Tafsir Wapres untuk Nasib Sendiri

Tafsir 3:
Partai koalisi Jokowilah yang tidak mau ada orang kuat. Di sebelah Jokowi. Bisa merepotkan Jokowi. Dan menghambat partai-partai itu. Itulah sebabnya orang seperti pak Mahfud terpental. Di detik terakhir.

Sebaliknya Prabowo bisa di atas partai-partai pendukungnya. Dengan tidak menggandeng ulama. Termasuk ulama yang diusulkan PKS.

Bacaan Lainnya

Kini rasanya lebih seimbang. Kebetulan saya kenal dua calon Wapres ini.

Dengan Kiai Ma’ruf Amin saya kenal sejak tahun 1990-an. Ketika Gus Dur minta saya menyelamatkan Bank Nusumma. Milik NU. Setelah bank itu ditinggal bangkrut Bank Summa. Milik pengusaha Edward Soeryajaya.

Mula-mula Gus Dur minta saya menaruh uang di Nusumma. Lalu menjadi pemegang saham mayoritas. Lantas menjadi direktur utama.

Permintaan terakhir itu saya sanggupi. Asal Gus Dur sendiri yang menjadi komisaris utamanya.

Jadilah saya Dirut Nusumma. Gus Dur preskomnya. Kiai Ma’ruf Amin komisarisnya.

Sampai beberapa tahun kemudian. Sampai menjelang Gus Dur jadi presiden.

Menjelang Pak Harto jatuh Gus Dur minta saya menyerahkan kembali saham itu. Untuk diberikan ke Edward lagi. Dibayar dengan cek. Yang ditandatangani oleh Edward sendiri. Di depan saya.

Sampai sekarang cek itu masih ada. Tidak bisa diuangkan. Kosong.

Waktu saya menjabat menteri pun sering sekali bertemu Kiai Ma’ruf Amin. Beliau menjadi anggota dewan pertimbangan presiden. Sering duduk bersama. Di sidang kabinet.

Di NU Kiai Ma’ruf dikenal sebagai ulama garis lurus. Prinsipnya: ‘tidak’ atau ‘ya’. Tidak ada prinsip ‘atau’.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *