Tolak Kedutaan AS, 55 Warga Palestina Tewas Diberondong Peluru Israel

Bentrokan sengit meletus di sepanjang perbatasan Jalur Gaza menjelang pembukaan kontroversial Kedutaan AS di Yerusalem pada Senin (14/5). Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyambut pemindahan Kedutaan AS dari Tel Aviv ke Yerusalem.

Seperti dilansir Al Jazeera, upacara pemindahan Kedutaan AS ke Yerusalem dilakukan usai setidaknya 55 pengunjuk rasa Palestina tewas dan lebih dari 2.400 pengunjuk rasa mengalami luka-luka akibat tembakan tentara Israel di Gaza.

Bacaan Lainnya

Sejak hari Minggu, ribuan orang berkumpul di dekat perbatasan sebagai protes. Sementara sejumlah kecil orang Palestina yang melempar batu mendekati pagar dan mencoba menerobos.

AS pindahkan kedutaannya ke Yerusalem (Infografis: Kokoh Praba Wardani/JawaPos.com)

Militer Israel mengatakan, sekitar 10.000 pengunjuk rasa berkumpul di sejumlah lokasi di sepanjang perbatasan Jalur Gaza. Ribuan lainnya berkumpul di tenda-tenda sekitar setengah kilometer jauhnya dari pagar keamanan. Tentara Israel mengatakan, pihaknya menggandakan jumlah pasukan yang mengelilingi Gaza dan Tepi Barat yang diduduki.

Menteri Pertahanan Israel Avigdor Lieberman mengatakan dalam sebuah pesan kepada warga Gaza, “Kami akan melindungi warga sipil kami dengan segala cara kami dan tidak akan membuat pagar itu diseberangi.”

Diberitakan oleh France24 pada Selasa (15/5), bentrokan dan protes tersebut menewaskan 55 orang Palestina oleh pasukan Israel di Gaza dan sedikitnya 2.400 orang terluka. Ini menurut laporan Kementerian Kesehatan Palestina.

Gedung Putih menyalahkan Hamas atas kekerasan itu. “Tanggung jawab atas kematian tragis ini berada di tangan Hamas,” kata Juru Bicara Gedung Putih, Raj Shah.

Sekretaris Jenderal PBB António Guterres mendesak kedua pihak dari konflik Israel-Palestina untuk menahan diri. Sementara para Menteri Luar Negeri Eropa menyebut perpindahan Kedutaan AS ke Yerusalem dengan tidak bijaksana.

Senin adalah hari paling mematikan di Gaza sejak perang lintas perbatasan antara para penguasa Hamas di Gaza dan Israel pada 2014. Status Yerusalem mungkin adalah masalah paling buruk dalam konflik Israel-Palestina.

Israel menganggap seluruh Kota Yerusalem adalah ibu kotanya. Sementara Palestina memandang Yerusalem Timur sebagai ibu kota negara masa depan mereka.

Sejak 1967, konsensus internasional adalah status Kota Yerusalem harus dinegosiasikan antara kedua belah pihak. Namun Trump melanggar kesepakatan tersebut dan mengundang kemarahan dunia.

(ina/ce1/iml/trz/JPC)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *