Kisah Abu Bakar, Si Penguasa Bandung Barat Dua Periode

Sepandai-pandainya tupai melompat pasti akan jatuh juga. Sepandai-pandainya seseorang menyembunyikan kejahatannya, pasti akan tertangkap juga oleh aparat penegak hukum.

Oleh: Intan Piliang

Bacaan Lainnya

Senja belum datang di ‘Bumi Pasundan’ ketika Tim Satgas Penindakan Komisi Pemberantasan Korupsi menyambangi rumah dinas Bupati Bandung Barat Abu Bakar, di komplek perumahan elit Kota Baru Parahyangan, Selasa (10/4) sore. Kala itu, tak ada firasat apapun dari Pak Abu-sapaan akrabnya- jika dirinya menjadi target operasi tangkap tangan (OTT) yang digelar lembaga antirasuah, atas dugaan perkara suap yang melilitnya.

Padahal sebelumnya, sejak Selasa (10/4) siang, Tim KPK telah menciduk beberapa anak buahnya yang memberi ‘duit saweran’ kepadanya sebesar Rp 435 juta.

Mendapati tamu tak diundang, Abu pun tanpa ragu menyuruh ajudannya untuk mempersilahkan masuk sang tamu ke kediamannya. Selanjutnya, setelah basa-basi berkenalan, sang tamu pun langsung menyampaikan maksud kedatangannya ke rumah orang nomor satu di Kabupaten Bandung Barat tersebut.

Kepada sang bupati, kedua tamu dari Tim Satgas Penindakan langsung menyodorkan surat penangkapan terhadap pria kelahiran, Cimahi, Jabar 65 tahun tersebut. Mendapat surat tersebut, Abu pun kaget bukan kepalang. Wajahnya pucat pasi. Dia pun langsung memohon kepada petugas lembaga antirasuah agar tak membawa dirinya bersama beberapa anak buahnya sore itu.

Abu beralasan jika dirinya tengah sakit kanker dan besok hari (Rabu 11 April 2018) akan melakukan kemoterapi. Agar tak dibawa ke KPK sore itu, Abu memelas, dan berjanji akan datang sendiri ke lembaga antirasuah keesokan harinya setelah menjalani pengobatan.

Sementara itu, mendapat kabar tersebut, akhirnya Tim KPK berunding dengan koleganya dan atasannya di markas KPK di Jakarta. Setelah bermusyawarah, tim memutuskan untuk memberi tenggat waktu kepada Abu untuk menjalani pengobatan, dengan catatan Abu harus menulis surat pernyataan bersedia datang ke KPK esok hari. Petugas KPK hanya memeriksa Abu sebagai bagian dari penyelidikan guna dicocokkan keterangannya dengan calon tersangka lain.

“Atas dasar kemanusiaan, tim melakukan pemeriksaan di rumah bupati dan melakukan koordinasi lanjutan dengan dokter bupati. Untuk kepentingan penyelidikan, tim meminta dia membuat surat pernyataan untuk datang ke Kantor Komisi Pemberantasan Korupsi setelah kemoterapi di Bandung,” terang Wakil Ketua KPK Saut Situmorang, dalam konferensi pers di kantornya, Rabu (11/4) malam.

Kendati demikian, KPK tak melepas Abu begitu saja. Setelah beberapa kolega Abu digelandang dan dilakukan pemeriksaan intensif, penyidik telah menemukan bukti permulaaan yang cukup terkait perbuatan korupsi yang dilakukan Abu. Guna mempertanggungjawabkan perbuatannya, penyidik pun menetapkan Abu sebagai tersangka.

Selain Abu, penyidik juga menetapkan beberapa pihak lain sebagai tersangka. Mereka antara lain Weti Lembanawati (Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Bandung Barat), Adiyoto (Kepala Badan perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Bandung Barat), dan Asep Hikayat, (Kepala Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Bandung Barat) sebagai tersangka.

“Setelah melakukan pemeriksaan 1×24 jam dilanjutkan dengan gelar perkara, disimpulkan adanya dugaan tindak pidana korupsi menerima hadiah atau janji oleh Bupati Bandung Barat,” terang Saut Situmorang.

Abu kata Saut, diduga menerima duit senilai total Rp 435 juta dari sejumlah Kepala Dinas terkait pencalonan istrinya, Elin Suharliah sebagai Bupati Bandung Barat periode 2018-2023.

“Diduga Bupati Bandung Barat meminta uang ke sejumlah kepala dinas untuk kepentingan pencalonan istrinya, Elin Suharliah sebagai Bupati Bandung Barat periode 2018-2023,” papar Saut.

Atas perbuatannya, sebagai pihak pemberi Asep Hikayat disangka melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atas Pasal 13 UU No.31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No.20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHpidana.

Sementara sebagai pihak penerima Abu Bakar, Weti Lembanawati, Adiyoto disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atas Pasal 11 UU No.31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No.20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHpidana.

Sementara itu, tak lama berselang Saut mengumumkan penetapan tersangka terhadap Abu dan sejumlah pejabat teras di Pemkab Bandung Barat, suami Elin Suharliah ini akhirnya datang memenuhi janjinya untuk menghadap Tim KPK.

Kala itu, wajahnya kuyu dan terlihat lelah. Dengan memegang tongkat di tangan kanannya, langkah kakinya berjalan lambat menuju lobi utama gedung Merah Putih KPK Rabu (11/4), sekitar pukul 22:40 WIB.

Saat hendak masuk ke ruang tunggu pemeriksaan gedung lembaga antirasuah, tak ada kata yang terucap dari mulut Abu kendati dicecar bertubi-tubi dengan beragam pertanyaan oleh awak media yang sudah menungguinya sedari pagi.

Hal ini sangat kontras dengan sikap Abu sebelumnya, saat mengadakan konferensi pers usai sempat diamankan Tim Satgas Penindakan KPK, di kediamannya Selasa (10/4) sore.

Dalam konferensi pers usai memohon kepada tim OTT agar tidak dibawa ke markas KPK di Jakarta, dengan alasan sakit kanker dan akan menjalani kemoterapi keesokan harinya (Rabu 11/4), Abu masih bisa tersenyum dan sesumbar mengatakan kepada awak media jika dirinya tidak ditangkap tim OTT KPK.

“Intinya para petugas itu meminta keterangan klarifikasi bahwa banyak isu yang masuk ke KPK. Dari mulai bupati sakit, kemudian saat ini bupati sebagai tim sukses melakukan penggalangan dana. (Isunya) Saya memerintahkan kepada kepala dinas untuk keperluan saya berobat maupun dalam konteks ibu dalam proses pencalonan,” tutur Abu Bakar.

“Jadi (KPK) hanya meminta klarifikasi dan keterangan tentang kepala SKPD melakukan galang dana. Nggak ada penyebutan korupsi karena kalau korupsi ada unsur kerugian negara,” imbuhnya dengan percaya diri.

Kini, usai ditetapkan sebagai tersangka dan menjalani pemeriksaan intensif selama hampir sembilan jam lamanya, mantan Sekda Kota Bandung tersebut resmi menjadi ‘Pasien KPK’. Dia pun harus menginap di ‘Hotel Prodeo’ untuk mempertanggungjawabkan perbuatan yang telah dilakukannya.

“Alhamdulillah sehat, sebagai warga negara yang baik saya jalani saja proses hukum,” ucapnya singkat ketika akan dibawa ke Rutan KPK Cabang Pomdam Jaya Guntur.

Kini, segala harta dan tahta yang dimilikinya selama dua periode menjabat sebagai kepala daerah seolah hilang sekejap mata. Dia pun terpaksa harus meninggalkan kasur empuk yang biasa ditidurnya bersama istri tercinta, berganti kasur tipis warisan dari para penghuni pasien KPK sebelumnya.

(ipp/JPC)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *