Mesin Politik Jadi Pertaruhan Untuk Mengail Suara  

SUKABUMI – Empat pasangan Bakal Calon (Balon) Walikota dan Wakil Walikota Sukabumi sudah resmi mendaftar ke KPU setempat. Mereka tinggal menunggu hasil verifikasi atas berkas persyaratan yang telah diserahkan saat masa pendaftaran 8-10 Januari lalu.

Merujuk pada data KPU, bursa balon kepala daerah ini lebih didominasi muka lama yang selama ini berkiprah sebagai politisi daerah. Sedangkan balon yang berasal dari lingkungan birokrat hanya berjumlah dua orang saja, itu pun salah satunya telah menyandang status sebagai pensiunan.

Bacaan Lainnya

Mereka adalah Mulyono (Ketua DPC Partai Nasdem) berpasangan dengan Ima Slamet (Ketua DPC PPP). Keduanya diusung oleh koalisi Partai Nasdem, PPP dan PAN; pasangan Dedi Rantjani Widjaja (Ketua DPD Partai Gerindra) – Hikmat Nuristawan (Aparatur Sipil Negara atau PNS) diusung oleh dua partai politik yakni Partai Gerindra dan Partai Hanura.

Achmad Fahmi (Kader PKS) yang menjadi satu-satunya calon incumbent pada perhelatan politik kali ini berduet dengan Andri Setiawan Hamami yang kini tercatat sebagai kader Partai Demokrat. Mereka diusung oleh masing-masing partai politiknya. Sementara satu kubu kandidat lainnya berasal dari koalisi Partai Golkar, PDIP dan PKB yakni Jona Arizona (Ketua DPD Partai Golkar) – Hanafie Zain (Mantan Sekda Kota Sukabumi).

Sekedar mengukur kekuatan setiap pasangan balon berdasarkan latar-belakang profesi dan kedudukannya, maka dapat berasumsi jika satu sama lain memiliki kekuatan politik dengan tingkat selisih yang tidak terlampau jauh. Alasannya hampir setiap balon telah memiliki basis massa pendukung yang jelas, terutama kandidat yang berasal dari partai politik.

Sudut pandang yang satu ini cenderung mengarah jika semua kandidat seolah-olah berada pada posisi di garis start yang sama, sebelum akhinya berkompetisi dalam mengail suara terbanyak pada pilkada di bulan Juni mendatang.

Pada pertimbangan lain, terdapat sejumlah faktor yang menjadi pembeda atas peluang kemenangan yang dimiliki setiap bakal calon. Satu hal yang mempengaruhinya adalah tingkat popularitas serta elektabilitasnya sesuai hasil survei yang sudah dilakukan sejumlah lembaga independen. Meski nyatanya hasil survei tersebut kerap menjadi pemicu terjadinya perdebatan atau polemik karena masing-masing kubu saling mengklaim jika figur usungannya jauh lebih baik.

Sialnya, tingkat popularitas maupun elektabilitas itu seringkali dipengaruhi oleh proses pembentukan paket pasangan bakal calon  walikota dan bakal calon wakil walikota. Biasanya tahapan tersebut dilakukan setelah terbangunnya koalisi partai politik pengusung.

Sebagai gambaran, pada beberapa hasil survei sebelumnya, sebut saja A memiliki pamor yang cukup tinggi. Tetapi setelah A dipasangkan dengan figur B, tingkat popularitas maupun elektabilitasnya menjadi merosot.

Hasil kajian dan survey Poltracking Indonesia menyebutkan terdapat tiga faktor penentu kemenangan dalam sebuah pilkada.  Pertama; ditentukan oleh figur kandidat. Dalam hal ini masyarakat akan memilih calon pemimpinnya karena rekam jejak, prestasi serta sikap politiknya.

Kedua; dipengaruhi demografis pemilih seperti faktor suku dan agama. Namun seiring dengan meningkatnya pemahaman masyarakat akan politik, faktor yang satu ini memiliki kemungkinan yang sangat kecil untuk dijadikan alasan bagi pemilih dalam menentukan figur pemimpin.

Ketiga adalah faktor mesin politik. Kemenangan bisa diraih karena infrastruktur partai politik pengusung berjalan secara optimal, terpenting lagi ditunjang oleh pergerakan relawan serta pemanfaatan media sosial sebagai sarana menarik calon pemilih.

Dalam konteks Pilkada Kota Sukabumi, mesin politik sepertinya menjadi pilihan tepat untuk meraih kemenangan. Langkah ini ditempuh setelah pertimbangan figur kandidat dinilai lemah untuk mendongkrak kemenangan. Menjadi salah, seandainya proses pembentukan pasangan kandidat dilakukan tanpa perhitungan faktor-faktor penentu tadi.

Dari hitung-hitungan berdasarkan jumlah kursi di lembaga DPRD Kota Sukabumi, Jona-Hanafie yang diusung koalisi Golkar, PDIP dan PKB memiliki 13 kursi; pasangan Dedi Rantjani Widjaja – Hikmat Nuristawan bermodal delapan kursi yang berasal dari Partai Gerindra dan Partai Hanura.

Sementara Achmad Fahmi – Andri Setiawan Hamami dengan tujuh kursi yang dimiliki dari koalisi PKS dan Partai Demokrat. Jumlah yang sama yakni tujuh kursi dikantongi koalisi Partai Nasdem, PPP dan PAN sebagai partai pengusung pasangan Mulyono – Ima Slamet.

Namun sekali lagi, jumlah kursi yang dimiliki setiap pasangan bakal calon, tidak bisa sepenuhnya menjadi jaminan untuk meraih kemenangan. Hal itu bisa dipastikan terjadi jika mesin politik masing-masing partai pengusung tidak berjalan maksimal selama pilkada berlangsung. (*)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *