Pansus Blingsatan Tangani Raperda Tower

CIKOLE – Tim Panitia Khusus (Pansus) DPRD Kota Sukabumi harus Blingsatan selama menangani Rancangan Pertaturan Daerah (Raperda) tentang retribusi tower atau menara telekomunikasi.

Mereka khawatir rumusan payung hukum tersebut akan menggiringnya ke ranah hukum tindak pidana korupsi.

Bacaan Lainnya

“Jujur saja kami (Pansus) merasakan keresahan selama menanganinya, sebab raperda tower ini sangat berbeda dengan peraturan lainnya. Harus hati-hati dalam membahas dan mengkajinya. Jika tidak, bisa-bisa pembahasan raperda ini berujung pada pelanggaran tindak pidana korupsi,” jelas Ketua Pansus Raperda Tower Telekomunikasi, Rojab Asyari.

Dikatakan politisi PDI Perjuangan tersebut, ada sejumlah poin yang membuat tim pansus blingsatan atau didera rasa khawatir.

Utamanya soal besaran retribusi yang akan dikenakan pada tower telekomunkasi setiap tahunnya.

Sejauh ini pansus kebingungan dalam menghadapi besaran retribusi tersebut. Alasannya penentuan nilai retibusi yang diusulkan pemerintah daerah itu tidak memiliki kejelasan soal sumber aturan sebagai landasannya.

“Sepanjang pembahasan raperda ini, kami tidak menemukan aturan yang digunakan pemda sebagai landasan dalam nenentukan nilai retribusi tower. Dalam usulan rancangan itu hanya mencantumkan bahwa besaran retribusi yang akan dikenakan setiap tahunnya sebesar Rp1,5 Juta, selebihnya tidak ada keterangan soal rincian atau penjelasannya,” ungkap Rojab.

Sikap tim pansus yang dilanda kekhawatiran dalam menangani raperda tower, sebenarnya tidak berlebihan.

Seperti diketahui, beberapa waktu lalu, masalah retribusi tower sempat menjadi isu nasional ketika sejumlah daerah memberlakukan perda mengenai hal tersebut, namun menuai gugatan dari pengusaha telekomunikasi.

Kasus tersebut sampai harus bergulir hingga ke Mahkamah Konstitusi. Hasil persidangannya dimenangkan oleh pengusaha sehingga perda mengenai retribusi tower di beberapa daerah terpaksa harus dibatalkan.

Rojab mengaku pihaknya tidak menghendaki permasalahan seperti itu terjadi di Kota Sukabumi. Terlebih lagi saat ini, jika ada pelanggaran dalam retribusi sarana telekomunikasi, maka akan diarahkan sebagai tindak pidana khusus yakni korupsi. Untuk menghindari hal yang tidak diinginkan, tim pansus sampai harus melakukan study banding ke dua lokasi.

Pertama, berkunjung ke pemerintah daerah Balikpapan untuk melakukan sharing pendapat soal retribusi tower.

“Setelah ke Balikpapan, hari ini (Kemarin) kami harus berkunjung ke Kementerian Keuangan di Jakarta. Sebab pascagugatan MK itu, kementrian sempat mengeluarkan surat soal tata cara dalam menentukan tarif retribusi tower telekomunikasi. Aturan ini sepertinya tidak digunakan oleh Pemda Kota Sukabumi dalam merumuskan raperda. Untuk itulah, kami harus melaksanakan kunjungan ke Kementerian Keuangan untuk menggali lebih jauh soal tahapan untuk retribusi tower,” bebernya.

Ketua Umum Masyarakat Peduli Hukum dan Hak Asasi manusia (MPH & HAM) Sukabumi, Aa Brata Soedirja mengatakan pemerintah daerah tidak bisa sembarangan dalam menentukan tarif pajak atau retribusi pada tower telekomunikasi.

Sebab terdapat acuan sebagai indikator dalam menentukan tarifnya, “Ada beberapa hal yang mempengaruhi besaran tarif retribusi, seperti diantaranya jarak tower serta ketinggian tower,” ujarnya kepada Radar Sukabumi, kemarin (11/12).

Dikatakan Aa Brata yang juga menjabat sebagai Ketua Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) cabang Sukabumi, besaran tarif retribusi yang diusulkan Pemda Kota Sukabumi dalam raperda senilai Rp1,5 juta, diduga masih terlampau rendah dari nilai rata-rata retribusi sesuai tata cara yang diberlakukan Kementrian Keuangan.

Dalam ketentuan tersebut, nilai retirbusi bisa berkisar antara Rp1,9 juta sampai dengan Rp2,4 juta. “Sangat disayangkan jika potensi pendapatan keuangan daerah itu tidak bisa tergali secara optimal,” ujarnya. (ton)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *