengan demikian pelaksanaan puasa Arafah di Indonesia tetap merujuk keputusan Kemenag yakni pada Selasa, 21 Agustus. Terlepas dengan kondisi di Arab Saudi bahwa jamaah haji menjalani wukuf di Arafah pada 20 Agustus.

Apakah sah berpuasa Arafah saat Arab Saudi merayakan Idul Adha? Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Kemenag A. Juraidi mengimbau masyarakat tak perlu bimbang dalam melaksanakan puasa sunnah Tarwiyah (8 Dzulhijjah) dan puasa Arafah (9 Dzulhijjah). Acuannya tetap sesuai dengan hasil sidang isbat Kemenag. ’’Sebab waktu pelaksanaan salat dan puasa ditetapkan secara lokal berdasarkan kondisi negara masing-masing,’’ katanya.

 

(wan/tom)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *