Sang Penyelamat Putri Terduga Teroris, Teringat Anak, Nekat Tantang Bahaya

Rasa kemanusiaan membuat AKBP Roni Faisal Saiful Faton berani menantang maut. Kemarin (14/5) dia menyelamatkan seorang anak pelaku serangan bom bunuh diri di Mapolrestabes Surabaya. Hanya beberapa saat setelah bom meledak.

MIRZA AHMAD, Surabaya

Bacaan Lainnya

KASATRESNARKOBA Polrestabes Surabaya AKBP Roni Faisal Saiful Faton rela mempertaruhkan nyawa untuk me­nyelamatkan Aisyah Putri. Bocah itu merupakan anak terduga teroris yang meledakkan diri di pintu masuk Mapolrestabes Surabaya. Dengan tubuh penuh luka, tiba-tiba Aisyah berdiri setelah badannya tak bergerak sekitar 10 menit.

Awalnya, gadis cilik yang akrab dipanggil Ais tersebut tergolek lemah. Dua bom yang diledakkan ayahnya, Tri Murtiono, beserta ibu dan dua kakaknya merusak semua yang ada di pintu masuk mapolrestabes. Satu mobil, dua motor, dan satu loket tiket masuk. Ledakan itu juga melukai lima anggota polisi.

Ais berada di antara mayat kedua orang tuanya dan dua kakaknya. Tepat di depan pos penjagaan. Saat itu suasana riuh lantaran petugas baru selesai mengevakuasi anggota yang terluka. “Tiba-tiba anak kecil itu bergerak,” kata Roni.

Ais berusaha bangun dan berdiri. Di sampingnya, ada empat mayat yang sudah tak berbentuk. Juga, ada api yang masih menyala di dekat mobil akibat ledakan.

AKBP Roni Faisal Saiful Faton. (HANUNG HAMBARA/JAWA POS)

Hati Roni tergerak. Apalagi, dia mendengar si gadis cilik itu merintih. Rekaman video amatir yang tersebar di dunia maya menunjukkan ketegangan momen tersebut.

Begitu Ais berusaha berdiri, sejumlah anggota yang berada di halaman Mapolrestabes Surabaya meneriakinya. “Ayo Dek, berdiri. Sini, Dek,” teriak sejumlah anggota.

Tidak ada yang berani mendekat karena bisa saja ada sisa bom yang meledak sewaktu-waktu. Namun, Roni tergerak untuk menolong si gadis kecil malang. Dia segera berlari mendekati Ais. Anggota lain yang melihat kejadian itu histeris tak keruan. “Pak, hati-hati. Awas, Pak,” kata Roni, menirukan teriakan rekan-rekannya.

Polisi dari Madiun itu berusaha mengabaikan teriakan tersebut. Dia sempat berhenti sejenak sebelum meraih tubuh Ais yang baru saja berdiri.

Roni memperhatikan seluruh baju yang dikenakan Ais. Mulai kerudung hijau, baju oblong, hingga celana panjangnya. Roni berusaha memastikan bahwa Ais tidak sedang dipersenjatai bom pinggang oleh kedua orang tuanya.

Tenggang berpikir Roni sangat singkat. Tak sampai satu detik. Dia berkesimpulan bahwa Ais tidak dipersenjatai bom.

Sebab, kaus Ais sedikit tersingkap dan tak menunjukkan adanya benda asing apa pun yang menempel. Roni juga sempat mencurigai celana yang dikenakan Ais sebagai tempat menyimpan bom. Namun, analisis itu gugur setelah menyambung­kan logika celana jins ketat yang Ais pakai dengan bentuk bom yang diperkirakan akan menonjol. “Kan kelihatan kalau menyimpan sesuatu di celana,” ucapnya.

Kedua tangan Roni pun langsung meraih tubuh Ais. Teriakan dari halaman mapolrestabes semakin riuh. Para anggota yang menyaksikan aksi nekat itu seolah-olah tak percaya. Ternyata, Roni berani menggendong Ais.

Kasatreskrim Polrestabes Surabaya AKBP Sudamiran menyebut aksi itu sungguh berani. “Ngeri. Berani dia,” kata dia.

Mantan Kasubdit Tipikor Ditreskrimsus Polda Jatim itu menyebut kondisi saat itu genting. Tak keruan. Api yang menyala semakin besar.

Sudamiran sangsi bakal terjadi hal-hal yang tidak diinginkan saat Roni berusaha meraih Ais. “Itu api besar dekat dengan mobil. Kalau menyambar, bakal seperti apa,” tuturnya.

Namun, Tuhan berkata lain. Roni menyatakan, ada keterikatan batin antara dirinya dan Ais. “Saya nggak tahu gimana. Tapi, hati saya tergerak,” ungkapnya.

Setelah berhasil menyambar tubuh Ais di dekat pos penjagaan, Roni segera berlari ke barat. Polisi lain meminta Roni mengecek tubuh Ais, apakah ada bom yang menempel.

Prosedur clearance dilakukan. Analisis Roni tepat. Tidak ditemukan satu pun rangkaian bom di tubuh Ais.

Petugas lain lantas dengan sigap mengambil alih Ais dari tangan Roni. Ais dinaikkan ke atas brankar milik ambulans. Petugas membawanya ke RS Bhayangkara Polda Jatim untuk penanganan lebih lanjut. Saat itu Ais tergolek lemah sambil merintih.

Roni mengakui bahwa kesigapannya saat itu tak terlepas dari pengalamannya semasa berperang. Dia lima kali dikirim ke DI Aceh untuk menumpas GAM (Gerakan Aceh Merdeka) selama 2001-2005.

Mantan komandan Unit Resimen IV Gegana Korbrimob Polri tersebut sudah berkali-kali menghadapi bom. Karena itu, memorinya langsung memutar ke belakang saat menghadapi pengeboman kemarin.

Saat aksinya disebut heroik oleh para wartawan, dia ngeyel. “Jangan gitu, itu benar-benar murni kemanusiaan, Mas,” ungkapnya.

Panggilan batin itu ternyata didasari kejadian yang baru saja dialami anak Roni. “Saya ingat anak saya. Dia sedang diop­name sekarang. Saya ayah sekaligus insan Polri,” ucap dia.

(*/c11/ang)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *