Perang Lawan Roh Jahat, Tombak dan Pedang Jadi Senjata Andalan

“Sejak minggu lalu kami sudah menantikan penampilan mereka. Sang legenda tari dari Pulau Lombok ini,” jelasnya sembari merangkul enam temannya sembari memasuki gedung teater yang dipenuhi ratusan kursi berbahan sofa warna merah darah.

Satu persatu para pecinta seni mencoba memasuki gedung teater. Ada yang berebutan untuk mencari kursi strategis. Ada juga yang masih sibuk merapikan sofa itu untuk diduduki.

Festival seni kali ini memang tampak berbeda. Bukan hanya mengusung seni-seni antar kabupaten, tapi para pecinta seni juga diajak berdiam diri. Yups, mereka berdoa sambil memegang lilin sembari melantunkan ayat-ayat suci dan doa-doa nan indah bagi korban teroris di Kota Surabaya.

“Kita sedang berduka, dan ini salah satu bentuk dukungan kemanusiaan bagi saudara-saudara kami yang tengah tertimpa musibah di Surabaya,” kata Faisal, Ketua Taman Budaya NTB, malam itu.

Usai lantunan ayat suci, dan doa-doa indah terdengar di seantero gedung teater utama malam itu. Lampu-lampu meredup dengan cepat, membuat para penonton mendadak terdiam.

Dung. Dang. Tung. Plang. Dung. Suara gamelan mulai menghiasi gedung gelap itu. Suaranya terdengar indah. Bak nyanyian para sinden Solo yang terdengar sangat lantang.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *