Soal Kebijakan THR, Honorer Berharap Belas Kasih Walikota

SUKABUMI – Para guru honorer di seluruh Indonesia akhirnya harus gigit jari. Soalnya, Pemerintah Pusat melalui Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menegaskan tak ada Tunjangan Hari Raya (THR) bagi honorer di daerah baik dari anggaran pemerintah pusat maupun daerah.

Jelas kabar ini menjadi pukulan telak. Bagaimana tidak, ditengah PNS, Polri/TNI, pensiunan dan honorer pusat mendapat kucuran anggaran dari berbagai sumber termasuk THR, para honorer ini hanya bisa mengelus dada. Padahal, menjelang Idul Fitri, mereka sangat mendambakan THR dari pemerintah sama seperti PNS dan lainnya.

Bacaan Lainnya

Ketua Forum Honorer Indonesia (FHI) Kota Sukabumi, Heriyanto mengatakan, keinginan semu honorer tentunya sama seperti para PNS bisa mendapatkan THR. “Namun, apa daya tangan tak samapai. Jangankan untuk THR dari Pemda, sekarang saja tenaga honorer yang sudah mendapatkan SK THL mayoritas tidak di gaji dari kepala sekolah sebagai pemangku kebijakan dengan alasan doble anggaran,” keluh Heriyanto kepada Radar Sukabumi, kemarin (29/5).

Menurutnya, para tenaga honorer terutama guru selama ini tidak mendapatkan THR. Sehingga, pada tahun ini para honorer meminta kepada pemerinta daerah untuk memberikan perhatian. Minimal, jika tidak ada THR bisa ada kepedulian berupa kadeudeuh dari pemerintah daerah. Tetapi, hingga kini belum ada kepastian informasi mengenai pemberian kadeudeuh atau dalam bentuk lainnya.

“Kami sebagai para honorer ingin berkedudukan sama dalam masalah kesejahteraan segi ekonomi. Karena itu, kami meminta pemerintah memberikan THR menjelang Idul Fitri ini,” pinta Heryanto.

Terlebih sambung dia, saat ini Kota Sukabumi dipimpin Penjabat Wali Kota Sukabumi, Dady Iskandar yang baru saja dilantik gubernur. Dampaknya, para tenaga honorer belum mengetahui arah kebijakan dari pemimpin baru tersebut.

Sementara, jumlah tenaga honorer di Sukabumi mencapai ribuan orang. Jumlah guru honorer yang ada di Kota Sukabumi saja mencapai sebanyak 2.226 orang. Para guru tersebut mengajar di tingkatan SD dan SMP. “Dari jumlah ini, hanya sebagian kecil yang diangkat menjadi THL pemkot yakni sebanyak 198 orang. Para THL ini informasinya mendapatkan THR namun harus sudah satu tahun,” sahutnya.

Para honorer THL ini, belum mencapai satu tahun surat keputusan pengangkatan dari wali kota. Sebab itu, para tenaga honorer THL meminta ada kebijakan dari Penjabat Wali Kota Sukabumi mengenai hal tersebut. Soal THR ini diakui Heriyanto, memang membuat para tenaga honorer galau karena merasa terdiskriminasikan. Padahal, tugas honorer dan PNS tidak jauh berbeda. “Ya, memang dengan belum adanya kejelasan terkait THR ini kami merasa galau,” pungkasnya.

Sementara itu, Dirjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri Syarifuddin mengatakan, pihaknya tidak mungkin mengubah kebijakan dengan memperbolehkan pemerintah daerah memberi THR kepada honorer menggunakan dana dari APBD.

Sebab, aturan yang berlaku menyebutkan bahwa pihak yang berhak menerima THR dan gaji ke-13 adalah PNS, anggota TNI/Polri, pejabat negara dan penerima pensiun atau tunjangan. “Kecuali aturannya berubah atau diatur kemudian. Namun, kalaupun itu dilakukan, saya rasa akan menjadi kesulitan tersendiri juga bagi kami. Sebab, karakter honorer di pusat dan daerah itu berbeda,” ujar Syarifuddin kepada JPNN.

Menurut Syarifuddin, di pemerintah pusat ada kecenderungan honorer hanya bersifat sementara. Pegawai honorer diangkat sesuai kebutuhan. Artinya, banyak honorer yang diangkat hanya untuk masa kerja tak lebih dari satu tahun.

“Nah, kalau misalnya honorer itu kebutuhannya hanya tiga bulan, maka diangkat hanya tiga bulan. Demikian juga ada yang enam bulan atau sebelas bulan. Jadi, aneh juga kalau tiba-tiba mereka disebut mendapat gaji ke-13 kalau kebutuhannya hanya enam bulan,” ucap Syarifuddin. (cr16/gir/jpnn)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *